Advertisement
dausgonia

Saya Rindu Dedaunan

Nov 6th, 2013
178
0
Never
Not a member of Pastebin yet? Sign Up, it unlocks many cool features!
text 7.09 KB | None | 0 0
  1. Sejujurnya, saya rindu dedaunan. Dan akar yang menyerupai kaki tapi ternyata bukan.
  2.  
  3. Hampir setiap malam seperti ini, aku menyadari keberadaannya tidak jauh dari tempatku. Punggung dia beserta semua gerak-geriknya, bahkan aku hafal semua wangi parfum yang dia kenakan. Wanginya, buatku adalah sebuah ketenangan.
  4.  
  5. Entahlah, dari awal aku menyadari keberadaannya semua fokus dan pikiranku bermuara kepada dia, wanita ini. Wanita yang tiba-tiba saja merubah semuanya, dia selayaknya sebuah orbit pada tata suryaku. Tata suryaku yang sekarang, entah sebelumnya seperti apa. Aku bahkan lupa keberadaanku sebelum ada dia.
  6.  
  7. Sebelum ada dia, gelap adalah cahaya. Aku lebih nyaman saat temaram, karena bagiku cahaya itu membutakan. Sebelum dia, aku seperti sisa pohon yang ditebang bukan oleh pemiliknya, keangkuhanku hanya serupa tempat sembunyi.
  8.  
  9. Sejujurnya, aku rindu dedaunan. Apalagi saat mereka berjatuhan.
  10.  
  11. Tapi aku harus berpikir ribuan kali untuk mendekatinya, mengingat siapa aku dan siapa dirinya. tidak seperti pungguk merindukan datang bulan, melainkan lebih seperti siang dan malam, air dan api, daratan dan lautan. Sangat bhineka tunggal ika. Oh mungkin juga bukan seperti air dan api, tapi seperti tanah dan air, seperti itu sih indonesia. Aku cinta indonesia, tapi ya seperti itu. Kalimat barusan adalah sesederhananya bagaimana cinta tidak bisa memiliki. Aku cinta indonesia, untuk memeluknya saja tanganku harus selebar apa.
  12.  
  13.  
  14. Tapi hati kecilku berbicara..
  15.  
  16.  
  17.  
  18. Iya berbicara, sayangnya dia seperti eksperimen pada sebuah laboratorium yang tidak lagi disubsidi, berhenti sampai di sana, tidak sempat dibuat untuk bisa mendengar.
  19.  
  20.  
  21. "Aku harus memilikinya, Aku bisa gila tanpanya, Aku ada Untuknya, Dia ada untukku di depanku menyerupai manusia"
  22.  
  23.  
  24. "oh tidak sepertinya aku sudah mulai gila", "Oh tentu saja gila, kalo gula pasti sangat manis”
  25.  
  26. Setelah 99,5 kali aku berpikir, aku berjanji pada diriku sendiri untuk menemuinya. Tapi tidak, mungkin hanya menyapanya karena aku menjadi sangat lemah saat di dekatnya. Jangankan mendekatinya, lebih dari itu menjauhinya saja aku tak mampu. Harus sedang-sedang saja, pada titik yang sebagaimana mestinya. Semua tentang dia, mauku akhirnya berupa sebuah ketidak mampuan. Dan ketidak mampuan adalah sesia-sianya kemauan.
  27.  
  28. Setiap hari aku hanya bisa memandangya dari kejauhan, aku merasa konyol. Mungkin ada saatnya aku akan berani mendekatinya, tapi kain kapan???
  29.  
  30. Tapi kapan? bahkan dengan mengabaikan satuan waktu, aku seolah-olah telah selamanya mengagumi dia. Dia sebuah ben tuk sederhana dari integral pangkat 12 tetapi indah. aduh itu gimana ya. Mungkin inilah takdirku, sebagai bentuk kelemahan yang hanya bisa mengaguminya dari kejauhan.
  31.  
  32. Kau tau? Pernah pada suatu ketika aku berpapasan dengannya, ketika itu tidak hujan. Kalo kamu perlu tau. Seperti yang aku duga, aku hanya bisa diam seolah tak mengenalnya karena lemahnya aku. Tapi entah kenapa aku sangat sangat sangat bahagia karena kejadian itu.
  33.  
  34.  
  35. Juga pernah pada suatu ketika, aku sangat ingat kejadiannya. Juga saat itu tidak hujan, ataupun gerimis. Ataupun ada zombie. Dia pulang entah dari mana, rambut panjangnya yang dia ikat seperti simpul-simpul di buku pramuka. Matahari terik ketika itu, tapi tenang ada AC, kalian jangan khawatir. Ketika itu, dia memakai tanktop warna hitam tua, ditutupin kaos putih robek-robek yang disengaja, dia tetap cantik bagiku, tapi isak tangisnya membuatku ikut bersedih. Menghampirinya, adalah sebuah hal yang aku rela tukar dengan apa saja. Bisa menenangkannya ketika itu, adalah todolist yang nyata. Untuk dia yang seperti itu, dia yang tidak pernah aku abaikan.
  36.  
  37. Tapi apa? mendekatinya bagaikan mitos, sesuatu yang hampa, kosong dan penuh kebohongan dan tidak bisa diisi ulang seperti pulsa. Samar-samar, aku mendengar percakapan dia di telpon, genggam, bukan di telepon umum. Karena sudah jarang.
  38.  
  39.  
  40. ""Ya udah, kalo kamu maunya seperti itu”
  41.  
  42. "Aku bisa apa selain bisa masak dan juga bisa menangin televisi 21 inch di panjat pinang acara 17an taun kemarin”
  43.  
  44. Dia, bicara pelan di telpon. ingin aku memeluknya dari belakang, dari depan, dari arah barat daya, dari timur laut, ataupun dari tenggara. Oh Tuhan. Panjat pinang? Acara 17an? sesaat setelah mendengar itu seolah petir menyambarku. Hatiku bergetar, semakin lemah tak berdaya, hanya ada satu kalimat yang terus bergejolak di dalam hatiku.
  45.  
  46. …. Dia tipeku
  47.  
  48.  
  49. “aku udah ngelakuin apa yang kamu mau. Tapi kalo kamu tetap seperti ini, aku ga bisa. “
  50. "Aku ga mau kita selesai seperti ini, tapi kalo itu mau kamu.. aku terima, mungkin memang lebih baik kita putus”
  51.  
  52. Tut tut tut... itu suara telepon terputus.. bukan suara kereta api, apalagi suara penjual nasi goreng.. mana ada. Sepersekian detik setelah bunyi tut tut tut itu, aku lupa tepatnya seberapa mungkin tapi itu ga penting. Yang penting dan yang aku tau, dia menangis lirih, dia membenamkan munyakanya ke bantal, pelan-pelan, tapi pasti.
  53.  
  54. Muka dia tertutup semuanya.. Dan, kemudian dia teriak kencang.. 120 km/jam "YUSUF JAHAT”
  55.  
  56.  
  57. Akhirnya aku tau dia menangis kenapa, dia putus bertengkar dengan pacarnya ketika itu yang bernama yusuf. Yusuf memang jahat, antara sedih dan senang setelah aku mengetahuin semuanya.. Sedih karena melihat wanita yang aku sayangi bergelimang air mata, tapi senang karena akhirnya dia putus dengan yusuf yang keparat itu. Yusuf, akan aku ingat dalam hidupku nama itu.
  58.  
  59. Ini bukan pertama kalinya aku tau dia punya hubungan dengan pria, jangankan itu. Aku tau semua hal tentang dia. Dan ngomong-ngomong soal yusuf, aku jadi ingat tentang nyamuk. Juga Ari, Iya, dua tahun yang lalu, jauh sebelum dia kenal dengan Yusuf, ada pria bernama Arisetyo! Sebenarnya masih teringat jelas di ingatanku, bagaimana Ari, pacarnya yang terdahulu mencampakkan makhluk indah ini. Hatiku seolah panas saat mengingat nama tersebut, ingin aku menemuinya, dan memberikannya ke penjual nasi goreng agar di campur pada nasi goreng favoritku yang selalu aku pesan hampir tiap malam. Kecuali malam minggu, malam senin, malam selasa, malam rabu, malam kamis, malam jumat, dan malam sabtu.
  60.  
  61. Tapi sudahlah, yang lalu biarlah berlalu, sekarang aku harus benar benar menghimpun tenaga untuk memanfaatkan kesempatan ini. Tapi pertanyaannya hanya satu, apakah aku mampu? dan pertanyaannya essay. Nyatanya, aku tetap hal yang berupa ketidak mampuan. Tawanya, senyumnya. Air matanya, lukanya, bahagianya, hanya bisa aku lihat dan dengar tanpa pernah punya kesempatan untuk disertakan.
  62.  
  63. Hah, entahlah, semoga ini memang yang terbaik untuknya, sekalipun aku hanya bisa diam disini melihatmu tak berdaya. Tapi doa di setiap malamku selalu menyertaimu, jadilah makhluk anggun berjiwa besar. Dan, tolong prioritaskan doa ini, aku mau menemani dia pada masa tuanya, melihat dia bahagia.
  64.  
  65. OH TIDAK! Dia berdri dari tempat duduknya.. Dia menghampiriku, apa yang harus aku lakukan! Sungguh, saat ini aku tidak tau harus berbuat apa. Dia semakin mendekat, pelan menghampiriku.
  66. "Kamu, adalah awal dari semua perjalanan. Dan akhir dari segala tujuan pulang”
  67. "Kamu, gagang pintuku”
  68.  
  69. Aku diam.. Kata-katanya membuatku diam, karena memang seharusnya aku diam.
  70. Aku mencintai dia dalam diam.
Advertisement
Add Comment
Please, Sign In to add comment
Advertisement