Advertisement
richter_h

cileupeut1.old

Feb 7th, 2014
106
0
Never
Not a member of Pastebin yet? Sign Up, it unlocks many cool features!
text 7.32 KB | None | 0 0
  1. Hasan dan Luna, bersama-sama pulang dengan mengendarai sepeda butut Hasan yang memang rada tua dan butut. Pengalaman baru buat Luna karena baru kali ini dia pulang dibonceng oleh seorang pemuda slengean tapi baik itu. Sepanjang jalan sampai ke taman kota, Luna menikmati pemandangan dan suasana Cileupeut yang dia rasa berbeda dari biasanya...
  2.  
  3. Setibanya di taman kota, dimana kios Mang Duleh berada persis di dekat taman kota itu, Luna turun dari sepeda dan lantas melanjutkan perjalanan pulangnya jalan kaki. Hasan hanya bisa memasang wajah terpana saat Luna pamit dan kembali melempar senyum padanya. Mungkin hari ini adalah mimpi, pikirnya. Tapi dia ingat dia harus cepat-cepat menuju toko di sebrang taman, dimana Mang Duleh membuka usahanya dalam bidang kelontongan.
  4.  
  5. Ceritanya, sore itu, Hasan berniat untuk mencari kerjaan di kiosnya Mang Duleh, yang berada persis di depan taman kota. Mang Duleh, lelaki paruh baya botak plontos dengan wajah ramahnya itu, adalah orang yang pertama kali Hasan kenal di Cileupeut tiga tahun lalu. Katanya, Mang Duleh sendiri juga asli Pasirmalang.
  6.  
  7. “Kerjaan?” Mang Duleh hanya bengong saat Hasan mengutarakan apa yang Mang Duleh ingin tahu dari Hasan yang sampai harus membuat janji; lowongan pekerjaan. “Paling Mamang enggak punya banyak kerjaan disini, lagian kalo bener kamu pengen kerja disini bayarannya enggak seberapa. Gimana?”
  8.  
  9. Hasan langsung menerima kerjaan dari Mang Duleh, dimana upahnya hanya cukup untuk makan siang dan beberapa picisan yang mungkin bisa Hasan tabung. Maklum saja, Mang Duleh jarang sekali memperkerjakan orang lain dan dalam beberapa tahun bisa membangun bisnis kelontongan di daerah itu sendiri. Walau diantara kebimbangan dan rasa kekeluargaannya pada Hasan itu, Mang Duleh membolehkan Hasan kerja di kiosnya dengan upah yang sedikit.
  10.  
  11. “Besok lusa datang lagi ke sini. Kebetulan bakalan dateng pasokan barang dari Tanjungkelapa, juga nanti ada upah tambahan dari supir truk.”
  12.  
  13. Hasan lantas pulang ke kost-annya. Dengan sepeda bututnya hasil dari menabung sejak pertama dia berada di Cileupeut yang dia beli saat dia menginjak tahun kedua di sekolahnya, dia susuri jalanan kota di hari yang mulai gelap. Pekerjaan menanti besok hari...
  14.  
  15. Tapi, saat dia memutar jalan melewati sekolahnya, Hasan melihat seseorang yang baru saja keluar dari gerbang sekolah. Karena penasaran Hasan datangi orang yang baru pulang sekolah sesore itu, dan dia heran karena ternyata orang itu adalah Luna, yang bersamanya pergi ke taman kota siang tadi. Hasan hanya heran karena tadi Luna terus bersamanya dalam perjalanan pulang sampai ke kiosnya Mang Duleh. Masih membawa koper hijaunya, Luna yang spontan melihat Hasan yang kebetulan lewat dan menghampirinya terkaget dan diam.
  16.  
  17. “Oh, tadi ada yang ketinggalan di dalam. Makanya aku balik lagi ke sini...” jawab Luna dengan sedikit gugup saat Hasan bertanya kenapa dia masih ada di sekolah.
  18.  
  19. “Aslinya bikin kaget, tapi sudahlah.” Hasan garuk-garuk kepala, masih heran kenapa Luna bisa ada di sekolah lagi sore itu. “Dan juga, udah mau malam nih... Katanya kalo pulang kemaleman dimarahin, kan?”
  20.  
  21. “Ah itu sih udah biasa buatku,” Luna senyum-senyum karena Hasan makin heran dengan tingkahnya.
  22.  
  23. “Ya udah, lebih cepet naek sepeda daripada jalan kaki, kan? Dibonceng sampe depan mau, enggak?”
  24.  
  25. “I-iya deh...”
  26.  
  27. Duduk di jok belakang, untuk kedua kalinya Luna merasakan perjalanan dengan mengendarai sepeda karena seringkali dia hanya jalan kaki atau naik bis kota jika bepergian. Dia langsung berpegangan pada Hasan saat dia diberitahu agar tidak terjatuh dari sepeda, lagi. Menyusuri jalanan kota yang hangat dan agak remang-remang, sekarang suasananya berbeda dengan kalo pertama Luna dibonceng; sesekali mereka berdua membicarakan seputar keseharian masing-masing. Maklum, mereka berdua walau satu sekolah tapi mereka baru kenal satu sama lain sejak tadi pagi.
  28.  
  29. Baik untuk Hasan maupun Luna, perjalanan pulang kali ini terasa berbeda. Sangat berbeda dan makin jauh dari rutinitas saat Hasan malah membelokkan sepedanya ke jalanan menuju beberapa tempat yang ramai jika malam tiba, seperti pasar malam dan balai kota Cileupeut. Kilah Hasan, jalan itu walau agak jauh tapi lebih aman daripada melewati jalanan yang sepi dan gelap seperti jalan yang Luna tunjuk ketika Hasan akan berbelok ke arah balai kota.
  30. “Tapi santai aja. Ngga bakalan sampe kemaleman kok pas nyampe rumahnya.” Hasan meyakinkan Luna yang mulai cemas dia akan sampai rumah terlalu larut lagi.
  31.  
  32. Luna kaget, dia pikir Hasan akan mengantarnya sampai ke taman kota seperti tadi sore.
  33.  
  34. “Hasan, apa kamu...”
  35.  
  36. “Sekarang, kasih tau jalan mana aja yang biasanya kamu lewatin. Saya anter sampe depan rumah kamu. Saya ngambil jalan sini juga lantaran saya ngga tau rumah kamu dimana...”
  37.  
  38. Kilah Hasan yang diikuti dengan tawa spontannya membuat Luna makin kaget lagi, ternyata yang dimaksud ‘mengantar sampai depan’ adalah mengantar sampai depan rumahnya. Pikirannya saat itu sudah kemana-mana bahkan sudah diluar Cileupeut. Dan Luna sempat berpikir, inikah yang dimaksud dengan kencan oleh teman-teman sekelasnya. Boleh dibilang, Luna tidak punya pengalaman apa-apa tentang cinta, berbeda dengan gadis-gadis lain seumurannya yang malah sudah bisa bikin satu buku tebal berisi kode etik dan tatacara berpacaran untuk umum.
  39.  
  40. Lantas, Luna kembali ke alam sadarnya ketika Hasan terus menanyakan jalan. Spontan saja dia menunjuk ke arah kiri saat ada percabangan jalan. Tentunya, jalan yang ditunjuk Luna itu bsia dibilang kawasan pasar malam Cileupeut.
  41. “Sekarang saya yang heran,” celoteh Hasan. “Yang dikata sama Marko soal kencan tuh kayak gini kali ya...”
  42. Melewati tempat-tempat yang selalu ramai tiap malam itu, dan tidak lupa membeli kudapan untuk di jalan, akhirnya mereka sampai di depan rumahnya Luna. Hasan kaget karena rumahnya Luna ternyata sering dia lewati tiap pergi dan pulang sekolah.
  43.  
  44. “Ya udah, kapan-kapan mampir, ya!” Luna lantas masuk ke rumahnya setelah gagal mengajak Hasan untuk mampir dulu. Hasan hanya bisa menolak karena dia baru kenal Luna tadi pagi dan merasa malu kalau harus mampir ke rumahnya hari itu juga.
  45.  
  46. Hasan mengayuh sepedanya menuju ke kost-annya yang tidak terlalu jauh dari rumah Luna, tanpa dosa, tanpa komentar, hanya ada kenangan manis dan pengalaman pulang yang berbeda. Sementara itu, Luna yang baru saja masuk ke rumahnya, setelah mengucap salam dia dikagetkan oleh gadis belia yang lebih muda darinya, memasang muka menggoda dan menahan tawa.
  47.  
  48. “Cieee... sekarang Kak Luna punya pacar...”
  49.  
  50. It’s super effective! Luna langsung terpaku dan tersipu malu mendengar kata-kata itu.
  51.  
  52. “Elona!”
  53.  
  54. “Wah, wah, kok kalo punya pacar ngga bilang-bilang...” Satu lagi kalimat—sekarang dilontarkan oleh ibunya Luna yang kebetulan lewat sambil bawa sepanci sup panas yang membuat Luna makin terpaku. Beruntung, ayahnya Luna sedang keluar kota saat itu, bisa membuat Luna masih bisa bernafas.
  55.  
  56. BRAKK!!
  57.  
  58. Suara yang seperti sepeda yang menabrak tembok itu mengagetkan seisi rumah. Lantas semuanya keluar untuk melihat apa yang terjadi di jalan depan rumah. Dan ternyata, suara itu adalah suara sepeda Hasan yang menabrak tiang listrik. Sepedanya dan Hasan sendiri tidak apa-apa, tapi kejadiannya cukup untuk membuat kaget seisi rumah.
  59. “Apa? Ah, ngga apa-apa kok... Cuma nabrak biasa...” Hasan sambil ketawa kambing lantas berdiri, naik sepeda lagi dan lantas meluncur pergi.
Advertisement
Add Comment
Please, Sign In to add comment
Advertisement