Advertisement
shuichi

REVIEW FILM

Mar 4th, 2020 (edited)
14,233
0
Never
Not a member of Pastebin yet? Sign Up, it unlocks many cool features!
text 18.97 KB | None | 0 0
  1. "Terpecah belah oleh sesuatu yang tak nampak oleh mata."
  2. Seorang Steven Soderbergh sukses membuat kita ketakutan dengan sebuah thriller menegangkan mengenai sebuah virus yang secara perlahan mulai menginfeksi manusia dan menyebabkan wabah global. Tenang! Contagion bukan seperti 28 days later (2002) atau Resident Evil yg menampilkan berbagai visual horor dari dampak penyebaran virus. Tampil lebih tajam, cerdas dan nyata dalam penggambarannya – yang membuat film ini bahkan mampu tampil lebih mengerikan dari film-film bertema penyebaran virus lainnya. Jaminan para aktor kelas atas pun tidak disia-siakan begitu saja oleh Soderbergh. Semua karakter yang mereka perankan berhasil dimainkan dengan sempurna menjadi sosok karakter yang kuat namun tetap mampu untuk memperlihatkan sisi kerapuhan dirinya.
  3.  
  4.  
  5. Kisah cinta antara Marianne (Noémie Merlant) dan Héloïse (Adèle Haenel) yang “lebih dari hanya sekedar antara teman wanita”.
  6. Sisi kemanusiaan yang ditampilkan adalah representasi tajam tentang praktik hidup yang sangat dekat dengan perempuan. Sakitnya menstruasi dan aborsi yang dilakukan dengan cara tradisional.
  7. Alih-alih berusaha kritis dan “mendobrak aturan”, Sciamma menempatkan keduanya dalam posisi pasrah dan “menerima” budaya patriarki (yang tentu saja diciptakan oleh laki-laki) sebagai takdirnya.
  8. Portrait of a Lady on Fire adalah gambaran sempurna para wanita di abad 18 yang terkungkung budaya patriarki dengan sangat realistis.
  9.  
  10.  
  11. Komunisme, sebagai perkembangan penuh dari naturalisme, sama dengan humanisme, dan sebagai perkembangan penuh dari humanisme sama dengan naturalisme; ia merupakan resolusi sejati atas konflik manusia dengan alam dan antara manusia dengan manusia—resolusi tulen atas ketegangan eksistensi dengan esensi, antara objektivikasi dan konfirmasi diri, antara kebebasan dan keniscayaan, antara individu dan spesiesnya.
  12. Komunisme berbeda dengan semua gerakan di masa lalu karena ia menjungkirbalikkan basis dari semua relasi produksi sebelumnya, dan untuk pertama kalinya secara sadar memperlakukan segala premis yang dianggap natural sebagai ciptaan manusia, melucuti mereka dari status alami dan menundukkan mereka pada kekuatan individu-individu yang bersatu. Pengorganisasiannya karena itu secara esensial adalah ekonomik, yaitu produksi material dari syarat-syarat persatuan ini.
  13.  
  14.  
  15. Lovely Man secara konsep mengingatkan gw sama film Before Sunrise karya Richard Linklater. Karena mayoritas film berdurasi 75 menit ini kita akan disuguhkan dialog antara dua tokoh yang terlihat berbeda satu sama lain saat mereka saling berbicara, bertukar pikiran, pengalaman, dan perasaan. Kedua tokoh tersebut adalah Cahaya (Raihaanun) dan Saiful/Ipuy (Donny Damara). Baik Donny maupun Raihaanun menurut gw udah berhasil memerankan tokoh mereka dengan sangat baik, dengan menciptakan hubungan Ayah dan Anak yang awalnya berjarak menjadi lebih semakin hangat. Peran Donny Damara sebagai seorang transpuan yang bekerja di dunia malam, memberikan sedikit kritikan sosial mengenai bagaimana kaum transpuan yang selalu dipandang sebelah mata. Sebuah drama sederhana yang mangandung banyak nilai-nilai moral yang disampaikan dengan gamblang dan membuat kalian yang menonton akan merenungkan kebenaran yang ada. Lovely Man is something when you are looking for something different.
  16.  
  17.  
  18. Siapa yang tidak kenal dengan sosok wanita perkasa yang satu ini? Dia adalah Ruth Bader Ginsburg, seorang hakim agung di Mahkamah Agung Amerika Serikat yang terkenal dengan julukan “Notorious RBG”. Lewat dokumenter ini, kita diajak mengenal sosok Ruth dari saat ia remaja hingga kini yang menginjak usia 87 tahun. Melalui kerja keras dan dedikasinya selama puluhan tahun, menjadikan Ruth sebagai seorang ikon dalam bidang hukum yang terus fokus memperjuangkan keadilan dan isu kesetaraan gender untuk kaum perempuan dan minoritas di Amerika. Di usia senja, ia banyak menuangkan pikiran-pikirannya lewat tulisan untuk menyebarluaskan gagasan tentang pentingnya kesetaraan. Sosok seorang Ruth adalah gambaran besar tentang wanita paling berpengaruh dalam politik modern Amerika saat ini.
  19. Kalian juga bisa menonton film biopic berjudul On the Basis of Sex, jika ingin melihat sosok Ruth dari sudut pandang yang berbeda.
  20.  
  21.  
  22. Film ini dibuat berdasarkan kisah nyata tentang hubungan antara Joseph Ratzinger (Paus Benedict XVI) dan Jorge Mario Bergoglio (Paus Francis. Cerita dimulai saat keduanya saling 'berkompetisi' dalam pemilihan Paus yg baru, seusai mangkatnya Paus John Paul II. Kemudiaan saat Ratzinger terpilih sebagai Paus yg baru, Bergoglio mulai membuat keputusan dalam hidupnya untuk mundur dari jabatannya sebagai pejabat Kardinal di Argentina. Selama hampir 2 jam durasi film ini, kita akan disajikan dengan rangkaian dialog yg terus mengalir antara Bergoglio dan Ratzinger yg bisa kita rasakan begitu dalam dan tegas. Mungkin tanpa Anthony Hopkins dan Jonathan Pryce, kekuatan dialog dari naskah yg ditulis oleh Anthony McCarten tidak akan begitu terasa impactnya. Pada akhirnya The Two Popes hanyalah sebuah film yg berisi tentang obrolan dua manusia lanjut usia, seiring berjalannya waktu berusaha berdamai dgn dosa pribadi, juga dengan satu sama lain. Dengan mengesampingkan perbedaan atas nama agama dan keberlangsungan umat.
  23. “Forgiveness is not enough. Sin is more than a stain. Sin is a wound. It needs to be treated, healed”
  24.  
  25.  
  26. Brooklyn hadir dengan narasi ketika seseorang merindukan kampung halamannya atau biasa dibilang homesick. Buat kalian yg pernah atau sedang merantau pasti merasakan hal ini. Saoirse Ronan berperan sebagai Ellis Lacey, seorang gadis asal Irlandia yg mencoba peruntungannya dengan merantau ke Amerika dan menetap di Brooklyn, New York. Ellis kemudian bertemu dengan seorang pria yg berhasil memikat hatinya, Tony Fierrelo, pria Italia yg menjadi orang paling dekat utk Ellis selama tinggal di Brooklyn. Bak dua sisi koin yg berbeda, bisa dilihat bagaimana rasa bimbang dan dilema Ellis utk memutuskan semuanya sendiri. Tanpa konflik yg berlebihan, semua berjalan sesuai dengan porsinya masing-masing. Satu keunggulan dari Brooklyn adalah bagaimana ia tetap bisa sangat emosional dari sisi drama – tanpa harus mengubah momen-momen dramatisnya. Jadi, dimanakah rumah yg sesungguhnya utk seorang Ellis?
  27.  
  28.  
  29. The Wailing adalah horror terbaik yg dimiliki perfilman Korea modern saat ini. Sebuah kombinasi sempurna dengan mencampurkan berbagai genre yang tidak hanya horror, tapi juga misteri dan thriller yg membuat suasana makin kelam. Berkisah di sebuah pedesaaan kecil bernama Goksung yg awalnya damai, tiba-tiba berubah seketika saat wabah kematian misterius terjadi di desa tersebut. Polisi yg awalnya menyatakan wabah tersebut berasal dari jamur liar beracun, namun ada seorang polisi yg tidak percaya dengan hal itu lalu melakukan investigasi lebih dalam. Lalu ia pun mencurigai seorang pria jepang misterius yg menjadi pendatang di Goksung, siapa dia? Apa tujuannya tinngal di Goksung? The Wailing bukan tipe film horror yg menampilkan hantu atau melibatkan jump scare moment. Tanpa dua hal tersebut pun, film ini tetap bisa membangun atmosfer yg membuat penontonnya merasa tidak nyaman dan paranoid, sekaligus penasaran dgn misteri yg ada. Sang sutradara juga berani memasukan unsur folklore religion yg lekat dengan nilai-nilai tradisional, ditambah unsur Christianity. Kita akan diperkenalkan dengan perdukunan dan ilmu hitam versi Korea Selatan. Pokoknya dalam durasi 2 jam kalian bakal disuruh buat ngerangkai puzzle yg berserakan, dan menebak-nebak sebenarnya siapa yg jahat dan siapa yg baik. And yes it is creepy as fuck.
  30.  
  31.  
  32. Kalian kira 'Parasite' yg kemarin menang di kategori film terbaik di Oscar kemarin itu film terbaik? That means you missed this one. Karya sutradara Park Chan-wook yg empat belas tahun sukses menghasilkan karya jenius 'Oldboy'. The Handmaiden diangkat dari novel Fingersmith milik Sarah Waters. Berkisah tentang seorang pelayan Sook-Hee (Kim Tae-ri) yg bertugas melayani wanita kaya raya Hideko (Kim Min-Hee) saat wilayah Korea masih diduduki oleh Jepang. Sook-Hee berpura-pura baik hati, dan sebenarnya punya niat untuk menipu sang majikan dan mengambil semua harta warisannya. Akan tetapi rupanya kisah intrik-intrik ini tidak sesederhana itu. The Handmaiden dibuat dengan balutan sex-scene yg terbilang cukup eksplisit alias vulgar, tapi bukan sembarang sex-scene yg cuma ingin memancing nafsu penontonnya loh. Adegan erotisnya punya nilai artistik dan esensial tersendiri utk membangun konflik dan karakter si tokoh. Tiap layering twist-nya juga dibuat sangat sempurna, dibarengi dengan visual, desain set, kostum, dan scoring yg bisa kita nikmati dengan nyaman. Membuat The Handmaiden menjadi sebuah Mahakarya di tahun 2016.
  33.  
  34.  
  35. House of Hummingbird hadir sebagai film coming-of-age pada umumnya. Kisahnya yg mencapture tentang kesendirian dan pencarian jati diri dari tokoh utama, Eun-Hee. Kehidupan Eun-hee didominasi oleh banyak hal yg mudah membuatnya tertekan. Keluarga yg tidak harmonis, tuntutan pendidikan, hubungan asmara yg begitu datar, hingga persahabatan yg tidak selamanya manis. Tekanan hidup yg dirasakan Eun-hee layaknya orang dewasa, rasa sakit yg berlangsung lama dan sulit untuk dilepaskan. Hingga kemudian, hadirlah sosok Young-ji, seorang guru di tempat les Eun-hee. Sosok Young-ji menjadi rumah bagi Eun Hee berbagi kegundahan dan letupan-letupan perasaanya. Bagaimana akhirnya ia memberanikan diri untuk belajar dari luka-lukanya, belajar utk mencintai dirinya sendiri, dan belajar untuk berani bersuara. Alurnya memang berjalan lambat, datar, dan tidak banyak dialog yg diutarakan oleh Eun-hee. Ini memperjelas kalau semua hal tidak bisa berjalan dengan cepat dan semau kita sendiri. Sutradara Kim Bora mengajak kita memperhatikan hal-hal kecil yg berubah, berkembang, hilang, dan tumbuh, dalam semesta Eun Hee.
  36. "Full of people whose faces we know, but how many of those do we really understand?"
  37.  
  38.  
  39. Sebuah peristiwa bersejarah pada PD-II yg dinamakan The Dunkirk Evacuation atau Operation Dynamo, dicetuskan oleh Winston Churchill yg pada saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Britania Raya. Peristiwa ini menjadi kekalahan telak bagi pihak sekutu oleh Jerman di fase pertama PD-II, setelah sebelumnya Jerman telah lebih dulu menguasai Belgia, Belanda, dan Prancis. Ada 300.000 lebih tentara sekutu yg berhasil dievakusi dari Dunkirk dengan menggunakan armada kapal perang, kapal pesiar, kapal nelayan, dan sekoci. Kalo kalian penasaran gimana gambaran visual dari peristiwa evakuasi besar-besaran ini, boleh dicoba tonton film Dunkirk (2017) & Darkest Hour (2017).
  40.  
  41.  
  42. Mendengar nama John Carney pasti tidak akan asing kalo udah pernah nonton Once & Begin Again, tidak salah jika menyebutnya salah satu sutradara musikal terbaik saat ini. Sing Street adalah karya Carney yg terasa paling personal—sebuah surat cinta masa remajanya pada Dublin di tahun 1980-an. Lewat sosok seorang Conor yg punya impian utk menjadi musisi terkenal dengan membentuk sebuah band bersama teman-teman sekolahnya. Dublin yg saat itu sedang dilanda tren musik britpop-new wave punya pengaruh besar terhadap band bentukan Conor, berevolusi dari Duran-Duran yang funky ke The Cure yg akhirnya menjadi persona band mereka. Peranan musik yg ada di film ini tidak hanya sekedar "musikal" biasa, tapi berusaha utk menceritakan kisahnya masing-masing secara tersirat. Sebuah film coming-of-age yg bittersweet and beautifully written. I enjoy every seconds of it.
  43.  
  44.  
  45. Chutimon Chuengcharoensukying (Bad Genius) berperan sebagai Jean, seorang perempuan muda yg ingin mengubah rumahnya menjadi lebih minimalis. Hal pertama yg harus dia lakukan adalah dengan membuang barang-barang yg ada di rumahnya. Keinginannya tersebut ternyata bukan sesuatu yg mudah utk diwujudkan, terlebih karena sang ibu tidak ingin semua barang miliknya disingkirkan begitu saja karena dianggap masih memiliki banyak kenangan, terutama dari sang ayah yg sudah meninggalkan mereka. Karakter Jean yg amat simple dan minimalis, awalnya tidak peduli dengan semua barang yg akan dia buang, tapi kemudian kita dibawa ke scene flashback dimana tiap barang yg akan dia buang masih menyimpan memorinya tersendiri. Salah satu barang yg membuat Jean bergelut dengan emosinya adalah sebuah kamera milik mantan pacar yg dia tinggalkan sebelumnya, Aim (Sunny Suwanmethanon), yg membawanya kembali ke masa lalu. Filmnya berjalan amat lambat dengan sedikit dialog, tapi tetap sarat akan makna dan pergolakan batin.
  46. The whole journey feels satisfying, however, the steps are painful. One thing that this story does is how it conveys us with a convincing story about the art of letting go.
  47.  
  48.  
  49. Siapa yg tidak tahu kisah cinta James dan Alyssa dalam serial The End of the F***ing World. Tidak seperti kisah remaja kebanyakan yg begitu indah, disini kisah mereka dikemas dengan rasa kebingungan, kegelisahan, ingin tahu, tersesat, dan tidak dianggap. Melalui proses pencarian jati diri James dan Alyssa yg dikemas dengan unik melalui pemberian label pada diri mereka di awal cerita. Label psikopat yang diberikan James pada dirinya sebenarnya hanyalah sebuah pembenaran bahwa ia sangat sedih dan sangat rapuh. Begitu juga Alyssa, yang terlihat seperti seorang sosiopat. Padahal, yang ia butuhkan hanyalah sebuah kasih sayang.
  50.  
  51.  
  52. Louise Banks: If you could see your whole life from start to finish, would you change things?
  53. Ian Donnelly: Maybe I'd say what I felt more often. I-I don't know.
  54. Dialog diatas seperti punya momentumnya tersendiri dari keseluruhan film. Dennis Villeneuve sebagai sang Nahkoda, tahu bagaimana caranya mengeksekusi Arrival dengan amat manis dan jenius. Ia berani bermain dalam hal yg sebenarnya paling esensial dalam sebuah film Sci-Fi: KOMUNIKASI-BAHASA-WAKTU. Puzzle demi puzzle harus kita rangkai utk mengerti keseluruhan cerita, kalo perlu tonton ulang sampai kalian bisa menemukan makna filosofis yg terkandung di dalamnya.
  55. Ketika kita menyadari bahwa hidup adalah serangkaian tragedi, maka kita akan menemukan keindahan dan kebahagiaan pada hal-hal yg remeh.
  56.  
  57.  
  58. Waiting for the Barbarians
  59. Datang dengan tema tenang kolonialisme yg cukup kental. Awalnya mungkin kita akan tertarik dengan cerita yg ingin disampaikan. Tentang bagaimana suatu wilayah yg awalnya tentram dan damai, tiba-tiba berubah menjadi kacau setelah kedatangan pasukan militer kerajaan. Sayangnya, meskipun sudah membawa cerita yg cukup menggugah, konflik yg dihadirkan berjalan amat datar dan tidak ada perkembangan yg berarti sampai akhir film. Meskipun begitu, ada nilai plus tersendiri untuk penampilan para aktor utama seperti Mark Rylance yg dengan piawai memainkan emosinya, Johnny Depp sebagai antagonis sinis yg mampu membuat kita ikut merasa benci dengan sosoknya dan Robert Pattinson yg walaupun hanya mendapat peran minor tapi memberikan penampilan yg mampu mengimbangi kedua seniornya.
  60.  
  61.  
  62. Beruntung banget tahun lalu bisa nonton film ini versi uncut alias tanpa sensor di bioskop, beda sama versi yg baru aja tayang di Netflix.
  63. Ave Maryam terasa begitu berbeda dari yg lain, karena dia akan membawa kita dalam sebuah perjalanan spiritual bukan dalam bentuk suatu ajaran. Bukan khotbah jumat ataupun khotbah gereja minggu. Film ini mengajak kita untuk terus bertanya, bukankah Tuhan hanya bisa kita temukan melalui pertanyaan-pertanyaan? Cerita berpusat pada Suster Maryam (Maudy Koesnaedi) yg mengalami pergolakan batin antara mematuhi perintah Tuhan atau menuruti kata hati. Dibuat se-minimalis mungkin dengan tampilan visual yg bikin orgasm mata kita ditambah dialog yg tidak terlalu padat lalu digantikan dengan bahasa tubuh yg ekspresif. With an open ending, so we can conclude what she will do next by ourselves.
  64.  
  65.  
  66. Skeptis, kata yg pertama kali lewat di pikiran gw waktu liat ada nama Anggy Umbara yg terlibat sebagai sutradara di film ini. Jujur aja gw ga pernah sekalipun ngikutin film-film dia yg lainnya (Comic 8, Suzanna atau Warkop Reborn). Anggy Umbara emang sebenarnya punya visi, cuman gatau kenapa suka kejebak di film- film yg ajaib. Menonton film ini tanpa ekspetasi apa pun dan ternyata diluar dugaan bisa tampil sempurna, dengan membawakan konsep Time-loop yg tidak biasa. Referensi konsep seperti ini bisa kita temukan pada film Groundhog Day (1993). Membawa plot utama yg sederhana tentang karakter Sabar (Vno G. Bastian), yg mesti mengalami time-looping puluhan kali di hari yg sama saat mantan pacarnya menikah. First dan second act-nya terasa terlalu lama dan sesekali tanpa transisi momen yang rapi. Namun, semua terbayar lunas dengan third act yang meski bisa ditulis lebih sempurna lagi, punya sentuhan dan pesan yang menghangatkan. Sebuah cerita tentang menerima dan memberi sebanyak yang kita bisa.
  67.  
  68.  
  69. Weathering With You kualitasnya memang tidak bisa menyamai atau bahkan melampaui Your Name yg tayang di tahun 2016 lalu.
  70. Tapi ada banyak pesan yg ingin disampaikan oleh seorang Makoto Shinkai lewat karyanya ini, salah satunya adalah sebuah masalah yg menjadi polemik dunia saat ini: Climate Change. Dari awal film kita sudah diperlihatkan cuaca kota Tokyo yg terus-menerus diguyur hujan. Dan Kebetulan ide Shinkai ini berdasarkan kejadian nyata, dimana daerah Kanto (Tokyo) yg mengalami hujan deras selama berhari-hari di bulan Juli (2018) hingga menyebabkan banjir besar. Selain menyinggung tentang masalah iklim, Shinkai juga menyinggung hal-hal subtle lainnya seperti masalah moral dalam sebuah society. Film ini seolah menjadi sebuah eksperimen sosial untuknya dan untuk Jepang sendiri.
  71.  
  72.  
  73. Call Me by Your Name berhasil menjadi sebuah perjalanan cinematik yg tak terlupakan buat siapapun yg sudah menontonnya. Walaupun untuk sebagian orang film dengan tema LGBT seperti ini masih sulit untuk diterima akal sehat mereka. Mengeksplorasi hubungan antara Elio (Timotée Chalamet) dan Oliver (Armie Hammer) yg begitu manis dan jujur tanpa drama yg berlebihan, menjadikan film ini sesuatu yg terasa amat nyata hingga menyayat hati. Sambil menikmati indahnya musim panas kota kecil Crema di utara italy, ditambah iringin musik yg merdu dari Sufjan Stevens. Memperlihatkan suatu keindahan ambigu yg muncul dari sebuah perasaan yg tak bisa dihindarkan.
  74.  
  75.  
  76. Bo-ri adalah gadis berumur 11 tahun yang hidup dalam sebuah keluarga sederhana. Terlahir sebagai anak yang normal ternyata menjadikannya beban tersendiri untuk Bo-ri, lalu ia juga mempunyai keinginan agar bisa menjadi tuli. Loh kenapa? Awalnya memang terdengar aneh, tapi jelas keinginan aneh Bo-ri tersebut karena ia ingin seperti Ayah, Ibu dan Adiknya yg menjadi penyandang disabilitas (tunarungu). Tidak mudah rasanya saat kalian merasa 'terasing' di dalam keluarga sendiri dan kesulitan untuk menyesuaikan diri. Apa yang dirasakan Bo-ri hanya lah sekelumit masalah dalam perjalanannya menjadi lebih dewasa, mempertanyakan jati diri dan eksistensinya dalam lingkup sebuah keluarga kecil.
  77. Dari perspektif seorang Bo-ri pula kita akan belajar banyak hal mengenai bagaimana pandangan orang lain terhadap keluarganya yang memiliki kekurangan, dan mendapati ketidakadilan dari lingkungan sekitar karena kesulitan komunikasi. Film ini dibuat dengan sederhana tanpa menjual dramatisasi yang berlebihan, tidak seperti film-film korea pada umumnya. Tanpa menarik belas kasihan para penonton, ia justru hadir dengan cara yang berbeda dengan menghadirkan interaksi keluarga yang begitu halus dan tulus.
Advertisement
Add Comment
Please, Sign In to add comment
Advertisement