Advertisement
darkdisgraces

GATE;B - 1st chapter

Feb 20th, 2019
156
0
Never
Not a member of Pastebin yet? Sign Up, it unlocks many cool features!
text 41.92 KB | None | 0 0
  1. Yokohama, 1 week ago
  2.  
  3.  
  4. Memori dalam kepalanya memutar kembali kejadian pada malam sekitar setengah tahun yang lalu. Malam itu juga ia menatap layar dengan lebar kurang lebih sama sebelum akhirnya menyerah dan mencari penyegaran yang justru berakhir dengan bertemu si eksekutif termuda sepanjang sejarah—Dazai yang mengucapkan salam perpisahan dan peledakkan misterius yang terjadi pada mobilnya.
  5.  
  6. Butuh kurang lebih tiga bulan penuh untuk mendapatkan kepercayaan penuh dari seluruh kolega atas apa yang eksekutif—mantan eksekutif—juga mantan rekannya sebagai duo Soukoku lakukan; meninggalkan misi penting dan mengkhianati organisasi. Hal ini terjadi tentu saja karena nyaris semua orang meyakini bahwa Dazai Osamu adalah sosok yang paling dekat dengan bos Port Mafia saat ini—Mori Ougai sampai pada poin di mana bukanlah sesuatu yang aneh jika yang duduk di singgasana itu selanjutnya adalah Dazai sendiri.
  7.  
  8. Sebagai salah satu penopang Soukoku dan orang yang dianggap sangat dekat dengan sang pengkhianat, Chuuya harus melewati hari-hari di bawah siksaan psikologis konyol yang orang-orang Port Mafia berikan padanya. Tidak ada seorang pun yang tidak membicarakan hal buruk di belakang telinganya, tidak ada seorang pun yang menatapnya seperti mereka menatapnya di masa-masa kejayaan Soukoku. Chuuya yang tetap tinggal di organisasi juga ikut terkena getah dan di cap sebagai calon pengkhianat.
  9.  
  10. Pencarian Dazai Osamu dan perintah eksekusi turun dan lenyap dalam hitungan bulan.
  11. Ini adalah bulan ketiga semenjak penghentian paksa pencarian tersebut diturunkan dan Mafia melepaskan cakar mereka dari target bernama Dazai Osamu untuk lebih fokus pada hal lain yang lebih krusial.
  12.  
  13. Selama beberapa hari ke belakang, Chuuya sibuk mondar-mandir di kantor utama, memberikan sedikit banyak nasihat pada Tachihara Michizou atau menemani Kajii melakukan eksperimen yang membuat Chuuya seketika mempertanyakan kenapa juga ia mau menerima undangan dari seorang Kajii Motojirou.
  14.  
  15.  
  16. Chuuya mengalihkan arus pemikirannya pada agenda hari ini; Mori memerintahkannya untuk menemani Ozaki Kouyou menghadiri sebuah pertemuan dengan teman lama di kantor pagi ini. Bisa dibilang insting dan sebuah suara dalam kepala Chuuya segera memberitahu kalau ada sesuatu yang serius atau tidak beres sehingga seorang Ozaki Kouyou harus ditemani olehnya, dilihat dari kemampuan wanita itu sendiri, tidak ada sesuatu yang benar-benar bisa mengancamnya.
  17.  
  18. Suara denting bel lift menyadarkannya dari lamunan panjang, Chuuya mengangkat wajah untuk bertemu dengan Kouyou yang seolah sudah menanti dan tersenyum lembut padanya. Wanita itu mengulurkan tangan dalam balutan lengan kimono panjang dengan corak yang elegan dan segera melingkarkannya demi membawa Chuuya ke dalam dekapan.
  19. Sang mafia seketika dimabukkan oleh aroma mawar yang dibawa wanita itu namun sebagian darinya merasa ingin mengangkat tangan dan memeluk balik kakak perempuan yang sudah menjaganya sejak kecil.
  20. Tentu saja, harga diri sebagai seorang mafia membuat dua tangannya tetap pada tempatnya.
  21.  
  22. "Kamu sama sekali tidak bertanya kenapa Ougai-dono memintamu yang mendampingiku hari ini, wappa?"
  23. Chuuya tidak menoleh, tapi telinganya benar-benar hanya terfokus pada suara dan logat klasik yang Kouyou gunakan. Sang mafia tidak bisa menahan senyum tipis untuk terkembang di bibir pucatnya saat menjawab, "Beliau hanya menyebut kata teman lama…"
  24. "Ya." Ekspresi salah satu dari lima eksekutif itu berubah serius. "Teman lama. Kurasa kamu juga mengenal baik dua wajah ini. Oh ya, kamu lihat kan e-mail misterius yang dikirim ke organisasi kita beberapa malam yang lalu?"
  25. "Tentang pengiriman barang dari Kyoto ke Yokohama?"
  26. "Ya, itu adalah surat permintaan yang Divisi Kemampuan Khusus cabang Kyoto kirimkan ke Yokohama, tapi entah kenapa isinya bisa bocor ke pihak kita."
  27.  
  28. Chuuya ingin berkomentar tentang sistem keamanan yang pemerintah pasang bisa sangat payah sampai isi e-mail saja bisa terbajak dan bocor ke pihak lain semudah itu, namun melihat ekspresi wanita yang pernah mengurusnya dulu itu membuat Chuuya menutup rapat mulutnya.
  29.  
  30. "Pihak Kyoto kemudian ingin bertemu dan membahas soal itu dengan Port Mafia secara langsung."
  31. "Begitu.."
  32. "Mereka juga sebenarnya ingin membahas soal ini empat mata denganmu, Ougai-dono juga menyetujui hal itu, tapi aku tentu saja tidak ingin menyerahkanmu begitu saja jadi disinilah kita sekarang."
  33. Chuuya tanpa sadar menyeringai, "Ane-san, aku bukan anak kecil lagi, tolong jangan terlalu manjakan aku."
  34. "....." Satu sudut bibir sang eksekutif terangkat diikutin kekehan pelan, "Kamu sama sekali tidak berubah."
  35. "Eh? Apanya?"
  36. "Sejak dulu kamu tidak pernah menanyakan perintah atau kalimat apapun yang keluar dari mulut atasanmu. Apa aku yang mengajarkanmu kebiasaan untuk segera mengangguk dan menerima segala perintah yang orang lain berikan untukmu, wappa?"
  37. "Haha.. Aku hanya tidak suka hal-hal yang rumit, selama perintah itu menunjukkan hal apa yang harus kulakukan, maka aku tinggal melakukan semua sesuai perintah."
  38. Kouyou terkekeh pelan, tangan yang sejak tadi berada di atas bahu Chuuya perlahan turun sebelum ia mengambil beberapa langkah mendahului dan berdiri di hadapan pemuda yang dulu begitu mungil, gemetar ketakutan di pojok ruangan dengan jejak-jejak air mata mengotori dua pipinya.
  39. "Bagaimana kalau ternyata Ougai-dono berbohong dan memanfaatkanmu?"
  40. Satu ujung bibir sang mafia terangkat dan membentuk seringaian jahil—satu-satunya yang tidak pernah berubah dari dirinya. "Jika itu bisa memberikan banyak keuntungan untuk Port Mafia, aku tidak masalah."
  41.  
  42. ***
  43.  
  44. Ia adalah pria pertengahan 30 dengan rambut model cepak seputih salju, sepasang iris sewarna daun yang berguguran saat pertengahan musim gugur menatap balik pada dua manik mata sang mafia dengan sorot yang sulit untuk ia gambarkan seperti apa. Kulitnya putih dan menyaingi warna kimono dengan motif daun lima jari khas musim gugur yang menghias ujung bagian lengannya. Salah seorang mantan anggota eksekutif yang kini menjadi bagian dari Divisi Kemampuan Khusus—Kitahara Hakushu.
  45. Chuuya kemudian menemukan sosok lain yang berdiri tidak jauh di belakang Kitahara Hakushu, irisnya melirik Kouyou yang sibuk berbincang santai dan mulai bergerak mendekati barisan sofa serta meja kaca panjang yang berada di atas lapisan karpet beludru kualitas terbaik yang langsung menghadap pada pemandangan Yokohama dan langit muram yang menjadi atapnya.
  46.  
  47. Chuuya berdiri di belakang sofa yang Kouyou duduki dan menatap balik ke arah pria yang berdiri di samping pria yang kerap disapa dengan ‘Haku’ oleh Kouyou. Wajah yang tidak asing, kacamata dengan bingkai berbentuk lingkaran, rambut hitam yang disisir rapi ke belakang, setelan jas rapi berwarna gelap.
  48. Teman lama, ya?
  49. Sebutan itu seketika terdengar seperti sebuah sindiran di telinga sang mafia.
  50.  
  51.  
  52. "Bagaimana rasanya menjadi budak Haku?" Tanya Kouyou sembari mengerling jahil.
  53. "Budak...? Ah, bukan." Ango mengulas senyum sopan sebelum melanjutkan, "saya hanya diminta untuk menemani beliau hari ini."
  54.  
  55. Chuuya merasa ada sepasang mata yang terfokus padanya dan menemukan dua iris merah tua seketika terfokus padanya diikuti sebuah senyum yang 'Haku' tujukan padanya.
  56.  
  57. "Berhenti memperhatikan Chuuya seolah kamu berniat mencabulinya, menjijikkan."
  58. Pria itu menoleh ke arah Kouyou sekali lagi dan tertawa pelan. "Ozaki-kun, itu jauh lebih menyakitkan dari pisau yang pernah kamu tusukkan ke punggung tanganku, tahu? Hanya saja... Chuuya-kun banyak berubah sejak terakhir kali kita berbincang dulu... sudah... dua tahun berlalu sejak saat itu ya.. waktu berlalu cepat sekali.”
  59. Chuuya segera membungkuk dalam-dalam, "Anda sama sekali tidak berubah, Kitahara-san."
  60.  
  61. Kitahara Hakushuu mengulas sebuah senyum lalu bersandar pada sofa tempatnya duduk. "Langsung saja ke permasalahan utama dan kurasa hal ini sudah terlintas dalam pikiran kalian... Pada awalnya kami juga tentu mempertimbangkan untuk membawa masalah ini pada Agensi Detektif Bersenjata yang memiliki kantor di Yokohama," Mulai Kitahara Hakushu yang melipat kedua tangannya di depan dada dengan sebuah senyum ramah.
  62. Agensi Detektif Bersenjata.
  63.  
  64. Bukan nama yang asing, Chuuya juga pernah mendengar nama itu beberapa kali dan juga sempat mendengarkan beberapa cerita dari koleganya yang sempat berurusan langsung. Tentu saja, tidak satupun cerita yang sampai ke telinganya adalah cerita yang mengenakkan.
  65.  
  66. "Lalu, karena kami terlanjur melihat isi e-mail tersebut kamu berfikir akan lebih efisien untuk melibatkan kami daripada berusaha menutup mulut kami, begitu?" Balas Kouyou nyaris di detik berikutnya.
  67. "Ozaki-kun... Tentu saja, aku hafal betul apa yang lebih efisien dari menjual kedua ginjalku untuk menutup mulut kalian." Jawab Kitahara Hakushuu diikuti tawa renyah.
  68. "Ginjal, ya? Aku lebih suka kamu menyumbangkan kepalamu untuk kujadikan hiasan tembok di ruanganku. Jadi, apa yang sebenarnya ingin kalian kirim ke kota kecil ini?"
  69. "Dua mayat pemilik kemampuan khusus yang sangat berbahaya."
  70. "Mayat?"
  71. "Ya,"
  72. "Ada yang mengincar mereka di Kyoto, begitu? Namun mayat tetaplah mayat, gundukkan benda mati yang menguarkan bau busuk dan mayat tidak bisa menggunakan kemampuan khusus. Seharusnya kalian yang lebih profesional dan tahu banyak di bidang ini juga sadar betul soal itu." Kouyou berkomentar sembari mengendikkan bahunya acuh tak acuh.
  73. Mendengar itu, Kitahara Hakushuu tetap mengulas senyum dan menggeleng pelan. "Jika memang begitu kurasa kita tidak perlu kuatir, tapi mayat ini entah kenapa tidak membusuk."
  74. Ango kemudian menambahkan, "Kami sempat berfikir bahwa trik untuk mengawetkan mayat ini ada di peti, tapi didiamkan di luar pun sama sekali tidak ada tanda-tanda pembusukkan."
  75.  
  76. Tentu saja, dua mafia yang mendengar penjelasan yang terkesan fiktif tersebut tidak mampu berkomentar dan hanya saling menatap satu sama lain. Kouyou bersandar pada sofa, satu tangan membuka kipas yang menutup seluruh bagian bawah wajahnya. Hanya terlihat sepasang mata dengan iris rubi yang memicing pada sang lawan bicara namun, yang ditatap demikian justru terkekeh dan mengibaskan tangannya di depan wajah dengan santai.
  77.  
  78. "Apapun pikiran negatif yang ada di otakmu semuanya salah, Ozaki-kun. Sekarang kita masuk ke alasan mengapa aku meminta kalian terutama Nakahara Chuuya untuk menemuiku hari ini." Kitahara Hakushuu mengisyaratkan Ango menyerahkan amplop biru pucat yang pria itu genggam pada Kouyou. "Segera setelah kami mengetahui bahwa e-mail tersebut bocor ke pihak Port Mafia ada sebuah e-mail lain yang masuk dan mengatakan bahwa ia adalah pelaku dan hanya mau bicara dengan seseorang dari Port Mafia dan seperti yang tertulis dalam copy¬-an itu, ia hanya ingin bertemu dengan Nakahara Chuuya."
  79.  
  80. Mendengar namanya disebut Chuuya mengerjapkan matanya beberapa kali.
  81. Tidak banyak mafia yang mengetahui nama aslinya, selain itu seseorang yang bukan mafia tidak mungkin mengetahui nama lengkapnya. Menyadari poin itu membuat dua alis sang mafia bertemu.
  82. Alamat yang dipakai untuk mengirim adalah alamat yang sama persis dengan si penerima, dengan kata lain pelaku sengaja memperlihatkan seolah ia mengirimkan e-mail itu ke diri sendiri, tidak memiliki subject dan isi dari e-mail-nya sendiri pun tidak bertele-tele.
  83.  
  84.  
  85.  
  86. Aku yang mengirimkan surat kalian ke pihak mafia.
  87. Aku tidak akan mengganggu kalian lebih dari ini, tapi jika kalian berniat melakukan interogasi padaku, aku hanya mau ditemui dan bicara dengan Nakahara Chuuya.
  88.  
  89.  
  90.  
  91. "Begitu." Kouyou melipat kipas miliknya dan mengembangkan sebuah senyum masam. "Kamu berniat menjadikan anak muridku umpan."
  92. "Begitulah," Kitahara Hakushu kembali bersuara, "namun apa ini tidak menganggu kalian juga? Tidak seharusnya orang luar mengetahui nama lengkap seorang anggota Port Mafia dan memanggilnya lewat kami."
  93. Chuuya menoleh dan menemukan Kouyou menatapnya dengan wajah serius, kentara sekali ia tidak berniat terlibat lebih jauh dari masalah ini.
  94. "Ane-san.."
  95. Kouyou menggelengkan kepalanya, "Aku tahu apa yang berusaha kamu sampaikan padaku. Kamu ingin menggali lebih dalam soal ini, kan?"
  96. Chuuya mengangguk.
  97. "Kenapa?"
  98. "Ada beberapa hal yang menggangguku, yang pertama tentu saja kenapa orang ini bisa tahu nama lengkap yang tidak pernah kusebutkan pada orang lain selain anggota Port Mafia, dan satu lagi, dari semua orang kenapa aku akan jauh lebih masuk akal kalau ia ingin dipertemukan dengan Ane-san atau bos."
  99.  
  100. "Tidak juga." Ango menggeleng pelan dua iris coklat menatap balik ke arah sang mafia dengan alis bertaut. "Dia punya banyak alasan untuk bertemu denganmu, salah satunya tentu saja, kamu tahu betul apa."
  101.  
  102. ***
  103.  
  104. Tidak banyak tempat menyenangkan atau menarik di Yokohama saat malam hari, setidaknya tempat yang sesuai dengan selera seorang mafia bertopi dan kesukaannya pada minuman fermentasi anggur dengan harga selangit. Meskipun begitu, ada satu tempat yang selalu ia datangi. Bar yang tersembunyi di balik lorong sempit yang terbentuk dari dua bangunan perkantoran lima lantai. Dari mulut lorongnya saja sudah terlihat samar sinar lampu yang menghiasi jalan setapak yang langsung menuntun ke arah pintu masuk yang terbuat dari kayu dengan ukiran bergaya eropa dengan engselnya yang menjerit pelan saat tiba-tiba dipaksa bekerja.
  105.  
  106. Bukan bar yang besar, bahkan bisa dibilang kualitas minuman yang disajikan disini tidak lebih baik dari bar yang berada di dekat kantor dan menjadi tempatnya menghabiskan malam dengan Kajii dan Hirotsu. Iris biru segera mencari tempat duduk kosong diantara para pekerja yang nyaris setengahnya sudah mabuk dan mulai meracau soal masalah di kantor masing-masing, beberapa berjalan terhuyung-huyung ke pintu keluar sembari menggerutu soal sesuatu yang remeh.
  107. Diantara belasan pria dengan nyaris setelan jas yang sama, Chuuya kemudian menemukan orang yang ia cari tengah duduk di kursi tinggi dekat konter yang merangkap sebagai meja kasir dengan segelas jus tomat tersaji di depannya. Nyaris di detik selanjutnya seorang bartender yang usianya tidak lebih tua dari Chuuya sendiri menghampirinya seolah menanyakan pesanan.
  108.  
  109. "Samakan dengan dia." Chuuya menunjuk gelas pria yang duduk di sebelahnya dan mendapat anggukan sopan dari sang bartender.
  110. "Saya sempat mengira kamu akan menyebutkan minuman termahal di sini."
  111. "Berisik, jadi, hal penting apa yang ingin kamu bicarakan denganku, Profesor kacamata?"
  112. Bartender tadi kembali dengan pesanan Chuuya dan meletakan gelas berukuran sedang itu di depan sang mafia, Chuuya mengangguk sopan dan melepaskan topi dari kepalanya.
  113.  
  114. Ango mengangguk dan membuka tas yang ia bawa dan mengeluarkan beberapa map serta amplop sebelum menyodorkannya ke depan Chuuya. "Saya sudah memasukkan seluruh informasi yang mungkin kamu butuhkan."
  115. Chuuya menatap tumpukkan berkas yang kini berada di depannya sebelum kembali pada profil samping milik Sakaguchi Ango. "Hee.."
  116.  
  117. Sang mafia tidak segera menyentuh amplop tersebut, ujung telunjuk berputar di mulut gelas dan membiarkan sensasi dingin menembus permukaan tipis sarung tangan hitam kesayangannya.
  118. “Aku punya satu pertanyaan.” Chuuya tiba-tiba buka mulut, ia merasakan sepasang mata terfokus pada profil samping wajahnya lalu melanjutkan. “Apa orang ini ada hubungannya dengan kasus dua tahun yang lalu?”
  119. Telinganya menangkap helaan nafas dari sang lawan bicara.
  120. Ango mengangkat gelas dan meneguk jus tomatnya beberapa kali kemudian menjawab dengan wajah enggan, “Saya sungguh berharap kita bisa terbebas dari kasus itu, tapi takdir sepertinya berkata lain.”
  121. Chuuya menjentikkan lidah.
  122. “Dua mayat ini merupakan mayat yang sama dengan dokumen yang kudapatkan dari pemilik kemampuan Kyoukai no Kanata setelah kejadian itu. Bisa dipastikan STRAIN juga tidak akan tinggal diam saat mengetahui keberadaan pastinya.”
  123. “Tapi mereka tidak mungkin mengincar mayat itu langsung dari pemerintah Jepang, begitu?” Gumam Chuuya yang mendapat sebuah anggukan.
  124. “Aku tidak kenal pemilik kemampuan khusus yang bisa mengawetkan mayat sesempurna ini.. namun ada kemungkinan jika ini adalah perbuatan Puppeteer.”
  125. Chuuya menoleh saat menangkap kata yang asing dengan alis mengerut. “Ha?”
  126. “Ah.. tidak kenal, ya?” Ango menoleh dengan ulasan senyum tipis. “Ia adalah pemilik kemampuan khusus yang terkenal beberapa tahun yang lalu, ia kabarnya bisa menghidupkan kembali seseorang dari kematian. Tentu saja, tidak secara harfiah”
  127.  
  128.  
  129. Chuuya menatap pria berkacamata di sebelahnya agak lama sebelum beralih pada gelas yang permukaannya berair oleh embun. Sang mafia kemudian beralih dan membuka amplop ukuran sedang dan mengeluarkan beberapa berkas dan selembar tiket kereta ekspres menuju Kyoto yang sudah dipesankan untuk 3 hari ke depan.
  130.  
  131. "Baik sekali sampai menyiapkan tiket untukku." Komentar Chuuya yang kemudian sibuk membolak-balik halaman berkas dan membaca detil mengenai pengiriman mayat dan fasilitas pemerintah yang saat ini masih menyimpannya. “Soal orang yang membocorkan informasi itu... dimana aku harus menemuinya?”
  132. "Aku juga ingin tahu." Balas Ango diikuti sebuah helaan nafas panjang, satu tangannya terangkat untuk mengurut pelipisnya beberapa saat sebelum kembali melanjutkan. "Kami tidak tahu cara untuk menghubunginya, untuk sekarang kita sebaiknya fokus pada pengangkutan ini."
  133. Mendengar kalimat itu membuat Chuuya menoleh pada pria yang duduk di sampingnya. "Oi, oi, memangnya tidak ada seorang pun dari tempat kalian yang bisa melacak asal e-mail itu?"
  134. Ango menggeleng lemah.
  135. Chuuya tanpa sadar sudah mengerenyit dan menyesap minumannya sebelum beralih pada dua berkas tambahan dari dalam amplop tersebut yang berisi dua profil anak lelaki; yang pertama memiliki rambut coklat karamel dengan poni super panjang yang menutupi nyaris sebagian dari wajahnya, sementara yang satu lagi anak lelaki sebaya dengan anak di halaman sebelumnya dengan rambut merah tua yang dipotong pendek dengan rapi serta dua iris sewarna awan badai.
  136.  
  137. Biodata mengenai dua anak dengan kode tercetak besar di bagian atas setiap lembarannya; 'K-375' dan 'K-285'. Keduanya sama-sama berasal dari Jepang namun hanya bagian kemampuan khusus mereka yang dicoret menggunakan spidol hitam hingga tembus ke dua halaman berikutnya.
  138.  
  139. Chuuya otomatis mempertanyakan bagian yang dihitamkan tersebut yang Ango jawab sambil setengah berbisik.
  140. "Ada seseorang yang menutupi bagian itu bahkan sebelum berkasnya sampai ke Kyoto, menurut Kitahara-sensei, anak dengan label 'K-375' itu pemilik kemampuan khusus yang bisa membuatnya melompat ke masa lalu, yang satu lagi tidak diketahui."
  141.  
  142. Chuuya menatap dua foto itu agak lama, jika keduanya pemilik kemampuan khusus yang dianggap berbahaya untuk apa Kitahara Hakushuu repot-repot mengangkutnya ke Yokohama jika pada akhirnya ia akan mengamankan mayat itu sendiri entah di mana.
  143. Umpan?
  144. Bisa jadi.
  145.  
  146. Akan tetapi, yang terjadi sekarang justru info pengangkutan dua mayat ini sendiri bocor ke pihak ketiga dan kini Chuuya juga terlibat di dalamnya. Membiarkannya di Kyoto juga bukan pilihan yang bagus. Sang mafia merasa ada sesuatu yang aneh dari pengangkutan dua mayat ini, ada yang salah, sesuatu yang buruk mungkin akan menimpa Yokohama hanya dengan datangnya dua peti mati itu.
  147.  
  148. “Dua tahun yang lalu, eksekutif Kitahara Hakushu dinyatakan meninggal dunia akibat kecelakaan dan bergabung dengan kalian dan menjadi wakil pihak Kyoto. Sebelum dia memutuskan untuk keluar dari Mafia, aku ingat ia pernah menyebut sesuatu soal dua kotak yang tidak boleh menyentuh tanah Yokohama sedikitpun.” Ucap Chuuya sementara dua tangannya sibuk memasukkan setiap lembar dokumen ke dalam amplopnya dengan hati-hati.
  149. “Oh ya?”
  150. Chuuya menoleh dan menemukan sepasang iris coklat yang mengirimkan isyarat untuknya melanjutkan.
  151. “Ia sampai menggunakan kemampuan itu pada dirinya sendiri untuk melenyapkan bukti ini, kentara sekali ia berniat menghancurkan peti mayat itu ketika mereka sampai di Yokohama. Apa kalian menyadari hal ini dan mengikuti rencananya?”
  152. Ango mengalihkan matanya pada gelas sembari mengulas senyum tipis, aura melankolis yang menyelimuti tubuh ringkih itu membuat wajah sang mafia mengerenyit.
  153.  
  154. “Jika pemerintah ingin mayat itu juga lenyap dari muka bumi ini apa mafia akan dengan senang hati membakarnya untuk kami?”
  155.  
  156.  
  157. Kyoto, 23 March | 16:15
  158.  
  159. Merah muda menjadi bingkai dari lukisan dengan cat tarum yang menghampar di atas sana. Kanvas itu dipenuhi kepulan kapas yang bergerak pelan, mengulurkan jemari mereka dan mendorong bulatan perak perlahan menjauh dari singgasananya.
  160. Dua iris itu memantulkan kembali warna aram temaram sebelum mengarah pada barisan huruf yang tercetak rapi di atas lembaran dalam genggaman, suara bagaikan bunyi bel kaca yang menari di bawah alunan angin musim panas di sebelahnya masih menjelaskan rinci pekerjaan dan beberapa hal yang ia bisa saja jual ke pihak ke-tiga dengan harga tinggi.
  161.  
  162. ‘Mungkin aku bisa membeli beberapa Krug dengan tiga lembar kertas ini’
  163.  
  164. Pikiran itu segera ia enyahkan saat menemukan pemuda di sebelahnya sudah merubah kalimatnya menjadi pertanyaan. Pertanyaan yang ditujukan padanya. Manik mata bergerak ke kiri, bertemu dengan iris yang memiliki dua warna yang berbeda di masing-masing sisi—Jamrud di kiri dan merah gelap di kanan. Selain itu, sang pemuda memiliki surai kuning pucat yang dipotong rapi di atas kerah dengan poni yang tersisir rapi ke sisi kiri. Pakaian model tentara jaman dulu lengkap dengan topi yang berada di atas pangkuan membuat sang mafia segera mengalihkan pandangannya pada kertasnya lagi.
  165.  
  166. “Eksekutif Nakahara?” Suara itu kembali bertanya.
  167. “Tidak ada.”
  168.  
  169. Chuuya berusaha mengabaikan fakta ia tak memperhatikan apa yang pemuda itu jelaskan padanya selama 10 menit ke belakang. Sebagian darinya merasa bersalah, namun ia tak ingin terlalu ambil pusing untuk prosedur memasuki markas pemerintah yang begitu dijaga ketat oleh pasukan khusus yang seluruhnya pemilik kemampuan khusus berbahaya. Pihak Kyoto menyimpan banyak bekas kriminal dan mencuci otak mereka untuk patuh pada Divisi Kemampuan Khusus atau organisasi apapun yang bergerak di belakang mereka.
  170. Mungkin itu yang menyebabkan kota selain Yokohama terkesan paling berbahaya untuk dijadikan tempat transaksi.
  171.  
  172. Anjing-anjing di sini memiliki hidung yang lebih peka dari yang mereka bisa bayangkan.
  173.  
  174. Chuuya mungkin tidak memperhatikan, namun telinganya menangkap beberapa informasi tambahan mengenai dua mayat yang akan berada di bawah pengawasannya selama beberapa hari ke depan.
  175.  
  176. Mereka adalah dua kelinci percobaan dan teman bermain profesor Hermann Hesse.
  177. Bukan nama yang asing. Chuuya pernah mendengar nama itu dari Kouyou dan beberapa eksekutif serta staff veteran seangkatan Hirotsu.
  178. Hermann Hesse adalah seorang peneliti yang terobsesi untuk menemukan cara memindahkan kemampuan khusus dari tubuh seseorang. Konon beliau berhasil setelah banyak percobaan dan anak-anak tanpa nama dan orang tua yang ia bunuh selama 15 tahun—menukar-nukar kemampuan khusus atau menggadakan satu kemampuan pada beberapa anak atau sebaliknya.
  179.  
  180. Bos mafia yang terdahulu menyetujui penelitian ini dan memberikan banyak sumbangan dana dan sumber daya—anak-anak dari pemukiman kumuh dan relung kota. Tidak hanya mafia, ada ratusan perusahaan dan nama-nama besar lain yang terlibat dalam proyek ini.
  181.  
  182. Penelitian yang dipimpin oleh Hermann Hesse dihentikan secara paksa setelah pihak PBB mengetahui hal ini dan pergerakan dari pihak Clock Tower dan STRAIN yang membungkam dan melemparkan kasus itu pada tentara Rusia. Konon, nyaris tak tersisa apapun dari bangunan yang kini berubah menjadi obyek wisata dan pengingat akan betapa rakusnya seorang manusia.
  183.  
  184. ——Kecuali dua mayat ini.
  185.  
  186. “Kalau boleh tahu, dari mana kalian mendapatkan dua mayat aneh ini?” Chuuya bertanya dan merasakan sepasang iris kini mengarah padanya.
  187. “Belakangan ini Kyoto kedatangan beberapa kelompok misterius dan dua mayat itu termasuk dalam barang bawaan mereka, kelompok ini tidak mengetahui ada dua peti mati dalam barang bawaan mereka membantah bahwa dua benda itu milik mereka. Sisanya masih dalam tahap penyelidikan.” Pemuda itu menjawab dengan suara monoton.
  188. “Termasuk berkas-berkas ini?” Chuuya menyentil tepian kertas sebelum melemparkan pandangannya pada anjing pemerintah yang duduk di sampingnya.
  189. “Sensei mendapat berkas itu dari seseorang yang bersedia menjualnya dengan informasi mengenai Port Mafia beberapa hari yang lalu.”
  190. “Ha?”
  191. “Ia menanyakan jalan masuk paling cepat ke markas mafia yang berada di pelabuhan dan senjata macam apa saja yang mereka simpan di Gudang No. 528.”
  192.  
  193. Alis sang mafia bertemu.
  194. Tidak ada gudang seperti itu di markas mereka.
  195.  
  196. “Sensei menukar informasi itu dengan berkas yang sekarang ada dalam genggaman Anda, Eksekutif Nakahara.”
  197.  
  198. Titik-titik dalam kepala Chuuya seketika terhubung.
  199. Alasan kenapa ia ada di sini hari ini, detik ini.
  200. Kenapa e-mail mengenai pengiriman barang ini bocor ke pihak mafia, semuanya.
  201. Entah apa pihak pemerintah bahkan orang yang pemuda ini panggil Sensei menyadari kesalahan mereka.
  202.  
  203.  
  204.  
  205. Chuuya menyampirkan mantel panjang yang menjadi trensetter miliknya ke atas bahu, terdapat dorongan untuk meregangkan tubuhnya yang terasa kaku setelah menghabiskan waktu beberapa jam duduk diam. Mobil hitam mewah yang ia tumpangi berhenti di tempat yang berada tidak jauh dari daerah wisata yang penuh akan turis asing sebelum berbelok dan memasuki daerah hutan rimbun yang menghadap barisan atap bangunan tradisional di bawah sana. Telinganya menangkap suara angin yang menembus rimbun dedaunan dan beberapa pasang langkah kaki yang mendekat.
  206. Sang mafia melirik dari balik bahu dan menemukan beberapa pria pertengahan empat puluh dengan pakaian yang serupa dengan yang dipakai pemuda yang menemaninya dalam perjalanan dari stasiun ke tempat ini berbicara dengan suara pelan.
  207. Ia samar menemukan bahwa mereka memanggil pemuda itu dengan ‘Hagiwara-san’.
  208.  
  209. “Lewat sini.” Hagiwara mengangguk pada Chuuya yang menghembuskan nafas—dengan sikap acuh tak acuh mengekor di belakang tiga—orang—ekor anjing pemerintah.
  210.  
  211.  
  212. Tempat ini kurang lebih sama seperti markas mafia di dekat pelabuhan, daerah yang penuh akan bangunan kosong dan ditinggalkan, meskipun begitu iris yang memantulkan kembali pemandangan langit itu menemukan beberapa di antara bangunan dan bekas kuil terlantar itu terkunci rapat. Rantai yang berubah warna menjadi coklat mengikat kedua kenopnya dan tersambung pada gembok yang memberi kesan satu tendangan saja bisa membuatnya hancur berkeping-keping.
  213.  
  214. Kakinya menuju satu bangunan setinggi dua lantai dan sekilas terlihat seperti markas perang dalam film-film aksi. Pagar kawat dengan tanaman merambat dan kawat berduri di bagian atasnya, bangunan yang nyaris separuhnya lebih cocok disebut reruntuhan dengan cat mengelupas dan diselimuti lumut. Terdapat beberapa tenda raksasa yang dan beberapa petugas keamanan keluar-masuk dari mulutnya yang sengaja dibiarkan terbuka. Iris sang mafia menatap setiap senjata yang terselip di pinggang masing-masing orang yang melintas dan menebak jabatan mereka dalam diam.
  215. Chuuya menemukan mereka tiba di tempat tujuan saat menangkap dua orang anak buah Hagiwara mendorong pintu besi dengan angka 43 di atasnya terbuka dan menemukan beberapa pria dengan pakaian hitam dan kacamata hitam di baliknya membungkuk hormat. Terlepas dari banyaknya orang pemerintah di luar sana, ruangan ini dipenuhi mafia. Beberapa orang yang Chuuya pilih sendiri untuk berangkat lebih dulu berjaga. Mereka memberikan ruang untuk sang mafia bergerak, Chuuya dengan santai menanyakan beberapa pertanyaan retoris dan kabar orang-orang yang berjaga sejak kemarin malam.
  216. Tiga pasang langkah kaki menggema dalam gudang yang sengaja dibiarkan kosong itu, mengarah pada bagian tengah di mana dua buah peti kayu yang dicat warna hitam diletakan dan beberapa orang berpaiakan formal serba hitam berdiri mengelilinginya. Chuuya menembus lingkaran itu dan memberi isyarat agar seseorang membuka tutupnya.
  217.  
  218. Chuuya membungkuk, memperhatikan wajah dengan dua mata tertutup rapat di dalam peti. Tidak tercium bau busuk khas mayat, tidak, bahkan Chuuya tidak mencium bau kematian dari mayat itu. Sang mafia kemudian memutar dan menatap mayat yang berada dalam peti yang satu lagi.
  219. Ia sempat mematung oleh perasaan deja vu.
  220. Anak lelaki yang berada di peti ini rasanya pernah ia lihat di satu tempat, rambut sewarna karamel panjang yang mencapai tengkuk, poni yang menutupi nyaris sebagian wajah yang pucat.
  221.  
  222. “K-285.” Chuuya menemukan Hagiwara berdiri di sampingnya, ikut membungkuk dengan topi berada di depan dada.
  223.  
  224. Usia anak ini mungkin tidak sampai delapan tahun.
  225. Lengan kurus itu dipenuhi bekas luka jahitan dan sayatan yang tidak wajar, leher dan tulang selangka yang menonjol. Di balik pakaian biru pucat itu mungkin bentuk tulang rusuk tercetak jelas di bawah permukaan kulit. Tangan dalam balutan sarung tangan hitam terangkat dan menyingkirkan helai-helai karamel itu dari wajah sang anak lelaki demi melihat wajahnya lebih jelas.
  226. Tangannya seketika menjauh, seolah helai rambut itu memiliki duri yang kini menembus dan tertancap di ujung jari-jarinya.
  227. Sang mafia mengambil beberapa langkah ke belakang.
  228.  
  229. "Jadi, kita akan membawa dua mayat ini dengan truk spesial anti kemampuan khusus yang pemerintah sediakan atau dengan kendaraan milik Port Mafia?"
  230. Pertanyaan retoris.
  231. "Tentu saja dengan kendaraan yang sudah kami siapkan,"
  232.  
  233. Hagiwara menjawab pertanyaan itu tanpa mempertanyakan maksud atau apapun yang berusaha Chuuya lakukan. Sang mafia hanya memberikan anggukan singkat sebelum melemparkan perintah pada anggota mafia, menjelaskan apa yang perlu mereka lakukan, ia kemudian menunjuk dua nama sebagai perwakilan untuk mengatasi masalah pemindahan mayat.
  234. Misi akan dimulai dalam 3 hari ke depan.
  235. Selama itu, Chuuya bisa saja turun ke kota untuk melakukan apapun yang ia mau.
  236.  
  237.  
  238. “Aku tidak butuh pengawal.” Katanya saat Hagiwara menawarkan diri untuk ikut bersamanya ke kota.
  239.  
  240.  
  241. Chuuya mengeluarkan sebatang rokok dan menyelipkannya di antara bibir sembari melangkah ke luar. Ia memutuskan untuk berjalan kaki sampai kota demi menghabiskan waktu sampai malam tiba, ia dengar Kyoto jauh lebih bagus saat malam hari. Selain itu, ia merasa bisa bergerak jauh lebih leluasa ketika rembulan menguasai langit.
  242.  
  243. Chuuya menanggalkan lapisan pakaian yang membuatnya terlihat mencolok di antara gelombang pejalan kaki—menyisakan rompi kelabu dan kemeja dengan lengan yang digulung sampai sikut. Dua tangan masih dibungkus sarung tangan hitam, topi masih menghias kepala dan hiasan yang menggantung dari sabuk masih membentur pahanya dalam setiap langkah.
  244. Chuuya memadamkan rokoknya saat menemukan dirinya semakin dekat dengan wilayah pemukiman dan menyakukan kedua tangan ke dalam celana. Iris biru terpaku pada aliran sungai raksasa yang seolah menjadi pembatas antara hutan lebat dan wilayah pariwisata. Ia menemukan beberapa perahu yang ditumpangi beberapa wisatasan dengan pelampung kuning terang terkalung di leher mereka.
  245.  
  246. Arus wisatawan di jalan utama mulai surut, kebanyakan bergerak menuju restoran untuk menyantap makan malam mereka atau menyaksikan pertunjukkan—mungkin juga menonton Geisha yang berkeliaran saat hari menjelang malam. Iris sang mafia bergerak pada setiap toko yang berjajar di samping trotoar. Langkahnya berhenti demi mendengarkan seorang pegawai menjelaskan barang dagangan dan menerima tawaran untuk mencicipi makanan dan menu spesial mereka sebelum menggeleng sopan dan menjauh.
  247.  
  248. Kegelapan yang perlahan memeluk kota tua tersebut kemudian diwarnai sinar keemasan dari lampu jalanan yang di desain dengan bentuk lentera. Terlihat juga beberapa petugaas yang dengan cekatan menyalakan beberapa lentera sungguhan yang kemudian mereka gantung di beberapa tempat khusus. Beberapa toko oleh-oleh melakukan hal serupa dan seolah berusaha memerangkap para turis asing yang memanfaatkan pemandangan tersebut untuk mengambil lebih banyak foto.
  249. Chuuya larut dalam pemandangan tersebut sebelum jarak pandangnya dipenuhi oleh lembaran kertas yang seolah tumpah dari langit. Otomatis sang mafia menghentikan langkah dan menatap sekeliling, beberapa turis dan pejalan kaki melakukan hal yang sama dan berusaha menangkap beberapa lembar untuk memeriksa isinya.
  250.  
  251. “AAAAAA!!! MAAF MAAF TOLONG JANGAN DIINJAAAK!!” Seseorang berteriak dari kejauhan.
  252.  
  253. Chuuya menangkap selembar yang jatuh di depan wajahnya dan menemukan sebuah peta tercetak di atasnya dengan beberapa garis. Sekilas, ia terlihat seperti peta biasa yang mungkin akan digunakan untuk wisata, namun untuk mata seorang mafia lembaran itu sama berharganya dengan emas batangan.
  254.  
  255. Chuuya menangkap sosok yang bergerak dari samping kirinya dan mulai memunguti kertas yang berserakan di trotoar dan menerima beberapa dari orang-orang yang membantunya. Telinganya menangkap suara ramah yang mengucapkan terima kasih dalam berbagai bahasa sebelum siluet itu mendekat padanya.
  256.  
  257. Sudut mata sang mafia menangkap tangan yang terulur seolah menginginkan kertas itu kembali.
  258.  
  259. Sepasang iris gelap menatapnya kembali.
  260. Sinar keemasan dari lampu jalanan memperlihatkan surai coklat karamel milik sosok asing tersebut, panjangnya melebihi kerah usang yang pemuda itu pakai sementara poninya nyaris menutupi sebagian mata yang dibingkai oleh kacamata. Tinggi pemuda itu tidak terlalu jauh berbeda dengan Chuuya, usianya mungkin 15 sampai 16 tahun. Tubuh kurus yang dibungkus jaket yang panjangnya mencapai betis dengan sweter merah maroon melapisi kemeja di lapisan terdalamnya.
  261.  
  262. Chuuya tidak mengembalikan kertas itu, iris biru menatap wajah asing yang masih dihias ukiran bulan sabit terbalik yang cerah.
  263.  
  264. “Darimana kamu dapat kertas ini?” Tanyanya dengan suara pelan nyaris berbisik.
  265. Pemuda itu mengabaikan racun dan ancaman yang tersembunyi di balik suara itu justru memiringkan kepalanya, masih dengan senyuman yang sama.
  266. “Kertas itu milikku, eksekutif Nakahara.”
  267.  
  268. Tangan dalam balutan sarung tangan hitam sweter rajutan merah itu dan menarik tubuh ringkih itu mendekat.
  269. “Menyerang seorang yang biasa sepertiku di jalanan yang ramai seperti ini hanya akan mengundang masalah untukmu lho, kamu yakin?” Suara itu menggelitik emosi sang mafia, darah perlahan naik ke atas kepala tapi ia tidak cukup ceroboh untuk membiarkannya meledak di sini. Ketika beberapa pasang mata menatap dengan cemas.
  270.  
  271. Cengkraman terlepas dan mendorong tubuh itu menjauh dengan ‘Tsk’.
  272.  
  273. “Ada restoran ramen enak dekat sini.. mau coba ke sana?” Suara itu kembali terarah padanya dan Chuuya menemukan ekspresi ramah menghias wajah itu.
  274. Tak tersirat sedikitpun rasa awas atau teror di mata itu.
  275. Tak terdengar sedikitpun nada yang membuat Chuuya harus ikut dengannya.
  276. Tak tercium sedikitpun aroma kebohongan dari kalimat itu.
  277.  
  278. Chuuya meremukkan kertas dalam genggaman dan membiarkan pemuda itu menunjukkan jalan.
  279.  
  280.  
  281. Kyoto, 23 March | 19:20
  282.  
  283. Kedai ramen yang dimaksud berjarak 15 menit jalan kaki. Chuuya terkejut saat menemukan keduanya benar-benar mampir ke sebuah kedai ramen dan pemuda yang berjalan di depannya menyapa pemilik di dalamnya dengan ramah sebelum menuntunnya menuju tempat duduk yang berada di pojok bangunan. Mejanya terbilang kecil dan menu dibuat menempel di atas permukaan meja. Chuuya menatap pemuda yang melepaskan jaket dan menggantungkannya di sandaran kursi kosong di sisi kirinya. Tumpukkan kertas menguasai sayap kiri meja dan bersandar pada tembok dengan cat pucat.
  284.  
  285. Iris coklat kemerahan kembali terlempar ke arah sang mafia, “Duduk saja. Kalau mau makan menunya ada di situ, kamu pasti pernah makan ramen, kan?”
  286.  
  287. Chuuya menghembuskan nafas panjang dan menarik kursi kosong di seberang pemuda asing ini untuknya duduk.
  288.  
  289. “Karaage set... Shio Ramen dan Chaahan lalu minumnya... hmm... Beer!!” Ucapnya pada seorang pelayan yang mencatat seluruh pesanan.
  290. Tangan sang pelayan terhenti saat mendengar kata terakhir dan memukul kepala pemuda itu sambil berkata, “Kamu masih di bawah umur, Ramune.”
  291. “Cih. Ramune mana cocok diminum dengan Ramen?!”
  292. “Tuan mau pesan apa?” Perhatian sang pelayan kemudian teralih pada Chuuya.
  293. “Ooooiiiiii!”
  294. Sang pelayan menyentil jidat sang pemuda sebelum kembali pada Chuuya yang menatap seluruh kejadian dengan banyak tanda tanya memenuhi kepalanya.
  295. “... Beer.”
  296. Sang pelayan mencatat pesanan itu dan bergerak kembali ke dapur.
  297.  
  298. “Secara fisik dan biologis aku memang masih di bawah umur, tapi secara teknis aku kan sudah mencukupi untuk minum beer..” Gerutu sang pemuda sebelum menarik sumpit dan menggosok-gosokannya di antara telapak tangan.
  299.  
  300. Belum sempat Chuuya membuka mulut, suara riang itu kembali sampai ke telinganya.
  301.  
  302. “Baccano!”
  303. Chuuya mengerjapkan mata beberapa kali.
  304. “Hmm... Okee.. Kita mulai dari perkenalan diri, aku Narita. Narita Ryohgo. Aku tidak bekerja di bawah pihak mana pun termasuk STRAIN jadi dugaanmu salah besar untuk yang satu itu. Aku juga tidak bermaksud menggagalkan rencana pengiriman kalian, sebaliknya.. aku berusaha menawarkan bantuan.”
  305. Chuuya membuka mulut namun pemuda itu mendekat, dua tangan bertumpuk di atas meja ketika bagian atas tubuhnya condong ke depan, mendekat ke arah sang mafia.
  306. “Jika kalian berniat kabur dari kejaran iblis itu maka rute yang kalian akan pakai itu hanya akan membawa kalian jatuh ke perangkap musuh... kalau aku bilang begitu, Nakahara-san tidak akan percaya, ya?”
  307.  
  308. Pemuda yang mengaku bernama Narita itu kembali menjaga jarak, punggung bersandar pada kursi sementara tangan kembali memainkan sumpit. Suara gesekkan bambu dengan telapak tangan menemani hening yang memerangkap keduanya.
  309.  
  310. “Percuma saja mencari fakta soal Puppeteer. Dia sudah memalsukan identitasnya dan kabur ke suatu tempat di Jepang, dan ya, apa yang berada dalam peti itu bukan mayat melainkan boneka yang berada dalam pengaruh kemampuan khusus Puppeteer.”
  311. Narita melanjutkan monolog yang sekaligus menjawab seluruh pertanyaan yang muncul dalam kepala Chuuya satu persatu. Iris itu menatap dua permata sewarna langit milik sang mafia sebelum melemparkan sebuah senyum tipis dan meletakkan sumpitnya ke atas meja dengan malas. Tangannya kemudian beralih pada kertas dan mengambil beberapa sebelum menyerahkannya pada Chuuya.
  312.  
  313. Menemukan Chuuya yang tak kunjung menerima lembaran itu membuat Narita terkekeh dan meletakkannya di atas meja, menyebarkan beberapa lembar hingga berjajar rapi di depan sang mafia.
  314.  
  315. Sebuah profil.
  316. Seorang anak lelaki dengan rambut pirang terlihat di ujung kiri kertas, dua iris jamrudnya menatap kamera dengan malas.
  317. Sinclair Hesse.
  318.  
  319. “Nakahara-san pernah dengar istilah One-hand Eden? Menciptakan surga dengan salah satu tangan, menjadi sosok dewa dan menjauhkan kebahagiaan dari jangkauan tangannya. 10 tahun yang lalu ada seorang anak yang terlahir dengan kemampuan itu, terjebak dalam surga yang tidak memiliki kebahagiaan dan menuduh iblis dengan wajah serupa dengannya menjadi penyebab dan mengusirnya dari surga.”
  320.  
  321. Chuuya sibuk membaca profil yang lebih cocok disebut jurnal penelitian mengenai kemampuan khusus milik anak bernama Sinclair Hesse. Iris birunya kembali pada Narita yang tak melanjutkan dongeng anehnya dan menemukan pemuda itu tersenyum dari kursinya.
  322.  
  323. “Penelitian mengenai Sinclair berhenti sebelum mereka berhasil menemukan cara agar anak itu bisa hidup seperti anak pada umumnya—tidak, mereka membunuh Sinclair sebelum ia menemukan kebenaran di balik kemampuannya.”
  324. “Maksudmu?”
  325. Narita mengarahkan jari telunjuknya ke atas bibir dan sebelum Chuuya sempat bertanya ia menemukan pelayan tadi tiba dengan pesanan mereka. Setelah meletakkan seluruh pesanan dan menempelkan tagihan di pojok meja ia pun menjauh.
  326.  
  327. “Yah... bisa dibilang Sinclair terjebak dalam sebuah skenario aneh yang juga membantunya mengendalikan kemampuan khusus yang ia miliki. Skenario itu dikenal dengan nama One-hand Eden.” Lanjut Narita sembari menyumpit ramennya.
  328. “Aku tidak datang ke sini demi mendengar ocehanmu tentang pemilik kemampuan khusus yang bahkan tidak kukenal.” Ucap Chuuya sebelum menghembuskan nafas panjang.
  329. Narita menggeleng sebelum beralih pada Karaage dan menggigit ayam goreng tepung itu beberapa kali. “Sinclair adalah pemilik kemampuan khusus yang bekerja di bawah Puppeteer. Tidak. Lebih tepat kalau aku menyebutnya sebagai anak kesayangan.. yah.. kurang lebih begitu.”
  330. Narita menemukan jawaban itu tidak memuaskan sang mafia dan menarik tisu sebelum mengusap bibirnya dan melanjutkan. “Nakahara-san belum sadar juga ke mana arah pembicaraan ini? Apa nama belakang Sinclair? Siapa lagi orang yang memiliki nama yang sama dengan anak ini?”
  331. “Ha?” Chuuya tanpa sadar mengangkat suara dan bermaksud mencekik pemuda itu untuk memuntahkan seluruh informasi, namun tubuh sang mafia membeku.
  332.  
  333. Sang mafia kembali melemparkan pandangannya pada lembaran kertas tersebut.
  334.  
  335. Sinclair Hesse.
  336. Hesse.
  337.  
  338. “Yap.” Narita mengangguk. “Dia anak Hermann Hesse yang terkenal itu.”
  339. “Anak ini iblis yang kamu maksud?” Tanya Chuuya dengan telunjuk berada di atas foto Sinclair.
  340. Narita mengerjapkan matanya beberapa kali dan membiarkan senyum cerah kembali menghias wajahnya.
  341.  
  342. “Darimana kamu dapat informasi ini?” Tanya Chuuya lagi.
  343. “Dari Puppeteer.”
  344. “Ha?”
  345. “Aku menukarnya dengan informasi jalur yang akan kalian pakai untuk mengirim dua peti mati itu ke Yokohama.”
  346.  
  347. Nyaris di detik selanjutnya tubuh Narita berada di lantai dengan Chuuya menahan satu tangannya ke belakang. Mereka berada di pojok restoran, jauh dari mata-mata jahil sementara keduanya tidak membuat keributan. Chuuya pun berusaha menghindari keributan dan mengandalkan kemampuannya demi membuat tubuh sang pemuda terlempar ke lantai sebelum memberikan lebih banyak daya gravitasi dan membuat tubuh itu tertanam ke lantai. Bilah perak berada dekat nadi sang pemuda yang terkekeh di bawah pijakan sang mafia.
  348.  
  349. “Nakahara-san mudah sekali marah..” Ucap Narita di sela tawa renyahnya.
  350. Seolah ia tidak paham posisinya saat ini.
  351. Tentu saja, itu membuat Chuuya semakin tergoda untuk mengiris leher itu.
  352.  
  353. “Aku tidak memihak siapapun dalam perseteruan ini, namun jika ada seseorang yang berniat membeli informasi dariku dengan harga yang setimpal maka aku akan memberikannya begitu saja. Itulah cara kerjaku. Namun aku juga tidak cukup bodoh untuk membiarkan orang-orang berbahaya menyulut perang dan melibatkan orang-orang tak bersalah dalam permasalahan pribadi mereka yang konyol.” Ucap Narita.
  354. “Dan menurutmu aku akan percaya kalimat itu?”
  355. “Tidak.” Kata Narita diikuti dengusan.
  356. Bilah pisau menempel pada permukaan kulit, perlahan menciptakan garis merah di atasnya.
  357. “Nakahara-san tidak perlu percaya padaku..”
  358. “Haa?”
  359. “Apa Nakahara-san tahu arti Baccano dalam bahasa Jepang?”
Advertisement
Add Comment
Please, Sign In to add comment
Advertisement