JPO

UNTUK PANJI PRAGIWAKSONO

Sebagai seorang komika, kamu itu asli keren dan kami kagum saat kamu memaparkan bit-bit yang luar biasa, dengan Setup yang rapih hingga Punch Line yang selalu pecah, karena semua terasa segar, kritis, lucu, dan dikemas secara cerdas. Karenanya kamu layak menjadi komika kelas satu di negeri ini.

Tapi tentu saja tidak sama sekali untuk politik yang memang bukan panggungmu. Ini bukan hanya persoalan lucu dan tertawa. Walau sama harus tetap bicara tentang keresahan dengan jujur, sebagai pakem dari standup comedy. Masalahnya di panggung yang satu ini, yang resah dan jujur itu justru penontonnya, dus bukan politisi, dan itu yang kamu lupa.

Ketika kamu memutuskan menjadi juru bicara Anies-Sandi, tentu kamu merepresentasikan keduanya. Tapi semua itu sudah lewat atau selesai. Saat ini waktunya pembuktian untuk keduanya, dus bukan lagi panggungmu. Jadi posisi kamu pun bukan tim hore lagi, karena itu sama sekali tidak ada lucu-lucunya.

Sekarang coba renungkan cuitan-cuitan keblingermu yang membela atap JPO dicopot. Bayangkan bila dijawab dengan cara seloroh pula, pasti jawabannya jadi seperti ini: "Kalau masih di trotoar atau zebra cross, tentu mudah cari tempat berteduh bila hujan tiba, tapi kalau sudah di atas JPO, apa mau loncat?"

Lalu kamu permisalkan JPO fungsinya sama dengan trotoar dan zebra cross. Cetek sekali cara berfikirmu. Coba bayangkan kalau kami jawab: "Bagaimana kalau trotoar dan zebra cross pun dipasang tangga seperti JPO."

Inti persoalannya bukan disitu tong..

JPO mau beratap atau tidak, itu bukan urusan. Toh yang tak beratap juga memang sudah ada sejak dulu, bahkan di mancanegara pun ada. Yang harus kamu paham bahwa ini terkait dengan masalah "Biaya" yang diambil dari APBD yang itu artinya menggunakan uang rakyat, dus bukan uang bapakmu.

Saat dianggarkan menggunakan atap, itu artinya biaya yang dikeluarkan lebih besar dari yang tak menggunakan atap. Lalu saat sudah dipasang, atapnya dilepas yang tentu juga dengan biaya. Itu artinya, nilai jembatan tak beratap jauh lebih mahal dari yang beratap, dan  itu kan sebuah pemborosan.

Lalu apakah Pemprov DKI Jakarta tidak ada skala prioritas? Perlu kamu pahami Nji.. bahwa JPO dilepas atapnya agar dapat digunakan berselfie itu hanya alasan yang terlalu dibuat-buat. Sebab tanpa atapnya dicopot pun orang tetap bisa selfie, dan warga Jakarta juga nggak tergila-gila selfie di JPO koq.

Bila Anies dan kader PKS katakan bahwa JPO itu bukan tempat berteduh, lo memang sejak kapan fungsinya berubah jadi tempat berteduh? Ya jelas tetap untuk fasilitas orang menyeberang dong. Tapi cara berfikirnya jangan dibolak-balik. Karena sudah hal biasa kalau orang lebih memilih yang teduh. Artinya, bila ada yang teduh, kenapa juga harus pilih yang kepanasan atau kehujanan?

Sampe sini kamu sudah agak cerdasan kan? Kalau belum, mari kita ngelem dulu..

Salam Aibon dari komika senior..
Wahyu Sutono