Advertisement
gikuun

cerita inspiratif

Dec 12th, 2012
51
0
Never
Not a member of Pastebin yet? Sign Up, it unlocks many cool features!
text 6.06 KB | None | 0 0
  1. CAPTER I
  2. Seperti biasa Andrew, Kepala Cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam.
  3. Tidak seperti biasanya, Sarah, putri pertamanya yang baru duduk di kelas tiga SD membukakan pintu untuknya.
  4. Nampaknya ia sudah menunggu cukup lama.
  5. "Kok, belum tidur ?" sapa Andrew sambil mencium anaknya.
  6. Biasanya Sarah memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.
  7. Sambil membuntuti sang Papa menuju ruang keluarga, Sarah menjawab, "Aku nunggu Papa pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Papa ?"
  8. "Lho tumben, kok nanya gaji Papa ? Mau minta uang lagi, ya ?"
  9. "Ah, enggak. Pengen tahu aja" ucap Sarah singkat.
  10. "Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Papa bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp. 400.000,-.
  11. Setiap bulan rata-rata dihitung 22 hari kerja.
  12. Sabtu dan Minggu libur, kadang Sabtu Papa masih lembur. Jadi, gaji Papa dalam satu bulan berapa, hayo ?"
  13. Sarah berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar sementara Papanya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Andrew beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Sarah berlari mengikutinya. "Kalo satu hari Papa dibayar Rp. 400.000,-untuk 10 jam, berarti satu jam Papa digaji Rp. 40.000,- dong" katanya.
  14. "Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, tidur" perintah Andrew. Tetapi Sarah tidak beranjak.
  15. Sambil menyaksikan Papanya berganti pakaian,Sarah kembali bertanya,
  16. "Papa, aku boleh pinjam uang Rp. 5.000,- enggak ?"
  17. "Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini ?Papa capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah".
  18. "Tapi Papa..."
  19. Kesabaran Andrew pun habis. "Papa bilang tidur !" hardiknya mengejutkan Sarah.
  20. Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya.
  21. Usai mandi, Andrew nampak menyesali hardiknya. Ia pun menengok Sarah di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Sarah didapati sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp. 15.000,- di tangannya.
  22. Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Andrew berkata,
  23. "Maafkan Papa, Nak, Papa sayang sama Sarah. Tapi buat apa sih minta uang malam-malam begini ? Kalau mau beli mainan, besok kan bisa.
  24. Jangankan Rp.5.000,- lebih dari itu pun Papa kasih" jawab Andrew
  25. "Papa, aku enggak minta uang. Aku hanya pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini".
  26. "lya, iya, tapi buat apa ?" tanya Andrew lembut.
  27. "Aku menunggu Papa dari jam 8. Aku mau ajak Papa main ular tangga. Tiga puluh menit aja. Mama sering bilang kalo waktu Papa itu sangat berharga. Jadi, aku mau ganti waktu Papa. Aku buka tabunganku,
  28. hanya ada Rp.15.000,- tapi karena Papa bilang satu jam Papa dibayar Rp. 40.000,- maka setengah jam aku harus ganti Rp. 20.000,-.
  29. Tapi duit tabunganku kurang Rp.5.000, makanya aku mau pinjam dari Papa" kata Sarah polos.
  30. Andrew pun terdiam. ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat dengan perasaan haru. Dia baru menyadari, ternyata limpahan harta yang dia berikan selama ini, tidak cukup untuk "membeli" kebahagiaan anaknya.
  31.  
  32. CAPTER II
  33. Semuanya itu disadari John pada saat dia termenung seorang diri, menatap kosong keluar jendela rumahnya. Dengan susah payah ia mencoba untuk memikirkan mengenai pekerjaannya yang menumpuk. Semuanya sia-sia belaka.
  34. Yang ada dalam pikirannya hanyalah perkataan anaknya Magy di suatu sore sekitar 3 minggu yang lalu. Malam itu, 3 minggu yang lalu John membawa pekerjaannya pulang. Ada rapat umum yang sangat penting besok pagi dengan para pemegang saham.
  35. Pada saat John memeriksa pekerjaannya, Magy putrinya yang baru berusia 4 tahun datang menghampiri, sambil membawa buku ceritanya yang masih baru. Buku baru bersampul hijau dengan gambar peri. Dia berkata dengan suara manjanya, "Papa lihat!" John menengok kearahnya dan berkata, "Wah, buku baru ya?" "Ya Papa!" katanya berseri-seri, "Bacain dong!" "Wah, Ayah sedang sibuk sekali, jangan sekarang deh", kata John dengan cepat sambil mengalihkan perhatiannya pada tumpukan kertas di depan hidungnya.
  36. Magy hanya berdiri terpaku disamping John sambil memperhatikan. Lalu dengan suaranya yang lembut dan sedikit dibuat-buat mulai merayu kembali "Tapi mama bilang Papa akan membacakannya untuk Magy". Dengan perasaan agak kesal John menjawab: "Magy dengar, Papa sangat sibuk. Minta saja Mama untuk membacakannya". "Tapi Mama lebih sibuk daripada Papa" katanya sendu. "Lihat Papa, gambarnya bagus dan lucu." "Lain kali Magy, sana! Papa sedang banyak kerjaan."
  37. John berusaha untuk tidak memperhatikan Magy lagi. Waktu berlalu, Magy masih berdiri kaku disebelah Ayahnya sambil memegang erat bukunya. Lama sekali John mengacuhkan anaknya. Tiba-tiba Magy mulai lagi "Tapi Papa, gambarnya bagus sekali dan ceritanya pasti bagus! Papa pasti akan suka". "Magy, sekali lagi Ayah bilang: Lain kali!" dengan agak keras John membentak anaknya.
  38. Hampir menangis Magy mulai menjauh, "Iya deh, lain kali ya Papa, lain kali". Tapi Magy kemudian mendekati Ayahnya sambil menyentuh lembut tangannya, menaruh bukunya dipangkuan sang Ayah sambil berkata "Kapan saja Papa ada waktu ya, Papa tidak usah baca untuk Magy, baca saja untuk Papa. Tapi kalau Papa bisa, bacanya yang keras ya, supaya Magy juga bisa ikut dengar".
  39. John hanya diam. Kejadian 3 minggu yang lalu itulah sekarang yang ada dalam pikiran John. John teringat akan Magy yang dengan penuh pengertian mengalah. Magy yang baru berusia 4 tahun meletakkan tangannya yang mungil diatas tangannya yang kasar mengatakan: "Tapi kalau bisa bacanya yang keras ya Pa, supaya Magy bisa ikut dengar". Dan karena itulah John mulai membuka buku cerita yang diambilnya, dari tumpukan mainan Magy di pojok ruangan.
  40. Bukunya sudah tidak terlalu baru, sampulnya sudah mulai usang dan koyak. John mulai membuka halaman pertama dan dengan suara parau mulai membacanya. John sudah melupakan pekerjaannya yang dulunya amat sangat penting. Ia bahkan lupa akan kemarahan dan kebenciannya terhadap pemuda mabuk yang dengan kencangnya menghantam tubuh putrinya di jalan depan rumah. John terus membaca halaman demi halaman sekeras mungkin, cukup keras bagi Magy untuk dapat mendengar dari tempat peristirahatannya yang terakhir. Mungkin...
Advertisement
Add Comment
Please, Sign In to add comment
Advertisement