Advertisement
Guest User

Chuuko Jilid 1 Bab 2

a guest
Aug 23rd, 2016
1,616
0
Never
Not a member of Pastebin yet? Sign Up, it unlocks many cool features!
text 114.12 KB | None | 0 0
  1. - Bab 2 - Pernyataan Cinta Itu Memang Selalu Tiba-Tiba
  2.  
  3.  
  4. "Aku mencintaimu Seiichi. Di dunia ini hanya kamu yang paling kucintai."
  5.  
  6. Tokoh wanita impianku menyatakan cintanya padaku. Tubuhnya ramping dan indah dipandang. Benakku berkata kalau dia memang gadis impianku, hingga aku tersadar kalau sebenarnya kategori gadis impianku jauh lebih baik dari ini.
  7.  
  8. "Apa aku sudah menjadi gadis impianmu, Seiichi?"
  9.  
  10. Ingin aku mengangguk, tapi kenapa aku malah menggelengkan kepala? Padahal dia sudah seperti gadis impianku.
  11.  
  12. "Kalau begitu ...."
  13.  
  14. Gambaran dirinya makin lama makin jelas terlihat dan makin tampak cantik, rambut hitamnya dikucir dua, tatapan matanya tajam, wajahnya—
  15.  
  16. Bagaikan seorang aktris—
  17.  
  18. "Itu artinya, kamu akan memilihku, 'kan?!"
  19.  
  20. Ternyata itu Ayame.
  21.  
  22. "Enggak! Aku enggak mau!"
  23.  
  24. Aku bangun dengan terkejut lalu melihat ke sekitar, dan ternyata aku masih di kamarku. Lalu Ayame— dia enggak ada di sini. Enggak mungkin dia ada di sini. Lagi pula bagaimana caranya dia ke sini? Kalau benar ada, semuanya bakal tambah mengerikan.
  25.  
  26. "Cuma mimpi ...."
  27.  
  28. Huh, itu cuma mimpi ....
  29.  
  30. Aku memikirkannya kembali dan seharusnya tahu kalau saat itu aku sedang di dalam mimpi, tapi semuanya terasa begitu nyata. Syukur, deh, itu cuma mimpi. Aku pernah mengalami mimpi terbunuh, tapi itu enggak sampai berkeringat dingin begini.
  31.  
  32. Namun—
  33.  
  34. 'Bersiaplah, aku akan menjadi gadis yang kamu impikan, lihat saja!'
  35.  
  36. Enggak kusangka hal seperti itu terjadi kemarin ....
  37.  
  38. Apa yang ada di pikiran gadis itu sampai menyukai 'otaku' penggila 'eroge' sepertiku ini? Aku berusaha memikirkannya, tapi tetap saja itu sulit dipercaya. Ini rasanya seperti cacar air yang tiba-tiba muncul di kulit dan membuatku sakit, namun setelah beberapa lama, cacar itu hilang dengan sendirinya. Entah bagaimana caranya, sosok Ayame tiba-tiba muncul di hadapanku. Dan perlu beberapa waktu pula hingga hal itu menghilang dengan sendirinya.
  39.  
  40. ... rasanya aku ingin mengurung diri di kamar sampai hal tersebut enggak membekas lagi di otakku. Tapi orang tuaku enggak mungkin bakal mengizinkan.
  41.  
  42. "Oi, Jejaka Letoi, mana nasiku?! Jangan mimpi basah terus! Turun sini!"
  43.  
  44. Teriak adik perempuanku dari lantai bawah, yang suaranya menggema sampai ke kamarku. Cara bicaranya kasar, makanya aku enggak yakin kalau dia satu tahun lebih muda daripada aku. Kurasa orang tuaku sudah salah dalam membesarkannya. Itu pasti. Aku jadi ingin mengemas data-data 2D lalu menyumpalkan itu ke dalam mulutnya!
  45.  
  46. "Uugggh ...."
  47.  
  48. Kutarik dan kuhela napas panjang sampai kondisi emosiku mulai membaik.
  49.  
  50.  
  51. ♦♦♦
  52.  
  53.  
  54. Aku tiba di sekolah lebih pagi dari biasanya untuk berjaga-jaga karena teman-teman sekelasku belum banyak yang datang. Tozaki juga rupanya belum datang. Sebelum Ayame tiba di sekolah pas bel berbunyi, aku bisa menggunakan waktuku ini untuk bersiap menghadapi yang bakal terjadi antara aku dan dirinya nanti.
  55.  
  56. Baiklah, sebaiknya aku mulai berlatih sekarang. Jadi, sewaktu nanti pintu kelas dibuka dengan kerasnya, Ayame masuk ke kelas dan menuju ke mejaku lalu menyapa, 'Pagi, Aramiya,' jika seperti itu, maka yang akan kulakukan adalah—
  57.  
  58. "Astaga, dia keburu datang!"
  59.  
  60. "Se-selamat ... pa-pagi. Ha-hari ini tumben datang cepat ...?"
  61.  
  62. Aku bagaikan prajurit yang belum terlatih namun sudah diterjunkan ke medan perang. Waduh, aku masih belum siap! Pandangan teman-teman sekelasku sudah tertuju padaku sekarang.
  63.  
  64. "Eh, eng, anu, ada yang mau kutanyakan ke kamu."
  65.  
  66. "I-iya?"
  67.  
  68. "Tokoh yang namanya Ridi di 'game' 'Princess☆Weekdays', bagaimana caranya supaya dia jatuh cinta padaku agar aku bisa menamatkan 'game'-nya?"
  69.  
  70. ....
  71.  
  72. Hah?!
  73.  
  74. "Oi, Aramiya, Kamu dengar, enggak? Aku mau tanya soal tokoh yang namanya Ridi—"
  75.  
  76. "Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!"
  77.  
  78. Kemarin Ayame masih menjadi anak nakal yang pemalas, tapi kini semua sudah berubah.
  79.  
  80. Aku berdiri dari kursi lalu menarik tangannya.
  81.  
  82. "Hei!"
  83.  
  84. Aku membawa dirinya keluar dari kelas tanpa menghiraukan keterkejutannya. Kubawa dia sampai ke persimpangan anak tangga di mana jarang ada yang lewat sana. Setelah sampai, aku langsung memeriksa apakah ada orang lain di sekitar kami, kemudian—
  85.  
  86. "Ka-ka-ka-ka-ka-ka-ka-ka-ka-kamu ini!"
  87.  
  88. "Ke-kenapa ..., kenapa kamu marah padaku?! Aku benar-benar enggak paham."
  89.  
  90. Ayame tampak kebingungan.
  91.  
  92. "Soalnya 'Princess☆Weekdays' itu 'game' 18 tahun ke atas! Masalahnya, orang yang belum berumur 18 tahun itu enggak boleh membelinya!"
  93.  
  94. "Aku sudah tahu, soalnya saat permainan mau dimulai juga ada peringatannya. Enggak usah panik begitu, guru belum datang, kok."
  95.  
  96. "Itu malah lebih parah! Jangan pernah bahas 'game' 18 tahun ke atas di dalam kelas! Kamu harus berhati-hati kalau bicara!"
  97.  
  98. "A-apa? Aku enggak boleh membahasnya denganmu? Padahal karena kamu 'otaku', kupikir bakal enggak apa-apa. Jadi apa masalahnya ...?"
  99.  
  100. "Kamu tanya 'masalahnya'?! Kalau kamu hanya menonton 'anime' atau main 'game' sampai larut malam, orang enggak akan peduli! Tapi kalau kamu main 'game' yang banyak tokoh wanitanya, orang akan menganggapmu aneh. Aku memang 'otaku' yang terbuka, tapi aku masih ingin menikmati masa SMA-ku dengan damai! Aku enggak mau orang-orang memandangku sebagai 'otaku' yang menjijikkan!"
  101.  
  102. Apa saat ini ada 'otaku' lain di luar sana yang bisa hidup damai sepertiku? Yah, memang ada juga 'otaku' yang bodoh. Enggak hanya memainkan 'eroge' sepertiku ini, namun ada juga 'otaku' yang saking candunya sampai rela melek tengah malam demi menonton 'anime' berisikan tokoh-tokoh 'moe'. Orang lain masih bisa menerima mereka yang menonton 'anime' bergenre remaja atau 'anime' keluaran studio terkenal, tapi dunia masih belum bisa semudah itu menerima mereka yang masuk kalangan 'otaku' kelas berat .... Yah, walau itu hanya dari sudut pandangku saja.
  103.  
  104. Setelah aku menjelaskan dengan ocehan panjang lebar tadi, Ayame tampak mulai sedikit mengerti.
  105.  
  106. "... ma-maaf, aku enggak tahu soalnya."
  107.  
  108. Ayame meminta maaf padaku. Dan saat itu aku tiba-tiba sadar kalau Ayame adalah seorang berandal yang ditakuti di sekolah. Mendadak aku mulai gemetaran.
  109.  
  110. "Ta-tapi!"
  111.  
  112. "I-iya?!"
  113.  
  114. Dia mulai mendekat ke hadapanku. Aku pasti mau dihajar!
  115.  
  116. "Menurutku 'game' semacam itu enggak seharusnya menjadi hal yang membuatmu merasa malu ...."
  117.  
  118. "Eh ...?"
  119.  
  120. "Kini aku merasa lega. Awalnya kupikir, 'Astaga, itu hanya 'game',' tapi kemudian aku tersadar ketika memainkannya, aku sampai lupa waktu. Aku bisa melihat banyak gadis manis di dalamnya, dan sang protagonisnya pun tampak keren. Akhirnya aku mulai mengerti apa sebenarnya maksud dari 'gadis impian' bagi Aramiya."
  121.  
  122. Be-benarkah? 'Princess☆Weekdays' memang sebuah karya hebat yang terjual entah sudah berapa juta DVD. Tapi tetap saja aku enggak menyangka kalau berandal seperti Ayame bisa sampai sesuka itu pada 'game' ini ....
  123.  
  124. "Bagiku, itu seperti menonton film yang menarik. Kuharap kamu paham yang kurasakan ini ...."
  125.  
  126. "Ta-tapi di dalamnya ... ada adegan yang enggak pantas dilihat ...."
  127.  
  128. Wajah Ayame memerah setelah aku menerangkan itu padanya. Remaja yang belum berumur 18 tahun seharusnya memang enggak boleh menonton adegan seperti itu.
  129.  
  130. Kurasa sebagian besar gadis pasti bakal menghindari hal tersebut ....
  131.  
  132. "O ... oh itu! Bu ... bukan hal aneh kalau mereka saling cinta, 'kan?"
  133.  
  134. Dia malu-malu mengatakannya dengan terbata. Ya, dalam kenyataannya, melakukan hal itu sudah merupakan urusan pribadi masing-masing, entah mereka sudah di atas 18 tahun ke atas ataupun belum.
  135.  
  136. Terutama bagi anak SMA sepertiku ini, aku enggak bisa mengeluhkannya. Namun bagi para anak lelaki, yang nafsunya sedang menggebu-gebunya, meski enggak punya pacar, mereka masih bisa memuaskan diri dengan cara menyedihkan setiap harinya.
  137.  
  138. Kalau saja mereka punya pacar, lalu suasananya mendukung, yah, hal demikian bisa saja terjadi. Tapi kalau ujung-ujungnya cuma pegangan tangan atau cium pipi kiri kanan ..., ya sama saja bohong.
  139.  
  140. ... tapi hal-hal yang terjadi di dunia nyata tadi enggak ada artinya bagiku yang sudah mendedikasikan diri pada dunia 2D.
  141.  
  142. "Ta ... tapi berbuat begitu tanpa memakai 'itu' juga cukup berisiko ...."
  143.  
  144. "Me ... memakai apa?"
  145.  
  146. "Oh, enggak, enggak! Lupakan saja!"
  147.  
  148. Aku hampir lupa. Hal-hal erotis di dalam 'eroge' enggak pernah memedulikan hal semacam itu, jadi aku sedikit bingung juga. Mungkin dia paham soal yang seperti ini atau dia sudah terbiasa karena pekerjaan sampingannya.
  149.  
  150. Atau mungkin aku yang bodoh sampai enggak tahu soal itu.
  151.  
  152. "Omong-omong, aku cukup terkesan, lo. Aku terus memainkannya sampai terhenti di Ridi. Aku begitu terbawa permainan, tapi mendadak dia naik pesawat antariksa lalu pergi. Dia mengucapkan salam perpisahan dan permainan berakhir diiringi catatan sedih. Dan aku tetap mendapat akhir yang sama walau sudah mencoba pilihan yang berbeda ...."
  153.  
  154. Tampaknya dia enggak berhasil dan memainkannya berulang kali. Terhenti sampai di adegan itu, aku juga pernah mengalaminya ....
  155.  
  156. "Kamu memainkannya dari data simpanan permainan sebelumnya?"
  157.  
  158. "Ah, eng, iya. Aku main dari data simpanan permainan di rute sebelumnya, tapi tetap saja berakhir sama ...."
  159.  
  160. "Oh, pantas saja. Kamu harus memainkannya dari awal sekali. Kalau enggak, 'flag'-nya enggak bakal dapat."
  161.  
  162. "'Flag'?"
  163.  
  164. "Kalau kujelaskan, bisa panjang nanti. Intinya, harus ada misi yang dituntaskan dulu. Kamu sudah menyelesaikan rute semua tokoh selain Ridi, 'kan?"
  165.  
  166. "Eng, iya ...."
  167.  
  168. "Nah, harusnya kamu memencet tombol 'start' pada saat muncul menu pemilihan tokoh yang akan dimainkan selain Ridi. Setelahnya akan ada 'flag' yang akan memicu pilihan 'mulai dari awal'. Begitu."
  169.  
  170. "...?"
  171.  
  172. Dilihat dari ekspresi wajah Ayame, bisa kubilang kalau dia sama sekali enggak mengerti. Yah, aku juga enggak merasa bakal dengan mudah menjelaskan soal ini. Untuk orang lain, ini merupakan hal yang rumit. Perlakuan masing-masing tokoh memang berbeda tergantung 'game' ataupun perusahaan pengembangnya.
  173.  
  174. "Begini, soal itu jangan terlalu dipikirkan dulu. Yang penting kamu main saja dari awal. Oke?"
  175.  
  176. "O-oke, nanti kucoba."
  177.  
  178. Bel tanda dimulainya 'homeroom' pun lalu berbunyi.
  179.  
  180. "A-Aramiya, ba-balik ke kelas, yuk."
  181.  
  182. "Ah, i-iya ...."
  183.  
  184. Akhirnya kami sama-sama kembali ke kelas.
  185.  
  186. ... lebih dari yang kukira, obrolanku dengan Ayame begitu mengalir. Itu karena yang kami bahas sekarang adalah topik yang sangat kukuasai. Sampai bisa seperti ini, aku benar-benar enggak menyangka Ayame bakal tertarik dengan 'eroge'. Enggak, aku enggak pernah berpikir bakal bisa bermain berdua dengannya. Pernah kubaca di internet, antara para berandal dengan para 'otaku' itu enggak mungkin bisa akur. Intinya, apa hal yang kualami ini benar nyata?
  187.  
  188. "A-anu, Ayame, kenapa kamu mulai bermain 'eroge' ...?
  189.  
  190. "...."
  191.  
  192. "A-Ayame?"
  193.  
  194. "... pertama, aku mesti tahu seperti apa musuhku. Aku ingin tahu seperti apa gadis 2D yang kamu maksud itu .... Jadi sebelum membeli, aku mencari infonya dulu di internet. Kulihat ada 'game' 18 tahun ke atas yang direkomendasikan untuk pemula ...."
  195.  
  196. "Oh ...."
  197.  
  198. "Kemarin kubilang kalau aku akan menjadi gadis impianmu, 'kan?"
  199.  
  200. Dia masih serius soal itu?
  201.  
  202. "Selain itu, aku ingin melakukan hobi yang sama denganmu ...."
  203.  
  204. Ujarnya sambil malu-malu seolah sedang merasa enggak nyaman.
  205.  
  206. "Eng ...."
  207.  
  208. O-o-o-oi, ini gawat, dalam diriku seperti ingin berteriak, jantungku juga mulai berdetak kencang. Enggak mungkin, enggak mungkin ini karena ada orang lain yang juga merasakan hal sama denganku.
  209.  
  210. "Jadi selain Ridi, siapa lagi tokoh yang kamu suka?"
  211.  
  212. Karena panik, aku jadi asal bertanya. Duh, tanya apa, sih, aku ini?
  213.  
  214. "Eh, biar kupikir dulu .... Sildie, si teman semasa kecil .... Aku suka saat dia menunggu sang protagonis atau ketika dia mau melakukan apa saja untuknya, itu terasa manis dan apa adanya."
  215.  
  216. Jika dilihat sekilas, mungkin dirinya adalah tipe yang seperti itu. Bukan hal aneh jika orang lain bisa salah paham kalau—
  217.  
  218. "Tapi yang enggak kusuka dari 'game' itu adalah cara penyampaian ceritanya. Terlepas dari sang protagonis yang menjaganya, gadis itu akan terus berjuang walau itu sulit, seakan itu bukanlah masalah baginya. Meski perawakannya kurus dan cenderung kikuk, namun karakternya cukup kuat."
  219.  
  220. "...!"
  221.  
  222. "Aramiya?"
  223.  
  224. "Ah, iya, iya. Begitu, toh. Terima kasih sudah dijawab!"
  225.  
  226. Sebagai salah satu tokoh yang patut dipilih, Sildie adalah tokoh yang ramah dan kekanak-kanakan, dan enggak ada yang salah dengan itu. Setiap orang yang memainkan rutenya kadang salah paham mengenai dirinya, tapi Ayame bisa melihat sisi asli tokoh tersebut.
  227.  
  228. Ayame benar-benar menikmati 'game' itu.
  229.  
  230. Yah, aku cukup senang kalau dia menghayatinya.
  231.  
  232. "Aramiya, kalau aku masih saja terhenti di bagian itu, tolong bantu lagi, ya?"
  233.  
  234. Oi, Ayame itu seorang berandal, bekas orang, dan yang paling parah dia itu jual diri. Tapi jika dia seantusias itu saat bermain 'game', maka ....
  235.  
  236. "Karena kamu teman sehobiku, enggak masalah."
  237.  
  238. ... kucoba untuk sedikit menggodanya.
  239.  
  240.  
  241. ♦♦♦
  242.  
  243.  
  244. "Hei, Aramiya. Kamu pacaran sama Ayame, ya?"
  245.  
  246. Kopi kalengan yang kuminum ini mendadak tersembur keluar dari mulutku karena kaget.
  247.  
  248. "Ih, jorok!"
  249.  
  250. "Tozaki, kamu bicara apa tadi?!"
  251.  
  252. Sesi 'homeroom' kami baru saja berakhir, dan aku sudah bersiap untuk mengikuti pelajaran selanjutnya. Namun Tozaki enggak bisa memelankan suaranya hingga aku terbawa obrolan dengannya.
  253.  
  254. "Yah, kudengar kabar kalau kamu membawa pergi Ayame sebelum 'homeroom' dimulai, lalu setelahnya kalian balik ke kelas bareng."
  255.  
  256. "Cuma gara-gara itu kamu jadi menganggap kami pacaran?! Bisa-bisanya kamu segampang itu percaya dan langsung ambil kesimpulan?!"
  257.  
  258. "Gampang disimpulkan?!"
  259.  
  260. "Hei, kawan, kamu ini budek, ya?!"
  261.  
  262. Kurasa adu argumen yang tampak bodoh ini harus segera dihentikan sebelum terdengar siapa-siapa.
  263.  
  264. "Enggak ada apa-apa antara aku dan Ayame, sumpah!"
  265.  
  266. "Terus pagi-pagi tadi itu apa, dong?"
  267.  
  268. "Ceritanya panjang."
  269.  
  270. Aku enggak bisa memberitahunya tentang Ayame yang tadi pagi bertanya soal 'eroge' padaku. Kalau orang-orang sampai mengetahui hal tersebut, mereka pasti akan menjadikannya bahan gosip. Itu memang enggak ada hubungannya denganku, sih, tapi ....
  271.  
  272. Aku akan memberitahunya kalau itu memang harus, namun aku mesti terlebih dahulu memikirkan cerita yang enggak bakal memojokkanku sendiri.
  273.  
  274. Karena saat itu Ayame berkata, 'Aku akan menjadi gadis yang kamu impikan,' mana mungkin aku memberitahukannya segampang itu.
  275.  
  276. "Ayolah, kalau memang benar, aku mau dengar ceritanya."
  277.  
  278. "... sudah, jangan ganggu aku!"
  279.  
  280. Aku lalu menyiapkan buku untuk pelajaran selanjutnya. Dan sebelum aku menyandarkan kepalaku di atas meja untuk tidur, tiba-tiba—
  281.  
  282. "Hei, Aramiya."
  283.  
  284. Suara itu berasal dari Ayame. Caranya memanggilku terdengar sedikit dilembutkan, atau kira-kira kurasa seperti itu.
  285.  
  286. "Ada apa?"
  287.  
  288. Sejak obrolan kami tadi pagi, aku kini merasa lebih santai berada di dekat Ayame. Padahal dulu aku sering merasa tersentak dan gelagapan, bahkan seluruh tubuhku pernah sampai terasa kaku.
  289.  
  290. "Aku mau minta tolong sesuatu ke kamu."
  291.  
  292. "Boleh, apa itu betul-betul mendesak?"
  293.  
  294. "Enggak juga, sih. Habis pelajaran ini saja 'kali, ya."
  295.  
  296. "... bagaimana kalau pas makan siang?"
  297.  
  298. "Hmm, boleh. Ingatkan aku, ya."
  299.  
  300. Seusai percakapan itu, Ayame lalu kembali ke kursinya.
  301.  
  302. Kupandangi dia sewaktu kembali ke kursi dan duduk dengan sopan, aku pun berdesah panjang, "Fiuh,". Di saat itu, Tozaki tersenyum main-main padaku.
  303.  
  304. "Aramiya ..., ternyata kalian benar pacaran, 'kan?! Iya, 'kan?!"
  305.  
  306. "Enggak urus, enggak urus!"
  307.  
  308.  
  309. ♦♦♦
  310.  
  311.  
  312. Semenjak lahir, inilah pertama kalinya aku ingin agar pelajaran cepat dimulai. Waktu pun berlalu, jam pelajaran pagi berakhir dan kini berlanjut ke istirahat makan siang. Kuajak Ayame ke sebuah ruangan di mana kami janji bertemu.
  313.  
  314. "Tempat apa ini?"
  315.  
  316. "Oh, ini semacam ruang ekskul."
  317.  
  318. Ini sebenarnya adalah ruang yang digunakan untuk menyimpan berbagai macam 'game', dan kesemuanya sudah disusun rapi.
  319.  
  320. Di ruang ini terdapat dua meja belajar yang di atasnya terpasang monitor yang sudah tersambung ke sebuah CPU. Kutemukan ruang ini demi mendirikan sebuah komunitasku sendiri, yaitu Ekskul 'Game'.
  321.  
  322. ... pernah ada keberatan dari pihak OSIS yang ketuanya merupakan gadis manis dengan anggota perempuan yang ucapannya sepedas cabe 'hanabero' beserta anggota lelaki yang berupaya membubarkan ekskul ini .... Apa aku begitu saja membiarkannya? Akan kulakukan sebisa mungkin untuk mendapatkan hak atas ruangan ini.
  323.  
  324. "Enggak ada yang bakal kemari, jadi aman kalau bicara di sini. Oh, iya, tadi kamu mau minta tolong apa?"
  325.  
  326. "Ah, sebelum itu, nih ...."
  327.  
  328. Ayame lalu mendekat dan menyodorkan sebuah bungkusan kain. Aku jadi bertanya-tanya karena apa dia sampai menyiapkan bungkusan itu untukku.
  329.  
  330. "Ko-kotak bekal lagi?"
  331.  
  332. "Ah, eng ..., aku sudah membuatmu susah tadi pagi. Jadi ini sebagai permintaan maafku."
  333.  
  334. Ini permintaan maafnya atas kejadian tadi pagi? Ini aneh, bukannya kotak bekal itu sudah disiapkan sebelum kejadian tadi pagi?
  335.  
  336. Tapi sementara ini aku sebaiknya jangan terlalu mempersoalkannya.
  337.  
  338. "Hmm, mari makan!"
  339.  
  340. Bekal yang dia bawa sangat lezat, jadi enggak ada alasan untukku menolakknya.
  341.  
  342. "Wah, hari ini aku makan bareng sama Aramiya."
  343.  
  344. "Eh?"
  345.  
  346. "Eng ..., kemarin itu, sebenarnya aku mau makan siang bareng sama kamu .... Tapi ternyata situasinya enggak memungkinkan ...."
  347.  
  348. Bagiku, kemarin terlihat seperti kalau enggak menghabiskan bekal buatannya, aku bakal menerima pukulannya. Tapi nyatanya dia cuma ingin makan bareng denganku.
  349.  
  350. Oi, oi, ini gawat! Apa ini? Aku mulai merasakan debaran jantungku berdetak lebih kencang. Kenapa ini?
  351.  
  352. "Ta-tapi itu enggak masalah! Kamu makan saja dulu. Nah, selagi makan, aku ingin minta tolong padamu."
  353.  
  354. Ayame mengutarakan keinginannya, dan itu tampak seolah dia berusaha agar terdengar seperti malu-malu. Dia kemudian duduk di kursi yang saling berhadapan denganku. Kami membuka kotak bekal masing-masing dan mengucap, "Mari makan," lalu mulai mengambil satu-persatu makanan dengan sumpit.
  355.  
  356. "O-oke, kamu mau minta tolong apa?"
  357.  
  358. "Ah ..., aku mau minta rekomendasi 'game' darimu."
  359.  
  360. "Rekomendasi?"
  361.  
  362. "Terakhir kali, aku membeli 'game' untuk pemula atas rujukan orang-orang di internet. Kalau bisa, aku mau memainkan 'game' yang kamu rekomendasikan."
  363.  
  364. Aku hampir mengatakan kalau hal yang disampaikan Ayame itu keliru, namun setelah kupikir lagi, kuurungkan niatku. Meski kepribadian Ayame begitu bertolak belakang, tapi aku bukanlah tipe yang menghentikan kawan sehobiku untuk berkembang.
  365.  
  366. "Hmm .... Ada 'Fate Arterial', 'Azure cross sun shine', 'MarsJupiter -JupiterMars', terus ada juga yang ceritanya kelam kayak, 'Yustistear The Heaven’s Wing', atau kalau mau yang agak lawas kayak, 'Canon' atau 'From Heart', dan juga kamu bisa coba, 'Can’t Find Any Good Things In This Love' atau 'Give Me Choco, the Love Conqueror'.”
  367.  
  368. "Tung-tung-tunggu sebentar! Biar kucatat dulu."
  369.  
  370. Ayame lalu mengeluarkan buku catatan murid dan pulpennya.
  371.  
  372. Sial, aku terlalu berlebihan. Bagaimana kalau kertasnya enggak cukup buat menulis penjelasan sebanyak itu? Apa menulis di buku catatan itu hal yang bagus? Hmm ..., terserahlah. Aku enggak mau ambil pusing.
  373.  
  374. "Ah ..., itu bakal makan banyak biaya, lo. Kamu sanggup belinya?"
  375.  
  376. Untuk ukuran anak SMA, biaya untuk membeli 'eroge' itu sangat mahal, karena per 'game'-nya berkisar 10.000 yen. Jadi, biasanya rata-rata uang saku anak SMA itu enggak cukup untuk membelinya.
  377.  
  378. "Uangku banyak terpakai untuk membeli 'Princess☆Weekdays' kemarin .... Apa 'game-game' yang kamu sebutkan tadi harganya juga berkisar se'gitu?"
  379.  
  380. "Hmm .... Ada beberapa 'game' keluaran lama yang tadi kusebutkan. Nah, biasanya itu lebih murah, tapi yang lainnya kebanyakan memang mahal."
  381.  
  382. "Begitu .... Jadi aku masih belum bisa beli, dong. Uangku enggak banyak, sih."
  383.  
  384. Tiba-tiba dalam hatiku mau bertanya, 'Kenapa enggak pakai uang hasil pekerjaan sampinganmu?' Tapi aku takut untuk menanyakannya karena itu kurang pantas dan enggak sopan di situasi seperti ini. Meski sebenarnya aku enggak setuju jika dia melakukan itu.
  385.  
  386. "Sepertinya uangmu banyak, sampai bisa punya itu semua ...?"
  387.  
  388. Gumam Ayame dengan ekspresi terkesan.
  389.  
  390. "Yah, aku bekerja paruh waktu supaya punya uang untuk membelinya."
  391.  
  392. "Sungguh? Kerja apa?"
  393.  
  394. "Kasir sif malam di minimarket."
  395.  
  396. "Gila."
  397.  
  398. Ayame berkomentar sambil berdesah, tapi bukan seperti dia ingin mengumpatku. Karena dia mendengar kalau aku berkerja paruh waktu supaya mendapatkan uang untuk membeli 'game' — tepatnya eroge — mungkin dia juga berpikir akan melakukan hal yang sama.
  399.  
  400. "Hari ini harusnya aku gajian, mungkin aku bisa membeli tiga buah 'game'."
  401.  
  402. Kucoba sedikit menggodanya.
  403.  
  404. "Boros banget. Hmm, pasti papamu memberi uang yang banyak juga."
  405.  
  406. Apa mungkin 'papa' yang dia maksud itu seseorang dari pekerjaan jual dirinya? Memangnya aku berani bertanya soal itu?
  407.  
  408. "Yang penting, nanti jangan diumbar cuma-cuma, ya."
  409.  
  410. Aku enggak berani membahas topik yang bisa menyerempet pekerjan sampingannya itu, mungkin aku harus mengganti pembahasan.
  411.  
  412. "Di-diumbar?"
  413.  
  414. "Salinan DVD-nya."
  415.  
  416. "Maksudmu 'burn' salinan DVD-nya terus dibagi-bagikan ke orang-orang, begitu?"
  417.  
  418. "Ya, betul, yang penting jangan disalin terus dijual, ya."
  419.  
  420. Rasanya konyol bagi seseorang yang belum berumur 18 tahun tapi memainkan 'game' 18 tahun ke atas, malah sekarang dia sedang asyik membicarakannya.
  421.  
  422. Tapi bagiku, aku merasa punya hak untuk melakukan apa pun yang kumau dan enggak ada yang berhak menyuruhku berhenti. Untuk kasus menyalin DVD, aku enggak sepenuhnya menyetujui. Aku paham kalau bermain 'game' tanpa mengeluarkan biaya adalah hal yang bagus. Aku dulu suka melakukannya. Tapi ketika tokoh wanita dalam 'game' itu juga gratis dimainkan orang-orang, aku mulai merasa jadi malu sendiri.
  423.  
  424. "Menyalin DVD itu bukannya sama saja seperti mencuri ...?"
  425.  
  426. "Betul. Karena sekali saja seseorang mulai menyalin data digital, mereka akan keterusan dan lupa kalau itu sama saja dengan mencuri. Bahkan sekarang sudah banyak yang seperti itu. Makanya, meminjamimu DVD milikku kurasa bukanlah ide yang bagus, malah bisa dianggap salah."
  427.  
  428. "Aku enggak akan berbuat begitu. Aku bukan orang yang suka mencuri ...."
  429.  
  430. Dia mengatakannya lugas dengan nada cukup berat. Jika dia berkata seolah sedang terkejut, berarti dia tipe orang yang melakukan sesuatu tanpa memikirkan konsekuensinya. Tapi jika dia berkata lugas seperti tadi, berarti dia sudah paham betul kalau menyalin DVD itu enggak baik.
  431.  
  432. "Lagi pula, kalaupun aku mau menyalin DVD, aku juga enggak tahu caranya. Soalnya aku juga enggak begitu paham soal komputer."
  433.  
  434. "Begitukah? Bagus, deh, kalau begitu."
  435.  
  436. Aku lalu lanjut menghabiskan seluruh makanan yang ada dalam kotak bekalku.
  437.  
  438. "[Perhatian, perhatian. Aramiya Seiichi dari kelas 2-4, Aramiya Seiichi dari kelas 2-4. Dimohon ke ruang guru untuk menemui Kotani Kiriko-sensei. Sekian, terima kasih.]"
  439.  
  440. Pengumuman itu disampaikan lewat pengeras suara di seluruh sekolah.
  441.  
  442. "Aramiya, kali ini kamu sudah berbuat apa?"
  443.  
  444. "Enggak ada. Aku enggak ada berbuat apa-apa. Tapi kalau mendengar pengumuman tadi, mungkin saja ada urusan yang melibatkanku."
  445.  
  446. Kini aku dan Ayame hendak meninggalkan ruang ekskul untuk menuju ke ruang guru.
  447.  
  448. "Apa kamu dipanggil karena aku? Kamu jadi sering kesusahan, 'gini," ujarnya lalu melanjutkan, "Kalau benar begitu, biar aku juga ikut ke ruang guru."
  449.  
  450. Ayame memutuskan untuk ikut denganku. Setelah dia mengatakannya, kami lalu keluar ruangan bersama.
  451.  
  452. "Kira-kira urusan apa sampai melibatkanmu begitu?"
  453.  
  454. "Yah, sepertinya ini nanti bakal rumit."
  455.  
  456.  
  457. ♦♦♦
  458.  
  459.  
  460. Aku berusaha meyakinkan diri bahwa aku dipanggil bukan karena masalah apa-apa, dan aku memang enggak ada berbuat salah apa-apa. Aku terus terpikir soal ini, dan aku enggak bisa mengabaikannya.
  461.  
  462. Seharusnya untuk memanggil seorang murid enggak boleh seenaknya memakai pengeras suara begitu. Kalau mau memanggilku, toh, tinggal datangi saja, 'kan?
  463.  
  464. Kami pun tiba di depan ruang guru yang posisinya berada di antara gedung untuk murid kelas satu dan gedung untuk murid kelas dua, di mana lorongnya sering dilintasi murid-murid yang berlalu-lalang. Namun ketika aku berjalan di sana, murid-murid tersebut seakan langsung minggir untuk memberi jalan padaku.
  465.  
  466. "Sebaiknya kamu balik ke kelas saja."
  467.  
  468. "... aku mau tetap di sini. Kalau balik ke kelas, aku juga enggak punya kerjaan lain. Makanya aku menunggu kamu saja di sini."
  469.  
  470. Karenanya aku jadi menganggap serius situasiku yang sekarang.
  471.  
  472. Kubuka pintu ruang guru, lalu kumasuki tanpa mengucapkan apa pun pada Ayame.
  473.  
  474. "Permisi, saya Aramiya Seiichi dari kelas 2-4."
  475.  
  476. Kupersiapkan diri dan bersikap sewajarnya, kemudian segera kumasuki ruang guru lebih ke dalam.
  477.  
  478. Di siang hari begini, ruang guru dipenuhi oleh orang-orang yang tampak sangat sibuk dan juga yang sedang menikmati makan siangnya dengan santai. Urusanku adalah dengan guru yang duduk di pojok paling kanan dari ruangan ini. Jujur aku enggak tahu kenapa wali kelasku, Ohara-sensei, juga ada di sana.
  479.  
  480. "Kotani-sensei, saya sudah datang."
  481.  
  482. "Oh, Seiichi. Sini, sini."
  483.  
  484. Orang yang memanggilku — Kotani Kiriko-sensei — tadi langsung membalikkan kursinya menghadapku.
  485.  
  486. "Jangan panggil pakai 'sensei', dong. Aku ini 'senpai'-mu dan kamu itu 'kouhai'-ku, jadi jangan terlalu formal dan sopan begitu, ah. Santai saja. Kalau boleh, panggilnya Kiriko-senpai saja, ya."
  487.  
  488. "Tapi kalau saya memanggil seperti itu, rasanya Sensei seperti enggak saya anggap guru lagi."
  489.  
  490. Rambut hitam yang beliau miliki itu dikucirkannya cukup tinggi di belakang. Meski mengenakan setelan blazer, namun penampilan beliau tampak santai untuk diajak mengobrol. Beliau duduk bersender di kursinya sambil menyilangkan kaki dengan kedua tangan berada di belakang menahan kepalanya. Dari penampilan dan perilaku yang ditampakkan beliau, bisa dikatakan kalau beliau orang yang santai dan cenderung malas. Apa yang seperti itu bisa dibilang senpai-ku? Beliau lebih mirip seperti seorang kakak perempuan dibanding seorang ibu, yang sering datang ke rumah dan menolongku di banyak hal. Sejujurnya, sampai sekarang aku masih enggak menyangka kalau beliau seorang guru di sekolah ini.
  491.  
  492. "Hahaha, yah, kalau di sekolah, kita memang guru dan murid. Aku memanggilmu ke sini hanya ingin tahu apa kamu sudah belajar betul-betul."
  493.  
  494. Seperti tadi, dia cuma ingin menggangguku. Yah, dia memang selalu begitu.
  495.  
  496. "Lalu ada urusan apa sampai wali kelas saya, Ohara-sensei juga ada di sini?"
  497.  
  498. "Hmmm, hal yang sama, Sensei juga ingin tahu apa yang mau dilakukan Mbak Kiriko."
  499.  
  500. Ohara-sensei dan Kiriko-senpai bisa dikatakan terlihat begitu akrab. Mungkin karena mereka berdua satu kolega.
  501.  
  502. "Ehem, jam makan siang sebentar lagi selesai, jadi langsung ke intinya saja."
  503.  
  504. Kiriko-senpai kini meluruskan kakinya kemudian duduk dengan sopan sambil tersenyum ceria.
  505.  
  506. "Seiichi, kabarnya kamu sekarang berpacaran dengan Ayame, apa itu betul?"
  507.  
  508. "Sensei dapat kabar dari mana ...?"
  509.  
  510. "Aku mendengarnya dari Ohara-sensei. Dan sejak masuk sekolah pagi tadi, kulihat kalian berdua sering sekali bersama."
  511.  
  512. ... Ohara-sensei, kenapa dia malah memberitahukan hal itu?
  513.  
  514. "Lalu kutanyakan hal ini pada Tozaki, dan dia bilang kalau dia tahu semuanya."
  515.  
  516. Apa?! Keparat! Sudah kubilang kalau enggak ada apa-apa, tapi dia malah membeberkan semuanya pada guru! Kenapa aku sampai punya teman seperti itu?!
  517.  
  518. "Ketika kamu kemari, aku juga melihat ada Ayame di luar."
  519.  
  520. "... eh? Sensei melihatnya?"
  521.  
  522. Apa beliau ingin mengujiku supaya aku menoleh ke belakang dan memeriksanya? Kalau hal tersebut kulakukan, itu tambah memberi keyakinan kalau dia memang pacarku.
  523.  
  524. "Itu sebabnya, kalau bisa, aku ingin kamu membantu dan memperbaiki dirinya."
  525.  
  526. "... hah?"
  527.  
  528. "Tolong perbaiki dirinya. Kumohon, ubahlah perilaku malas dan berandalnya itu."
  529.  
  530. "Sen-Sensei ini bicara apa? Dan kenapa harus saya? Kalau Sensei menyerahkannya pada saya, bisa-bisa nanti jadi masalah besar. Lagi pula, enggak ada kemungkinan juga itu bakal berhasil."
  531.  
  532. "Aku belum pernah melihat dia sedekat itu dengan seseorang selain kamu."
  533.  
  534. "Gara-gara itu makanya Sensei ingin saya yang melakukannya?!"
  535.  
  536. Saat itu aku sudah enggak bisa berkata apa-apa lagi, harusnya beliau enggak perlu mengingatkan hal itu kembali. Sial!
  537.  
  538. "Benar, inilah satu-satunya kesempatan untuk mengubah hidupnya! Kalau kamu mengabaikannya, dia mungkin akan menjadi orang yang tidak berperikemanusiaan! Anak seperti dia tidak akan mau mendengarkan orang lain. Kami sudah tidak bisa berbuat apa-apa, jadi ...."
  539.  
  540. "Anu, bolehkah Sensei nanti dibantu juga? Bukan bermaksud untuk menambah bebanmu, tapi Sensei juga akan berusaha semampunya ....
  541.  
  542. "Eng, Ohara-sensei? Saya ingat Sensei pernah diintimidasi olehnya sampai enggak bisa bicara apa-apa."
  543.  
  544. "Hmm, yang kamu katakan memang benar .... Ta-tapi Sensei juga tidak mau kehilangan kesempatan ini. Rasanya memang tidak benar menjadikanmu sebagai alat, namun setidaknya itu menjadi motivasi baginya untuk berubah meskipun sedikit."
  545.  
  546. Sampai memohon seperti itu, wali kelasku pasti serius soal ini.
  547.  
  548. "Tentu saja kami tidak menyuruhmu menghalalkan segala cara supaya tujuan itu tercapai."
  549.  
  550. "Jadi, sesuatu yang bisa mengubahnya itu ...."
  551.  
  552. "Yah, kamu bisa mengajak dirinya untuk belajar bareng, begitu."
  553.  
  554. "Gi-gila apa? Sensei jangan asal bicara! Saya enggak melihat manfaat apa pun dari saran Sensei tadi!"
  555.  
  556. "Jangan malu begitu. Soalnya mulai sekarang semua itu tergantung pilihanmu.
  557.  
  558. "... lalu kalau saya enggak mau, bagaimana?"
  559.  
  560. Saat aku bertanya demikian, Kiriko-senpai langsung bangkit dari kursi lalu mendekatkan wajahnya ke telingaku dan berbisik ...
  561.  
  562. "Seperti yang tadi kulakukan lewat pengeras suara, akan aku umumkan ke seluruh sekolah mengenai hobimu."
  563.  
  564. "Hah ...!"
  565.  
  566. "Termasuk juga soal kamu yang memainkan 'eroge' di ruang ekskul."
  567.  
  568. Sial, makanya aku paling enggak suka kalau punya anggota keluarga yang tahu soal luar-dalamku! Rasanya seperti ada orang asing yang tiba-tiba masuk tanpa izin ke kamar kita.
  569.  
  570. "Apa, tunggu, tunggu ..., 'eroge'? Kamu belum 18 tahun, 'kan? Bukannya itu tidak boleh?"
  571.  
  572. Apa-apaan ini ...?!
  573.  
  574. "Sensei, yang tadi itu enggak sungguh-sungguh, 'kan? Tolong jangan desak saya melakukan itu."
  575.  
  576. Harus seperti apa aku agar bisa keluar dari situasi ini?! Aku cukup payah jika harus melawan beliau! Aku enggak menyangka pemanggilanku kemari ternyata akan jadi seperti ini ....
  577.  
  578. Beliau pasti mau berkata, 'Akan kubongkar rahasiamu supaya satu sekolah tahu seperti apa hobimu!'. Ya, sesuatu yang seperti itu ...!
  579.  
  580. "Oke, oke! Akan saya lakukan, sudah senang sekarang? Cih!"
  581.  
  582. Seusai kami berkompromi, Kiriko-senpai lalu menyilakanku duduk di kursi.
  583.  
  584. "Tolong pahami kalau dia ..., wah, Sensei senang sekali."
  585.  
  586. Ohara-sensei yang duduk di sebelahku kembali lanjut berkomentar.
  587.  
  588. "Mbak Kiriko, jangan terlalu memaksanya, ya."
  589.  
  590. Namun Kiriko-senpai malah tertawa dan menjawab, "Tidak ada yang memaksanya, kok."
  591.  
  592. Enggak kusangka, sekarang beliau berlagak seolah enggak berdosa. Aku enggak bisa berkata apa-apa lagi.
  593.  
  594. "Begini saja, mengenai ini hanya di antara kita saja yang tahu. Tidak pernah ada yang peduli soal nilai buruk di berbagai pelajaran anak itu, tapi jika diteruskan, mau tidak mau dia harus tinggal kelas!"
  595.  
  596. "Rasanya aneh membicarakan soal ini, tapi ... itukah masalahnya?"
  597.  
  598. "Dari apa yang kami tahu sekarang, ada gosip kurang mengenakkan tentang dirinya. Karena kami belum bisa memastikan kebenarannya, jadi kamu tidak harus percaya."
  599.  
  600. Jika maksud beliau adalah agar aku menghentikannya supaya dia enggak melakukan pekerjaan sampingannya lagi, maka aku menyerah.
  601.  
  602. "Kalau begitu, jangan terlalu berharap pada saya."
  603.  
  604. "Sebaliknya, aku sangat berharap padamu. Baiklah, Seiichi, itu saja yang mau kami sampaikan di sini."
  605.  
  606. "Kami mengandalkanmu, Aramiya."
  607.  
  608. Setelah menerima tugas dari mereka berdua, aku lalu beranjak. Kiriko-sensei kemudian menyeletuk.
  609.  
  610. "Eng- oh, iya, Seiichi."
  611.  
  612. Aku pun menoleh ke belakang.
  613.  
  614. "Baik ponsel lipat maupun ponsel cerdasmu itu, GPS di keduanya sama-sama aktif, 'kan?"
  615.  
  616. "Aktif, memangnya kenapa? Kalau enggak percaya, periksa saja apa masih aktif atau enggak."
  617.  
  618. "Bukan apa-apa, soalnya kalau kamu hilang, aku yang sedih."
  619.  
  620. "... Mbak Kiriko cerewet juga, ya."
  621.  
  622. Tiba-tiba beliau sok perhatian, entah apa karena dia sedang menggodaku.
  623.  
  624. "Betul itu. Malah kalau sampai diawasi sebegitunya, rasanya tambah enggak nyaman, tahu."
  625.  
  626. "Eh, yang bayar biaya ponselmu itu aku, jadi jangan mengeluh! Aku ini peduli sama kamu."
  627.  
  628. "Jadi saya harus percaya ... kalau Sensei memang peduli, begitu?"
  629.  
  630. Bisa kukatakan kalau Kiriko-senpai enggak akan begitu saja melepasku.
  631.  
  632. Namun beliaulah yang diberi izin oleh orang tuaku atas penggunaan kedua ponsel-ku.
  633.  
  634. Beliau pula yang dahulu mencariku saat aku tersesat sewaktu kecil dulu.
  635.  
  636. "Yang penting kamu harus aktifkan dulu kalau mau ke luar rumah."
  637.  
  638. "Iya, iya, terima kasih banyak."
  639.  
  640. Kini aku sudah keluar dari ruang guru di mana Ayame masih berdiri menungguku.
  641.  
  642. "Sudah selesai? Terus bagaimana?"
  643.  
  644. "Oh, cuma urusan pribadi saja."
  645.  
  646. "Lalu, Aramiya, kenapa kamu sampai dibawa ke ruang guru?"
  647.  
  648. Duh, berisik banget. Nanti juga kuceritakan, kok.
  649.  
  650. "... biasanya aku enggak mau menceritakan ini, tapi Kotani-sensei adalah kakak sepupuku."
  651.  
  652. "Eh? Jadi beliau itu sepupumu? Sepupumu guru di sini? Wah, kalau begitu beliau pasti sangat membantu, dong."
  653.  
  654. "Kalau hal ini sampai menyebar ke seluruh sekolah, orang-orang pasti menggosipkan yang enggak-enggak. Aku sangat menghargai kalau kamu enggak menceritakannya ke siapa-siapa."
  655.  
  656. "Aku mengerti. Ini bukan hal yang harus diceritakan ke orang lain."
  657.  
  658. Dengan pengertiannya saja itu sudah cukup membantu.
  659.  
  660. ... baiklah, meski aku enggak mau melakukannya, aku enggak punya pilihan lagi selain berbuat sesuatu ke Ayame.
  661.  
  662. "Ayame, apa kegiatanmu di jam pelajaran siang nanti?"
  663.  
  664. "Eh? Ya, masuk kelas, lah."
  665.  
  666. Hah? Kupikir dia mau bolos seperti biasanya.
  667.  
  668. "... kamu enggak bolos?"
  669.  
  670. "Kalau kamu bolos, ya, aku ikut bolos."
  671.  
  672. "Eh? Kamu mau mengikutiku?"
  673.  
  674. "Iya, dong."
  675.  
  676. Apa?
  677.  
  678. "... soalnya aku ingin bersamamu selama mungkin. Asalkan bisa lebih dekat denganmu, apa pun enggak masalah."
  679.  
  680. Aku enggak tahu apakah ini bakal berhasil seperti keinginan Kiriko-senpai agar aku mau menangani gadis ini .... Apa ini bakal berjalan lancar, ya?
  681.  
  682.  
  683. ♦♦♦
  684.  
  685.  
  686. Ketika Ayame mengikuti jam pelajaran siang bersamaku, seisi kelas langsung terperanjat.
  687.  
  688. Guru jam pelajaran kelima kami ini pun sampai terbelalak saat melihatnya, bukan karena apa, melainkan karena terkejut akan hal tersebut. Nah, masalahnya, teman-teman sekelasku sudah memusatkan pandangan mereka padaku dan Ayame, seolah ada yang ingin mereka tanyakan pada kami.
  689.  
  690. Tozaki yang duduk di belakangku, mencolekku lalu menyerahkan secarik kertas padaku.
  691.  
  692. Di kertas itu tertulis, "<Jadi soal hubunganmu dengan Ayame itu ternyata benar, 'kan?>"
  693.  
  694. ... aku berdesah lalu menulis balik, "<Enggak!>" kemudian mengembalikan secarik kertas itu ke meja Tozaki. Dia pura-pura mengabaikannya supaya guru kami enggak melihatnya. Sial, kalau soal begini saja, kayaknya dia senang banget!
  695.  
  696. "Jadi setelah mengetahui nilai X ini, maka kita bisa menghitung—"
  697.  
  698. Sambil menjelaskan, guru kami tetap menulis materi pelajaran di papan tulis. Beberapa saat kemudian, Tozaki mencolekku lagi dari belakang. Aku merasa terganggu, tapi meski enggan, secarik kertas itu pun kuambil dan di situ tertulis,
  699.  
  700. "<Hebat! Kamu bisa membuat Ayame jadi pengikutmu, itu luar biasa! — Matoba>" "<Kapan kalian mulai pacaran? — Uchida>" "<Semoga kalian bahagia! — Sakai>" "<Jaga Ayame baik-baik, ya. — Mikamoto>"
  701.  
  702. Ada beberapa tulisan orang lain di sana. Tozaki berengsek, dia membiarkan kertas itu tersebar ke anak-anak lain! Ternyata secarik kertas tadi sudah dioper ke hampir seluruh kelas layaknya absensi yang harus ditandatangani seluruh murid.
  703.  
  704. Aku pun menulis balik, "<Banyak bacot! — Aramiya>" lalu mengembalikannya.
  705.  
  706. Kemudian setelah beberapa saat berlalu.
  707.  
  708. "Aaaaaah ...!"
  709.  
  710. Ada yang tiba-tiba berteriak begitu keras di deretan kursi belakang. Guru kami pun sampai menoleh ke belakang, ke arah sumber suara itu. Begitu pun aku. Entah bagaimana caranya, secarik kertas tadi sampai di tangan Ayame, dan dia enggak melepas pandangannya dari kertas itu ..., kemudian merobek-robeknya. Dia lalu memukul keras mejanya hingga suaranya menggema ke seluruh ruangan. Dari situ aku bisa menebak seperti apa perasaannya sekarang.
  711.  
  712. Wajah semua penghuni ruangan ini menjadi pucat dan penuh ketakutan. Bahkan guru kami pun sampai ikut gemetaran.
  713.  
  714. Menjadikan orang lain sebagai bahan candaan, tentu saja mereka yang melakukannya mau enggak mau harus menerima konsekuensinya. Lambat laun situasi tegang itu berlalu dan seolah enggak ada sesuatu yang terjadi hingga pelajaran berakhir. Ayame sendiri duduk dan mendengarkan pelajaran dengan saksama, hingga membuat guru kami jadi kebingungan. Tapi memang enggak ada hal-hal lain yang terjadi setelah itu. Teman-teman sekelasku memandangi Ayame dan tampak bersiap untuk melindungi diri, namun Ayame malah tampak murung. Tapi ketika aku melihat ke arahnya, dia langsung mengubah ekspresi murammya itu menjadi senyum yang ceria. Kelihatannya dia sangat ingin mengikuti pelajaran bersamaku.
  715.  
  716. ... tampaknya tugas yang diberikan Kiriko-senpai padaku ini bisa kulalui dengan mulus.
  717.  
  718.  
  719. ♦♦♦
  720.  
  721.  
  722. "Oh, Aramiya, kita pulangnya bareng, yuk?"
  723.  
  724. Tiba-tiba sebuah ajakan halus terdengar di telingaku. Aku pun langsung melihat ke arah suara itu. Rupanya itu Ayame yang sudah berada di depanku. Aku pun melihat ke sekeliling, dan ternyata enggak ada orang lagi selain dia yang bertanya.
  725.  
  726. "Ka-kamu mau, 'kan?"
  727.  
  728. Enggak diragukan lagi itu memang Ayame. Aku enggak bisa berpura-pura enggak mengenalnya. Siapa sangka Ayame yang bicaranya kasar kini bisa bicara selembut itu.
  729.  
  730. "Eng, bo-boleh, ayo kita pulang!"
  731.  
  732. Aku spontan menjawabnya kemudian berjalan keluar dari kelas. Ayame pun melihat dan mengikutiku keluar dari kelas.
  733.  
  734. "A-anu, Ayame, kok tiba-tiba kamu mengajakku pulang bareng? Terus, cara bicaramu tumben jadi begitu?"
  735.  
  736. "Eng-enggak kenapa-kenapa, sih. Sewaktu pelajaran siang tadi, aku teringat kalau tokoh wanita dalam 'game' itu enggak pernah bicara kasar seperti aku dulu ...."
  737.  
  738. Betul. Dalam 'Princess☆Weekdays', enggak ada satu pun tokoh wanita yang bicaranya kasar seperti Ayame.
  739.  
  740. "Dan para tokoh wanita di 'game' itu bicaranya selalu sopan ... seperti aku sekarang ini."
  741.  
  742. "... begitukah? Jadi sekarang kamu lagi berusaha menyesuaikan diri agar mirip dengan gadis impianku, begitu?"
  743.  
  744. "... iya."
  745.  
  746. Dia jelas sedang berusaha memalsukan kepribadiannya, karena enggak mungkin dia bisa mengubahnya hanya dalam waktu semalam.
  747.  
  748. Namun aku dibingungkan dengan caranya mengubah diri agar sesuai dengan gadis yang impianku.
  749.  
  750. "Ja-jadi, bagaimana menurutmu ...?"
  751.  
  752. Dia terdengar seperti berusaha untuk meniru. Lebih baik aku memberitahunya sekarang.
  753.  
  754. "Masih belum sempurna."
  755.  
  756. Tiba-tiba dia mengubah cara bicaranya kembali sesuai dengan kepribadiannya.
  757.  
  758. "Oh, begitu? Masih belum pas, ya? Nanti kuusahakan lagi ...."
  759.  
  760. Tapi bukannya marah, dia justru lebih termotivasi untuk melanjutkan. Jika seseorang sampai mengubah dirinya agar bisa dekat dengan orang lain, maka pada umumnya orang tersebut akan jatuh cinta dengannya. Sayangnya, yang dihadapi Ayame adalah orang sepertiku yang cuma terpikat dengan gadis yang polos. Jadi kuharap dia segera menyerah saja. Aku enggak bisa mendukungnya untuk hal seperti ini.
  761.  
  762. Kami lanjut mengobrol hingga menuju pintu keluar gedung sekolah, yang kemudian terdengar ....
  763.  
  764. "Kumohon, aku benar-benar enggak punya uang."
  765.  
  766. "Toh, biasanya kamu mau saja kalau uangmu kupinjam. Bagi-bagi sini, lah."
  767.  
  768. "Ta ... tapi, u ... uang yang kamu pinjam kemarin ... belum kamu kembalikan ...."
  769.  
  770. Saat mendengarnya, aku tahu kalau itu sebuah pemalakan dengan cara halus tanpa memberi kesempatan bagi korban untuk menolak. Ketika melihatnya secara langsung, aku merasa itu sedikit konyol. Dua murid yang berpostur lebih besar berdiri di depan dan mencegat si korban supaya enggak kabur. Lalu anak yang menjadi korban tadi tampak lebih kecil hingga wajahnya enggak bisa kulihat karena tertutupi. Yang kutahu, anak itu memakai seragam laki-laki. Kelihatannya, hal seperti ini sudah sering dia alami, makanya aku enggak mau ikut cam—
  771.  
  772. "Oi, sedang apa kalian?!"
  773.  
  774. "Eh? Ayame?"
  775.  
  776. Dia berjalan mendekat pada kumpulan itu dan langsung mencengkeram kerah kedua anak tersebut. Di dalam ucapannya seakan ada niat untuk membunuh, dan kini dia sedang memelototi mereka.
  777.  
  778. "Memangnya kalian enggak malu apa, memalak orang di tengah jalan?"
  779.  
  780. "A ... apa?!"
  781.  
  782. "Kami cuma mau minta bantuannya sedikit, kok. Pergi, sana!"
  783.  
  784. "Ah, alasan yang dibuat-buat! Mendengarnya saja aku mau muntah!"
  785.  
  786. "A ... anak ini junior kami waktu SMP!"
  787.  
  788. "Betul, dia sudah lama jadi anggota geng kami!"
  789.  
  790. Sewaktu mereka mulai memberi alasan bertele-tele, Ayame berdesah keras, seakan berkata, 'Sudah selesai? Capek dengarnya'.
  791.  
  792. Dan naluriku berkata kalau sebentar lagi dia akan melepas cengkeramannya lalu bersiap untuk mengambil ancang-ancang.
  793.  
  794. "Cukup!"
  795.  
  796. Aku berteriak dan langsung bergegas merangkulnya dari belakang dengan kedua tangan. Tampak dia seakan sudah bersiap untuk memukul mereka berdua. Untunglah aku sempat menghentikannya.
  797.  
  798. "A ... Aramiya?!"
  799.  
  800. Astaga, kenapa aku berusaha menghentikannya?!
  801.  
  802. Melibatkan diri begini sudah bukan seperti diriku lagi.
  803.  
  804. Aku enggak tahu kenapa atau bagaimana menjelaskannya, tapi ... mungkin aku enggak mau melihat dirinya terlibat perkelahian. Mungkin karena kini dia sedang berusaha berperilaku sopan. Jadi kupikir— kalau dia saja bisa menanganinya, berarti aku juga bisa. Meskipun soal perilaku sopan tadi sudah enggak berlaku lagi!
  805.  
  806. "Wah, wah, apa itu?" "Ada apa, nih?" "Ada yang berkelahi?"
  807.  
  808. Dan para murid lain yang hendak meninggalkan sekolah mulai berdatangan di sekitar kami.
  809.  
  810. "Cih .... Ayo pergi ...."
  811.  
  812. "Enggak jelas! Awas kalian, ya! Jangan suka ganggu urusan orang!"
  813.  
  814. Mereka berdua lalu pergi dengan cuek, dan anak yang dipalak tadi juga sudah buru-buru pergi tanpa memberiku kesempatan untuk melihat wajahnya. Bahkan kerumunan para murid yang berdatangan tadi pun sudah berpencar masing-masing seolah enggak ada apa-apa. Mungkin itu hal yang baik.
  815.  
  816. Harusnya anak tadi seenggaknya berterima kasih dulu sebelum kabur begitu, atau ... mungkinkah dia takut dengan Ayame?
  817.  
  818. Saat diriku sudah hampir tenang, Ayame justru menggeliat seperti sedang kegelian.
  819.  
  820. "A ... Aramiya .... Ta ... tanganmu ...."
  821.  
  822. Suaranya makin pelan dan pelan. Eh? Tangan? Kucoba untuk sedikit meremas dan ternyata rasanya lumayan empuk.
  823.  
  824. Kalau kini aku sedang merangkulnya dari belakang ..., itu berarti ....
  825.  
  826. (http://goo.gl/M9s4Cf)
  827.  
  828. "Wuaaah!"
  829.  
  830. Akhirnya aku tersadar sebelum buru-buru melepaskan rangkulanku dan menjauh darinya. Dia meringkuk sambil menyilangkan tangan menutupi bagian dada lalu memalingkan wajahnya dariku. Wajahnya memerah menampakkan sedikit ekspresi geram.
  831.  
  832. "Ma ... maaf! Aku enggak bermaksud begitu!"
  833.  
  834. Meski aku berkata demikian, sensasi yang ada di tanganku ini enggak mau hilang. Meski ada seragam, kaos dalam, bahkan beha yang melapisinya, namun sensasi tadi berubah menjadi keanehan yang nyata, dan ini enggak bisa aku dapatkan dari dunia 2D. Pikiranku terbawa semakin dalam.
  835.  
  836. Karena kejadian tersebut, kerumunan yang sudah berpencar tadi terdiam dan memandangi kami, hingga sebuah teriakan keras menggelegar.
  837.  
  838. "Kalian lihat apa?! Siapa yang bolehkan kalian lihat-lihat?! Pergi sana!"
  839.  
  840. Ayame benar-benar murka dan membentak ke arah mereka. Lalu dalam hitungan detik, keheningan pun menyebar. Para murid di sekitar kami langsung menuju rak sepatu dan buru-buru pergi meninggalkan gedung sekolah.
  841.  
  842. "Sudah enggak ada orang lain lagi di sini."
  843.  
  844. Ayame memeriksa keberadaan murid-murid lain di sekitar sebelum akhirnya berdiri.
  845.  
  846. "Ah, anu ...."
  847.  
  848. Saat aku hendak meminta maaf, Ayame menggelengkan kepalanya.
  849.  
  850. "Kalau itu kamu, aku enggak keberatan, kok. Tadi aku cuma kaget saja."
  851.  
  852. ... jadi dia enggak keberatan mengenai hal tadi?! Aku hampir saja mau meminta izin melakukannya lagi, tapi itu enggak mungkin, jadi kuurungkan niatku. Soalnya dia sudah keburu memicingkan mata.
  853.  
  854. "Tapi, Aramiya, saat itu ..., apa kamu suka sewaktu meremasnya?"
  855.  
  856. "Ten-tentu saja enggak! Aku enggak suka!"
  857.  
  858. Apa betul tadi aku memang meremasnya? Terus benda bulat di tanganku tadi apa, dong? Eh, tunggu! Aku benar-benar menyesal!
  859.  
  860. "Be-begitukah ...?"
  861.  
  862. Wajah Ayame pun mulai tampak sedih, seakan dia mengerti maksud perkataanku.
  863.  
  864. "Sepertinya aku enggak bisa bertahan lama menjaga kelakuan baikku tadi. Tapi ini yang terakhir kalinya aku berbuat begitu."
  865.  
  866. Sewaktu dirinya maju untuk menghentikan pemalakan tadi, citra berperilaku baik yang sudah dijaganya itu seketika hancur. Jujur, aku enggak menyangka Ayame lebih mengutamakan untuk menghentikan upaya pemalakan tadi.
  867.  
  868. Kupikir dia sudah enggak mau kembali berkelakuan baik lagi, tapi rupanya aku salah.
  869.  
  870. "A-aku akan terus berusaha dan bicara dengan sopan lagi. Aku enggak akan menyerah."
  871.  
  872. Dia berkata dengan malu-malu. Pikiranku pun sampai teralihkan karena hal itu.
  873.  
  874. "Kalau itu yang harus kulakukan agar bisa menjadi gadis yang kamu impikan, meski banyak yang harus kulalui, maka aku—"
  875.  
  876. "Bukan begitu."
  877.  
  878. Kusela omongan Ayame, karena dia tetap ingin membangun citra perilaku baiknya yang dia anggap bagus untuknya.
  879.  
  880. "Justru aku suka gadis yang bersikap sesuai dengan kepribadiannya."
  881.  
  882. Menurutku yang paling penting adalah dengan menjadi diri sendiri. Kenyataannya, aku enggak pernah ingin gadis impianku selalu bicara dengan sopan padaku.
  883.  
  884. "Kamu enggak perlu memaksa diri dengan bicara sangat sopan begitu. Itu malah enggak guna."
  885.  
  886. Aku merasa enggak bakal ada pengaruhnya menjelaskan itu padanya. Cih. Aku ini sedang apa, sih? Bahkan dari dulu aku enggak pernah menyelesaikan masalahku sendiri.
  887.  
  888. "Be-begitukah? Hmm, kalau begitu, aku akan bersikap seperti biasanya lagi."
  889.  
  890. Ayame justru mendengarkanku lalu tersenyum lega dan tampak senang.
  891.  
  892. Entah bagaimana menjelaskannya, tapi dia yang seperti ini lebih cocok di dirinya. Bisa dipastikan kalau Ayame enggak begitu paham arti dari berperilaku baik.
  893.  
  894. Aku lalu berpisah jalan dengan Ayame, kemudian menuju ke rumah untuk bersiap bekerja paruh waktu di sebuah minimarket.
  895.  
  896.  
  897. ♦♦♦
  898.  
  899.  
  900. "Jadi semuanya 1580 yen. Uangnya 2080 yen, jadi kembaliannya 500 yen, ya, Pak. Butuh struknya? Terima kasih sudah berbelanja di sini."
  901.  
  902. Aku melayani pembeli seperti yang biasa kulakukan di minimarket tempatku bekerja ini — yang pernah kuceritakan pada Ayame — selama lima hari dalam seminggu. Di pukul tujuh malam begini, banyaknya pengunjung yang datang mulai berkurang, karena letak minimarket ini berada di area sekitar pusat perbelanjaan.
  903.  
  904. Aku mulai bekerja paruh waktu di sini semenjak tahun lalu sebagai orang yang bertugas menyusun barang di rak belanjaan. Kini aku sudah merasa nyaman bekerja di tempat ini. Karena ada tokoh wanita dalam 'game' yang sedang kukejar, makanya aku jadi bersemangat dalam bekerja. Tanpa terasa, jam kini sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
  905.  
  906. "Cukup untuk hari ini, Aramiya."
  907.  
  908. Sif kerjaku sudah berakhir.
  909.  
  910. "Baiklah, kalau begitu saya pulang dulu."
  911.  
  912. Aku segera berganti pakaian ke seragam sekolah kemudian pergi dari tempat kerjaku.
  913.  
  914. Ya ampun, padahal ini sudah musim semi, tapi hawa malam ini masih terasa dingin. Kucepatkan langkahku agar bisa pulang ke rumah secepatnya. Karena merasa bosan, kuperiksa layar ponsel cerdasku, dan kulihat ada beberapa pesan masuk di sana.
  915.  
  916. "Dari Tozaki sama dari Kiriko-senpai ...."
  917.  
  918. Kucoba untuk membaca pesan dari Tozaki terlebih dulu.
  919.  
  920. 「Benar kamu memerkosa Ayame di pintu keluar gedung sekolah?"」
  921.  
  922. Kalau saja aku punya kekuatan untuk meremukkan sebuah apel dalam genggamanku, pasti hal yang sama sudah aku lakukan terhadap ponsel cerdasku sekarang. Berengsek, dia sudah keterlaluan. Apa maksudnya tadi? Aku bahkan enggak melakukan pelecehan seksual tadi.
  923.  
  924. ... tapi memang benar. Aku sudah merasakan payudaranya di tanganku ini. Hmm ....
  925.  
  926. Ayame kelihatannya memang enggak suka diperlakukan begitu. Tapi dari sudut pandang mana situasi itu dianggap sebagai tindak pemerkosaan? Apa pun itu, semuanya jelas-jelas cuma salah paham.
  927.  
  928. "Kubunuh kamuuuuuuuuuuuuuuu! Jangan asal menyimpulkan, kubunuh kamuuuuuuuuuuuuuuu!"
  929.  
  930. Yah, sebaiknya aku menjernihkan dulu kesalahpahaman ini dari sumber awal penyebarannya.
  931.  
  932. 「Kamu dapat kabar dari mana? Terus apa lagi yang sudah kamu dengar?」
  933.  
  934. Mungkin lebih baik aku mengiriminya SMS yang seperti itu. Setelah kukirim, aku lalu membuka SMS dari Kiriko-senpai.
  935.  
  936. 「Kudengar kamu berhasil memaksa Ayame menghadiri jam pelajaran siang, ya? Wah, tetap jaga prestasimu, ya. 'I love you'. Mmmuach!」
  937.  
  938. "... hah?!"
  939.  
  940. Aku lalu berdesah. Rasanya belakangan ini aku banyak sekali mendesah.
  941.  
  942. 「Syukurlah semuanya lancar. Tapi aku enggak yakin bagaimana ke depannya, dan aku juga enggak peduli soal pernikahan antar sepupu.」
  943.  
  944. Kujawab seperti itu.
  945.  
  946. Setelah kukirim, SMS balasan dari Tozaki pun masuk.
  947.  
  948. 「Jangan mengada-ada! Kudengar dari Mikamoto kalau dia melihat kamu melakukannya di pintu keluar gedung sekolah. 'Dengar apa lagi' itu maksudmu apa?」
  949.  
  950. Sebenarnya aku enggak peduli dia mendengarnya dari mana .... Tapi masalahnya, aku enggak suka saat orang-orang malah lebih tertarik hal lain dan melupakan hal baik seperti pencegahan pemalakan dari kejadian tadi. Meski Kiriko-senpai tahu yang sebenarnya, namun bagian tadi juga harus diketahui orang-orang.
  951.  
  952. Pada akhirnya, mereka hanya percaya pada yang mereka yakini saja dan menjadikan rumor tersebut sebagai bahan candaan bagi sesama.
  953.  
  954. Kini aku sedang berada di tengah pusat perbelanjaan. Karena kerumunan orang-orang di sini semakin ramai saja, kumasukkan kembali ponsel-ku ke saku.
  955.  
  956. "Eh?"
  957.  
  958. Dan di saat itu kulihat sebuah siluet dari orang yang kukenal di antara kerumunan orang-orang. Itu Ayame.
  959.  
  960. Kini dia sudah enggak mengenakan celana jin robek lagi, melainkan sebuah rok berwarna putih dengan kaos kaki panjang sampai ke paha dipadu kardigan berwarna krem. Rambut hitamnya masih dikucir dua.
  961.  
  962. Kupandangi dia dari belakang, dan rupanya dia sedang memakai pakaian perempuan pada umumnya. Aku berpikir, 'Memangnya kenapa? Dia di sini juga enggak ada urusannya denganku,'. Tapi yang membuat aku jadi penasaran adalah siapa lelaki di sampingnya itu. Enggak seperti lelaki kebanyakan, tapi itu seorang pria setengah baya yang memakai setelan jas. Meski enggak saling bermesraan, tapi mereka terlihat begitu dekat.
  963.  
  964. 'Hari ini harusnya aku gajian, mungkin aku bisa membeli tiga buah 'game'.'
  965.  
  966. 'Boros banget. Hmm, pasti papamu memberi uang yang banyak juga.'
  967.  
  968. Aku jadi teringat pembicaraanku dengan Ayame saat istirahat makan siang tadi.
  969.  
  970. ... apa berarti, seperti inikah pekerjaan sampingannya?!
  971.  
  972. Oke, sekarang sudah lewat pukul sembilan malam. Tampaknya ini waktu yang pas untuk hal-hal seperti itu terjadi. Aku enggak tahu seperti apa prosedur transaksinya, yang pasti aku harus pergi ke tempat yang semestinya kutuju. Aku merasa yakin ke mana situasi tersebut akan berlanjut, di mana dua orang sedang berjalan menuju ke arah sebuah motel.
  973.  
  974. "... hmm."
  975.  
  976. Jika ini sebuah 'eroge', pasti ini adalah adegan yang menjurus ke sebuah kesalahpahaman atau sesuatu yang harus kucegah.
  977.  
  978. ... tapi ini dunia nyata. Dan aku enggak punya kewajiban untuk mencegah agar hal itu enggak terjadi.
  979.  
  980. "Rasanya ini enggak benar ...."
  981.  
  982. Padahal dia bilang kalau dia ingin menjadi pacarku. Tapi dia malah menjajakan tubuhnya pada lelaki lain. Jika dilihat dari sudut pandang seperti ini, ternyata dia memang melakukannya demi uang. Kini perasaanku jadi bercampur aduk. Aku jadi enggak mau lagi berurusan dengannya. Dalam hatiku bergejolak ingin memastikan apa dia memang seorang pelacur.
  983.  
  984. "Wali kelasku dan Kiriko-senpai pasti sudah salah soal ini ...."
  985.  
  986. Yah, kami memang enggak sedekat itu, sedikit pun enggak. Sebaiknya hal pertama yang akan kulakukan jika bertemu dengannya nanti adalah menegur perbuatannya dulu.
  987.  
  988. Aku sudah membeberkan soal kesukaanku akan 'eroge' padanya, dan aku kini merasa jengkel sewaktu mengingat dirinya yang antusias ingin ikut memainkannya.
  989.  
  990. "Tapi, hmm ...."
  991.  
  992. Kenapa aku merasa enggak bisa menerima hal ini. Perasaan ini begitu aneh. Bukan karena aku memikirkan Ayame, tapi lebih karena ada yang harus kuperbuat semenjak dia ingin mengubah perilakunya itu.
  993.  
  994. Aku sudah enggak peduli lagi, aku cuma ingin ke kamarku yang berada di lantai dua itu dan menyiapkan seragam olah raga ke dalam tasku.
  995.  
  996.  
  997. ♦♦♦
  998.  
  999.  
  1000. "Seiichi! Ada tamu untukmu."
  1001.  
  1002. Di pagi ini kudengar ibuku memanggil dari lantai bawah.
  1003.  
  1004. Ada siapa? Tamu? Maksudnya petugas jasa pengiriman? Padahal aku enggak pernah ada memesan 'eroge', kok.
  1005.  
  1006. ... firasatku buruk soal ini, jadi kutenteng tas di bahu lalu turun ke lantai bawah.
  1007.  
  1008. Tiba-tiba ada seseorang yang mondar-mandir di sekitar rak sepatu rumahku dengan wajah cemas lalu menyapa.
  1009.  
  1010. "Ha-hai ..., Aramiya ...."
  1011.  
  1012. Itu Ayame! Astaga, kenapa dia ke sini?!
  1013.  
  1014. "Ada gadis yang mendatangi Seiichi?" "Eh?! Ada gadis yang mendatangi si ampas?!"
  1015.  
  1016. Ayah dan adikku melihat kami dari ruang tengah. Eh, apa?! Ampas?! Anak ini kejam sekali sama kakaknya!
  1017.  
  1018. "Sana, sana! Bikin malu. Balik ke ruang tengah saja sana!"
  1019.  
  1020. "Wah, wah, Ibu senang sekali hari ini. Ibu akan masak beras merah buatmu." "Ayah tidak sangka, Seiichi bisa didatangi seorang gadis selama hidupnya." "Wah, dia cantik banget, Jejaka Letoi!"
  1021.  
  1022. "Dibilang, bikin malu! Cih, aku berangkat dulu!"
  1023.  
  1024. Kuhentikan usahaku untuk mendorong mereka ke ruang tengah dan bergegas keluar dari rumah. Kami pun berjalan ke sekolah seperti biasa.
  1025.  
  1026. "Apa aku sudah menyusahkanmu?"
  1027.  
  1028. Dia bertanya dengan cemas, namun kurasa keluargakulah yang sebenarnya membuat masalah.
  1029.  
  1030. "Maaf, orang-orang di rumahku memang sedikit aneh ...."
  1031.  
  1032. "Ah, enggak apa-apa."
  1033.  
  1034. Terlepas dari itu, aku punya hal yang lebih penting untuk ditanyakan padanya.
  1035.  
  1036. "Kenapa kamu repot-repot ke rumahku?"
  1037.  
  1038. Sebenarnya aku sudah tahu akan seperti apa jawabannya. Dia pun menjawab.
  1039.  
  1040. "Tokoh wanita di 'Azure Cross Sunshine' juga melakukannya, makanya aku ..."
  1041.  
  1042. Sudah kuduga, dia melakukannya karena terinspirasi oleh eroge yang mungkin kemarin dibelinya.
  1043.  
  1044. Ternyata kemampuan memprediksiku ini lumayan juga. Tapi ketimbang bergadang untuk memainkan 'eroge', harusnya dia tidur saja. Terlihat sekali kalau dia sedang mengantuk.
  1045.  
  1046. "... aku memeriksanya dari daftar kontak murid dibantu aplikasi peta di ponsel, ternyata alamatmu enggak jauh dari tempatku ...."
  1047.  
  1048. Daftar kontak murid sampai memuat alamat rumahku?
  1049.  
  1050. "Kamu enggak suka, ya? Apa aku harus menjadi teman semasa kecilmu dulu, baru aku boleh melakukannya ...?"
  1051.  
  1052. "Eng ... enggak usah."
  1053.  
  1054. Ah, kesampingkan itu dulu.
  1055.  
  1056. Kalau ditanya apa aku enggak suka, aku justru lebih merasa kaget. Pada kenyataannya, orang yang normal akan senang jika ada seorang gadis yang mendatanginya. Tapi bukan berarti aku jadi merasa sangat senang, aku enggak bisa membohongi perasaanku walau di hati ini ada sedikit rasa senang ....
  1057.  
  1058. "Ah, aku sampai lupa bilang, selamat pagi, Aramiya."
  1059.  
  1060. "Se ... selamat pagi."
  1061.  
  1062. Aku hampir saja lupa membalas salamnya. Dan sebenarnya ada sesuatu yang hampir lupa kutanyakan.
  1063.  
  1064. Kemarin aku melihat Ayame berada di pusat perbelanjaan. Tapi kini saat kuperhatikan dirinya betul-betul, enggak ada apa-apa, enggak ada tanda-tanda seolah dia habis melakukan pekerjaan jual dirinya itu.
  1065.  
  1066. ... rasanya aneh ....
  1067.  
  1068. Apa setelah melakukan pekerjaan sampingannya, dia pulang dan lanjut bermain eroge kemudian tidur sebentar lalu bangun pagi-pagi begini? Bukankah itu terlalu menyiksa diri? Dari tampangnya sekarang, dia memang kelihatan mengantuk seperti habis bergadang, sih. Fiuh. Dia benar-benar memaksakan diri.
  1069.  
  1070. "Aramiya, kenapa kamu enggak bersemangat?"
  1071.  
  1072. ... jaga emosi dan tetap tenang. Argh! Rasanya aku ingin meledak! Aku harus menyelesaikannya sekarang juga!
  1073.  
  1074. "Anu, Ayame. Semalam kamu ada di pusat perbelanjaan, ya?"
  1075.  
  1076. "Eh? Oh, iya, aku semalam di sana. Kok tahu?"
  1077.  
  1078. "Soalnya aku lihat ...."
  1079.  
  1080. "Yang benar? Kenapa enggak menyapa?"
  1081.  
  1082. ... lo, kok dia setenang itu? Bukannya dia pergi ke motel bersama pelanggannya semalam? Apa jangan-jangan saat itu aku juga boleh ikut dengannya dan kami bisa melakukan 'threesome'? Argh! Itu gila! Tenang dulu, ini bukan waktunya berpikir seolah aku sedang berada dalam 'eroge'.
  1083.  
  1084. "Eng, soalnya kamu sedang bersama seseorang, sih ...."
  1085.  
  1086. "Oh, harusnya kamu enggak usah sungkan. Itu cuma papa aku."
  1087.  
  1088. "Papamu ...."
  1089.  
  1090. "Iya, papa aku. Ayah, ayah. Mencari beliau itu enggak sulit, biasanya aku sering bertemu di parkiran dengannya."
  1091.  
  1092. "Ayahmu?"
  1093.  
  1094. Berarti, aku sudah benar-benar salah paham, dong?
  1095.  
  1096. Fakta kalau orang-orang menggosipkan dirinya menjual diri adalah sebuah kesimpulan tanpa dasar. Dan caranya memanggil ayah dengan sebutan 'papa' justru disalahartikan layaknya seorang 'mucikari'. Padahal sebutan 'papa' harfiahnya adalah memang 'ayah', 'kan?
  1097.  
  1098. ... aku merasa hina.
  1099.  
  1100. Aku sudah memandang Ayame dengan sudut pandang yang salah.
  1101.  
  1102. Aku enggak punya hak untuk mengkritik seseorang seenaknya, menyebarkan gosip yang enggak benar dan menjadikannya sebuah candaan agar itu terasa benar. Aku sebenarnya sama seperti dirinya. Aku memang orang yang hina.
  1103.  
  1104. Ayame lanjut berbicara tanpa tahu kalau aku sedang begitu merasa bersalah padanya.
  1105.  
  1106. "Rasanya malas kalau cuma bisa bertemu sebulan sekali saja. Biarpun begitu, aku enggak benci papa, kok. Malah, beliau sering memberiku uang saku."
  1107.  
  1108. "Sebulan sekali? Apa sampai sesibuk itu?"
  1109.  
  1110. "Yah ..., orang tuaku sudah bercerai dan aku memilih tinggal bersama ibuku, sedangkan adikku tinggal dengan ayahku. Mungkin sebelumnya sudah ada kesepakatan bersama dari ayah dan ibuku soal hak asuh anak."
  1111.  
  1112. Dia mengatakannya seolah itu bukan hal besar, tapi bagiku itu hal yang sangat berat.
  1113.  
  1114. "Aku minta maaf ...."
  1115.  
  1116. "Lo, enggak usah minta maaf. Rasanya memang sedih, sih, saat mereka bercerai. Aku pun dulu sempat menjadi anak yang liar. Tapi sekarang sudah enggak apa-apa."
  1117.  
  1118. "Enggak! Aku harus tetap minta maaf."
  1119.  
  1120. Aku merasa bersalah karena sudah melihatnya dari sudut pandang yang keliru.
  1121.  
  1122. 'Dari apa yang kami tahu sekarang, ada gosip kurang mengenakkan tentang dirinya. Karena kami belum bisa memastikan kebenarannya, jadi kamu tidak harus percaya.'
  1123.  
  1124. Seperti yang dikatakan Kiriko-senpai, aku harusnya enggak boleh sampai salah paham karena gosip yang disematkan pada dirinya itu.
  1125.  
  1126. Namun aku juga enggak bisa yakin begitu saja karena masih ada kemungkinan kalau dia pernah melakukannya. Jadi aku pun belum bisa memastikan kalau dirinya belum pernah melakukan itu.
  1127.  
  1128. "Sudah, jangan dibikin serius. Ketimbang meminta maaf dariku, kenapa enggak terima saja aku jadi pacarmu. Aku pasti senang."
  1129.  
  1130. "... soal itu, aku harus bilang enggak."
  1131.  
  1132. "Cih."
  1133.  
  1134. "Kamu barusan berdecak, ya?!"
  1135.  
  1136. "Hahaha, bercanda, bercanda."
  1137.  
  1138. Pada akhirnya, aku merasa kecewa karena sudah bertanya seperti tadi. Itu karena aku sama sekali enggak tahu tentang latar belakang dirinya, enggak sedikit pun. Tapi Ayame yang kukenal sekarang bukanlah seorang gadis yang begitu saja ingin jadi pacarku.
  1139.  
  1140. Yah, kalau kupikir lagi, jika bukan karena dia mewarnai rambutnya, Ayame yang dulu pasti sudah sering berada dalam bahaya.
  1141.  
  1142.  
  1143. ♦♦♦
  1144.  
  1145.  
  1146. "Halo, Seiichi! Oh, Ayame juga! Halo!"
  1147.  
  1148. "Selamat pagi, Kotani-sensei."
  1149.  
  1150. "... selamat pagi ...."
  1151.  
  1152. Saat aku dan Ayame memberi salam, Kiriko-senpai tersenyum senang.
  1153.  
  1154. "Wah, pertama kalinya Ayame memberi salam pada Sensei. Senangnya."
  1155.  
  1156. "Aku cuma meniru yang dilakukan Aramiya."
  1157.  
  1158. Apa aku benar-benar dijadikan sebuah standar? Kali ini bukan hanya tanggung jawab saja yang bertambah, tapi rasa malu juga ikut bertambah lebih dari yang kukira.
  1159.  
  1160. "Begini saja. Sensei sebenarnya tidak begitu berharap kamu mengubah cara bicara maupun perilakumu. Jujur, jika kamu tidak ingin memberi salam, itu tidak apa-apa, asalkan kamu tidak menyusahkan yang lain, Sensei tidak akan ambil pusing."
  1161.  
  1162. "...."
  1163.  
  1164. "Sensei dapat kabar kalau kemarin kamu menghentikan aksi pemalakan dengan memakai kekerasan. Mungkin ini terdengar sok mengatur, tapi menghentikan aksi pemalakan seperti kemarin bukanlah hal yang buruk asal tidak memakai kekerasan."
  1165.  
  1166. "Alasan aku enggak memukul mereka saat itu karena Aramiya menghentikanku."
  1167.  
  1168. "Sungguh? Itu berarti, memiliki teman ternyata hal yang bagus, 'kan?"
  1169.  
  1170. "Teman?"
  1171.  
  1172. Aku merasa sedang dipuji dengan cara yang aneh hingga ingin bersorak tapi enggak bisa mengekspresikannya.
  1173.  
  1174. "Ayame, ayo!"
  1175.  
  1176. "Oke."
  1177.  
  1178. "Hahaha, kamu memang kejam."
  1179.  
  1180. Enggak, aku enggak tahu caranya kabur dari pembicaraan itu, makanya aku mengajak Ayame berjalan masuk melewati gerbang sekolah dengan rasa sungkan.
  1181.  
  1182. Sesampainya kami di kelas, teman-teman sekelas kami enggak menunjukkan reaksi apa-apa atas kedatangan kami berdua. Tampaknya mereka sudah mulai terbiasa melihat kami bersama, yang mana itu merupakan pertanda bagus. Kami pun berpisah dan duduk di kursi masing-masing.
  1183.  
  1184. "Halo, Tozaki."
  1185.  
  1186. "Halo, Aramiya. Hari ini kalian berangkat bareng sudah kayak pasangan saja."
  1187.  
  1188. Tozaki yang sudah duluan datang ke kelas mulai berkelakar padaku.
  1189.  
  1190. "Sudah kubilang kalau enggak ada apa-apa di antara kami, yang kemarin itu cuma salah paham saja."
  1191.  
  1192. "Aku enggak lagi membahas itu, kok. Oh, iya, nih! Aku menemukannya sewaktu beres-beres kamar kemarin. Ini buatmu saja."
  1193.  
  1194. Tozaki menyerahkan sebuah bungkusan kertas besar berisi sesuatu padaku. Saat pertama melihatnya, kupikir di dalamnya berisi sebuah buku besar, namun ternyata itu adalah DVD 'eroge' legendaris yang selama ini kucari.
  1195.  
  1196. "Sungguh? Aku sudah lama mencari ini. Terima kasih, ya. Kalau sudah tamat nanti kukembalikan."
  1197.  
  1198. "Santai saja. Oh, iya, sebelumnya kuberi tahu dulu ke kamu, di 'game' ini enggak ada tokoh wanita yang semanis Ayame, lo."
  1199.  
  1200. "Oh, dasar!"
  1201.  
  1202. Bisikku sambil segera memasukkan DVD tadi ke dalam tas.
  1203.  
  1204. Normalnya, meminjam 'eroge' dari seseorang dan memainkannya adalah tindakan yang dilarang. Tapi untuk 'game' ini ada sebuah pengecualian.
  1205.  
  1206. 'Game' ini dirilis setahun yang lalu, diproduksi dalam jumlah terbatas dan kini sudah enggak diproduksi lagi.
  1207.  
  1208. Ditambah, sehari sebelum rilis, perusahaan pembuat 'game' ini mengalami kebangkrutan yang dari dulu sudah terlihat tanda-tandanya. Biarpun begitu, 'game' ini tetap laku di pasaran dan mendapat sambutan baik. Tokoh utama wanita di dalamnya pun tampil mengesankan.
  1209.  
  1210. Aku sempat berupaya memesannya via internet, tapi rupanya aku kalah cepat. Jawaban yang kudapat adalah, 'Barang sudah tidak tersedia dikarenakan produksi yang terbatas'. Itu sebabnya aku enggak lagi membeli barang via internet, dan sekarang beralih untuk membelinya langsung dari toko. Namun yang mengejutkan, 'game' itu terjual habis dalam hitungan hari di berbagai daerah. Meski sudah enggak ada lagi yang menjualnya sejak setahun lalu, sampai sekarang belum ada seorang pun yang juga bersedia melelangnya.
  1211.  
  1212. Aku yang kecewa saat itu pernah enggak sengaja bercerita soal ini pada Tozaki karena tahu kalau dia berhasil mendapatkan 'game' tersebut. Karena itu aku memohon padanya agar mau meminjamkannya padaku.
  1213.  
  1214. Walau sampai harus menunggu selama ini karena dia beralasan, 'Maaf aku lupa sembunyikan di mana waktu itu,' namun karena kini sudah ketemu dan dia meminjamkannya padaku, maka ini adalah hadiah yang sangat berharga.
  1215.  
  1216. Tapi bukannya meminjamkan 'game' yang sudah enggak diproduksi lagi adalah tindakan ilegal?
  1217.  
  1218. Aku sadar kalau hal ini terasa ambigu. Entah yang mana yang benar, tapi aku sangat ingin memainkannya.
  1219.  
  1220. Hak distribusi penjualannya enggak sampai mencakup ke ranah perangkat lunak. Di satu sisi, izin untuk menjual kembali ataupun pinjam-meminjam di antara kalangan sendiri masih tergolong legal. Namun bukan perkara yang sama lagi jika sudah masuk ke bentuk program komputer ataupun data digital. Kalau mau aman, ya harus sabar. Tapi, enggak bisa memainkan 'game' yang sangat ingin kumainkan adalah sesuatu yang enggak bisa kutoleransi. Kenapa juga perusahaannya harus bangkrut?
  1221.  
  1222. "Selamat pagi! Lama tidak jumpa, teman-teman!"
  1223.  
  1224. (http://goo.gl/9STmWe)
  1225.  
  1226. Dan suasana di dalam kelas seketika berubah saat ada seorang gadis dengan suara imutnya masuk ke dalam kelas.
  1227.  
  1228. Rambut panjang yang dia ikat dengan sesimpul pita itu terlihat menarik dan menggemaskan layaknya sinar mentari pagi hari yang bersinar menembus jendela dan tampak berkilau. Saat melihatnya, aku merasa dia sudah merawat rambutnya itu dengan baik. Wajahnya terlihat sangat muda, hingga beberapa orang pernah salah menerka kalau dirinya masih SMP.
  1229.  
  1230. Jika perawakannya dibandingkan dengan ibu muda yang sedang menyusui, dia masuk di jajaran kelas atas. Dilihat dari sudut mana pun, dia tampak begitu semok dan montok dengan cara yang proporsional.
  1231.  
  1232. Tozaki pernah bilang padaku kalau nafsunya langsung naik cuma karena melihat pahanya yang sintal. Dasar! Pikirannya itu selalu enggak jauh-jauh dari selangkangan.
  1233.  
  1234. "Selamat pagi, Hatsushiba!" "Sudah seminggu ini aku enggak melihatmu, Yuuka." "Kamu sibuk banget, ya?" "Pasti capek, ya, jadi pengisi suara?" "Tenggorokanmu pernah sempat sakit, enggak?"
  1235.  
  1236. Semua anak di kelas langsung menyerbu untuk menyapa Hatsushiba.
  1237.  
  1238. "Iya, Yuuka baik-baik saja! Kerjaan ini kadang memang bikin stres! Tapi Yuuka tetap semangat!"
  1239.  
  1240. Semua orang suka padanya, dan itulah alasan kenapa dia berada di posisi atas dalam pergaulan.
  1241.  
  1242. Suaranya ceria layaknya seorang anak kecil dan sikapnya begitu periang hingga mampu menggaet perhatian banyak lelaki. Meski kini dia belum begitu terkenal, tapi dia melakukan pekerjaannya dengan baik. Mungkin saja sebentar lagi dia bakal populer. Aku malah jadi memikirkan hal yang enggak berguna.
  1243.  
  1244. Jika mendengarkan suaranya yang ada di dalam 'game', bakal jatuh cinta dengan tokoh yang disulihsuarakannya bukanlah sesuatu yang aneh.
  1245.  
  1246. Biar bagaimanapun, hal itu juga enggak ada hubungannya denganku. Enggak peduli seberapa bagus suaranya, selama dia berwujud 3D, aku tetap enggak tertarik
  1247.  
  1248. "Hmm ...?"
  1249.  
  1250. Tiba-tiba gadis itu riuh dengan sesamanya sambil tatapannya mengarah ke Ayame. Baru kemarin lusa Ayame mengganti gaya rambutnya.
  1251.  
  1252. Bagi Hatsushiba yang enggak tahu soal perubahan itu, merasa terkejut adalah sesuatu yang normal.
  1253.  
  1254. Setelah itu mulai terdengar bisik-bisik di antara para gadis. Aku enggak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi mungkin Hatsushiba bertanya tentang yang sudah terjadi belakangan ini. Mereka terlihat seperti sedang bergosip.
  1255.  
  1256. Sembari bergosip, mereka kadang melihat ke arahku.
  1257.  
  1258. Yah, akulah alasan kenapa Ayame sampai berubah. Apa boleh buat, ya, 'kan?
  1259.  
  1260. Sial, kurasa menjadi perhatian orang-orang kini sudah merupakan makanan sehari-hariku. Aku enggak mau terlihat mencolok, karena seseorang yang mencolok akan dijadikan sasaran bagi orang lain. Ditambah, terlihat mencolok bisa membuat sisi buruk kita terungkap. Ini berarti, hobiku pun bisa terungkap.
  1261.  
  1262. Hatsushiba yang merupakan idola di kelasku terus menatapku hingga aku jadi gelagapan.
  1263.  
  1264. Bukan berarti ada yang istimewa dari diriku. Lagi pula, sejak dulu dia bukanlah orang yang bisa membawa kesusahan. Enggak masalah, enggak masalah. Kucoba untuk meyakini hal itu.
  1265.  
  1266. "Eh?"
  1267.  
  1268. Tunggu, kenapa dia mengedipkan matanya padaku?
  1269.  
  1270. Pasti yang tadi itu cuma kebetulan, makanya aku mencoba bersikap seolah enggak tahu apa-apa. Tapi kalau dilihat dari keadaannya ....
  1271.  
  1272. Kenapa aku jadi merasa enggak enak begini, ya?
  1273.  
  1274.  
  1275. ♦♦♦
  1276.  
  1277.  
  1278. Setelah jam pelajaran ketiga yang merupakan pelajaran musik berakhir, aku yang berada di ruang audiovisual ini hendak kembali ke kelas.
  1279.  
  1280. "Hei, Aramiya, apa kamu sibuk?"
  1281.  
  1282. Hatsushiba yang sama-sama mengikuti pelajaran musik denganku, mendekat lalu menanyakan itu.
  1283.  
  1284. Mendengarkan suaranya tadi terasa seakan dia adalah tokoh wanita dalam 'eroge' yang sedang menyapaku.
  1285.  
  1286. Ayame dan Tozaki enggak ada di sini karena mereka mengikuti pelajaran seni rupa.
  1287.  
  1288. "Enggak, aku lagi enggak sibuk ...."
  1289.  
  1290. "Kabarnya kamu pacaran sama Ayame, ya? Apa itu benar?"
  1291.  
  1292. Tanpa perlu berpikir lama, aku sudah punya jawaban untuknya.
  1293.  
  1294. "Enggak, itu semua salah paham."
  1295.  
  1296. "Sungguh? Tapi semua orang bilang kalau Ayame mulai berperilaku baik karena sudah menjadi pacarmu."
  1297.  
  1298. "Yah, soal dia berperilaku baik karena diriku itu memang benar, tapi kami enggak pacaran. Cuma Tozaki dan semua anak di kelas ini saja yang tahu soal ini."
  1299.  
  1300. "Eh? Aramiya ternyata bisa membuat Ayame benar-benar berubah."
  1301.  
  1302. Ugh, sulit berhadapan dengan dirinya yang tampak begitu tertarik soal ini.
  1303.  
  1304. "Kenapa kamu jadi penasaran begitu? Padahal ini juga bukan urusanmu, Hatsushiba."
  1305.  
  1306. "Hehehe, Ayame memang menakutkan, dan dia bisa saja membunuhmu. Makanya semua orang ingin tahu apa yang sudah kamu perbuat hingga dia jadi seperti itu."
  1307.  
  1308. Dilihat dari caranya menjawab, maka enggak mungkin aku bisa menanggapinya. Jika pembicaraan itu terus berlanjut, bisa-bisa ini bakal mengarah ke hal yang menyinggung soal 'eroge'.
  1309.  
  1310. "Huh, Aramiya pelit."
  1311.  
  1312. "Jangan salah sangka dulu. Lagi pula aku punya hak untuk enggak memberi tahu itu padamu."
  1313.  
  1314. "Baiklah, suatu saat nanti kamu harus menjelaskan pada Yuuka, ya, bagaimana caramu mengubah Ayame yang sudah berbahaya semenjak SD itu. Soalnya ini sudah jadi bahan perbicangan satu sekolah, lo."
  1315.  
  1316. "Eh? Semenjak SD? Hatsushiba, apa kamu satu SD sama Ayame?"
  1317.  
  1318. "Iya. Bahkan hingga SMP pun kami masih sering bermain bersama."
  1319.  
  1320. Itu berarti dia juga tinggal di lingkungan yang sama dengan Tozaki, di mana Hatsushiba dan Ayame ternyata sama-sama satu SD.
  1321.  
  1322. Mungkin aku merasa harus tahu kebenarannya, maka dari itu aku langsung bertanya soal Ayame padanya.
  1323.  
  1324. "... apa anak itu sudah begitu dari sejak SD?"
  1325.  
  1326. Setelah aku menanyakan itu, Hatsushiba lalu menampakkan wajah main-main seolah gembira kemudian menempelkan jempol dengan telunjuknya dan saling menggosokkan keduanya.
  1327.  
  1328. "... jadi harus bayar dulu, nih?"
  1329.  
  1330. "Hahaha, aku tidak mau uangmu, tapi biar impas, harus ada yang kamu berikan juga padaku."
  1331.  
  1332. "Kamu cuma mau tahu kenapa sekarang Ayame berperilaku baik, 'kan?"
  1333.  
  1334. "Tepat sekali. Pintar, deh."
  1335.  
  1336. Argh, apa lagi ini .... Tunggu, kurasa mungkin aku harus memberi tahu Tozaki soal ini.
  1337.  
  1338. "Bercanda, bercanda. Soalnya, kabar yang diketahui teman-teman sekarang hanya itu-itu saja."
  1339.  
  1340. Dia lalu tersenyum licik seolah ingin menggodaku dan mau memberi tahu kalau itu cuma-cuma.
  1341.  
  1342. "Jadi begini. Saat di kelas 5 SD, Ayame menjadi pribadi yang pasif, dia benar-benar berubah dari dirinya yang sebelumnya."
  1343.  
  1344. "Jadi dia dari dulu sudah pemalas?"
  1345.  
  1346. "Bukan begitu. Awalnya dia kelihatan selalu murung, lalu lama-kelamaan dia menjadi semakin malas, sehingga tidak ada lagi yang bisa dilakukan terhadapnya."
  1347.  
  1348. "Oh, jadi pemurung begitu maksudnya ...."
  1349.  
  1350. "... eh? Dia tidak bercerita soal dirinya ke kamu?"
  1351.  
  1352. "Memangnya dia bakal mau cerita?"
  1353.  
  1354. "Kupikir kamu sudah tahu. Nah, kalau memang belum, sebaiknya kamu tidak perlu tahu."
  1355.  
  1356. Jadi itu hal yang enggak seharusnya kuketahui, tapi kalau itu berasal dari gosip yang bererdar, kurasa itu bukan sesuatu yang seratus persen benar.
  1357.  
  1358. "Kalau boleh menebak, apa ini ada hubungannya dengan permasalahan antara ayah dan ibunya?"
  1359.  
  1360. "Eh, dia sudah cerita padamu soal itu? Benar, ini ada hubungannya dengan ayah dan ibu Ayame."
  1361.  
  1362. "Hmm .... Ketika tahu kalau orang tuanya sudah bercerai, aku jadi prihatin dengan rumor yang tersebar tentang dia. Aku pun sempat ikut merasa marah di hati, tapi semua itu sudah keburu terjadi."
  1363.  
  1364. Ayame sudah menceritakan soal orang tuanya padaku. Apa alasan dia jadi seorang yang pemalas juga dikarenakan hal itu?
  1365.  
  1366. "Dulu, dia sering sekali memakai kekerasan terhadap orang lain, tidak hanya satu, tapi banyak sekali perkelahian yang melibatkan dia, dan itu terjadi sewaktu dia SMP."
  1367.  
  1368. "Kemudian hal itu berlanjut sampai dia SMA?"
  1369.  
  1370. "Betul, tapi selang tidak berapa lama dia masuk ke SMA—"
  1371.  
  1372. Pada saat itu juga, sewaktu Hatsushiba sedang menjelaskan sebuah hal padaku, bel pun berbunyi.
  1373.  
  1374. Hei, apa yang terjadi sewaktu dia baru masuk SMA?
  1375.  
  1376. "Oh, kalau tidak lekas, kita bakal telat masuk kelas, lo!"
  1377.  
  1378. Sambil berkata demikian, dia mengajakku untuk mengikutinya.
  1379.  
  1380. "Ah, hei, tunggu dulu, Hatsushiba! Setelah itu .... Apa yang terjadi setelah itu?"
  1381.  
  1382. "Kalau ada kesempatan nanti kuceritakan lagi!"
  1383.  
  1384. Setelahnya, Hatsushiba enggak menjelaskan apa-apa lagi. Tapi ketika dia hendak pergi, dia berbalik mengahadapku dan berkata.
  1385.  
  1386. "Tapi lebih baik kamu bersama Ayame sekarang! Mungkin yang mereka katakan tentang kalian itu memang benar!"
  1387.  
  1388. Seusai mengatakannya, dia pun lari menjauh.
  1389.  
  1390. Jika mereka berharap gosip itu jadi kenyataan, maka biarlah tetap begitu. Aku sudah enggak lagi memedulikan yang terjadi di masa lalu, karena kini aku harus menghadapi apa yang terjadi di masa sekarang.
  1391.  
  1392.  
  1393. ♦♦♦
  1394.  
  1395.  
  1396. Akhirnya aku sampai di kelas, dan seisi ruangan sudah memberi tatapan aneh padaku.
  1397.  
  1398. Aku hampir saja bertanya, 'Ada apa?' tapi kuurungkan dan lebih memilih bersiap untuk pelajaran selanjutnya di jam pelajaran keempat.
  1399.  
  1400. Bel pun berbunyi, tanda dimulainya pelajaran—
  1401.  
  1402. Tiba-tiba Tozaki mencolekku dari belakang dan menyerahkan secarik kertas. Apa lagi ini?
  1403.  
  1404. "<Hatsushiba itu milik kami. — Tozaki>" "<Kami enggak keberatan kamu dengan Ayame, tapi kami enggak ikhlas lahir batin kalau kamu dengan Hatsushiba. — Matoba>" "<Kamu pikir kami senang sama kelakukanmu? — Uchida>" "<Jadi kamu ingin memonopoli Hatsushiba juga, hah? — Sakai>" "<Kamu enggak bakal berumur panjang. — Mikamoto>"
  1405.  
  1406. Ya ampun! Sebegitunya mereka cemburu?!
  1407.  
  1408. Tulisan di kertas itu ditulis dengan tinta merah. Entah itu memang tinta atau sebenarnya darah. Cuma dengan melihatnya saja aku sudah merasa ngeri.
  1409.  
  1410. ... ada apa dengan mereka yang menginginkanku mati ini? Kurobek selembar kertas dari buku catatan muridku, dan menulis balasannya di sana.
  1411.  
  1412. "<Kalian ini bicara apa, sih? Kok aku jadi kayak tersangka begini? — Aramiya>"
  1413.  
  1414. Setelah menulisnya, aku langsung memberikannya pada Tozaki. Beberapa saat kemudian, kertas lainnya sampai padaku.
  1415.  
  1416. "<Saat Hatsushiba datang sebelum 'homeroom' pagi tadi, dia begitu riang dan mengobrol bersama anak-anak lain. Tapi tanpa sepengetahuan kami, kamu malah enak-enaknya mengobrol berdua saja dengan dia. — Tozaki>"
  1417.  
  1418. ... bukannya mereka yang menanggapinya terlalu berlebihan? Kutulis balasannya di kertas itu lalu mengirimkannya kembali padanya.
  1419.  
  1420. "<Cuma gara-gara aku mengobrol berdua dengannya, kamu jadi berkesimpulan begitu? Lagi pula, yang kami bahas tadi juga soal Ayame! — Aramiya>"
  1421.  
  1422. "<Ketika Hatsushiba kelihatan senang saat bersama kamu, maka itu sebuah keresahan bagi kami. — Tozaki>"
  1423.  
  1424. "<Aku enggak tahu kalau Hatsushiba merasa senang saat bersamaku. — Aramiya>"
  1425.  
  1426. "<Entahlah. Tapi kalian berdua kelihatan begitu dekat. Aku enggak bisa membiarkannya. — Tozaki>"
  1427.  
  1428. "<Oi, kamu sudah salah paham, pembicaraan ini jadi melenceng dari intinya. Enggak ada apa-apa antara aku dan Hatsushiba. Tanya saja dia kalau enggak percaya. Pikir baik-baik, memangnya aku punya kesempatan untuk mendekatinya, hah? — Aramiya>"
  1429.  
  1430. "<Betul juga. Tapi tadi kamu enggak berbuat apa-apa sama dia, 'kan? — Tozaki>"
  1431.  
  1432. "<Enggak, sama sekali enggak. — Aramiya>"
  1433.  
  1434. Kami saling bertukar pesan, dan Tozaki mulai sedikit paham yang sebenarnya terjadi. Yang penting, dia sudah enggak marah lagi padaku. Tapi, dari mana dia tahu soal itu?
  1435.  
  1436. Kemungkinan saat Hatsushiba dan aku berbincang tadi, ada beberapa murid yang satu pelajaran dengan kami melihatnya. Kurasa mereka langsung menyebarkannya begitu pertama kali melihat kejadian itu. Kenapa juga Hatsushiba harus bicara dengan orang sepertiku? Aku memikirkannya sembari memandang Hatsushiba yang duduk di kursi depan, yang baru saja selesai menyalin catatan pelajaran dari temannya.
  1437.  
  1438. Aku memandanginya dan berpikir, dia begitu manis dan seorang pengisi suara yang handal, dan dia juga cukup populer di kelas. Dan karena alasan-alasan tersebut, maka enggak seharusnya dia berhubungan dengan 'otaku' sepertiku.
  1439.  
  1440. Anggaplah kalau memang ada hubungan spesial antara aku dengan dirinya, pasti nanti bakal ada petir yang menyambar hingga semua yang ada di bawahnya terbakar sampai habis. Itu sebabnya, lebih baik aku segera mematikan sekering ini terlebih dahulu.
  1441.  
  1442.  
  1443. ♦♦♦
  1444.  
  1445.  
  1446. Saat istirahat makan siang tiba, terasa ada beberapa tatapan tajam menusuk ke arahku. Begitu melelahkan, dan ini semua karena aku berhubungan dengan Hatsushiba. Aku pun bergegas keluar dari kelas dan menuju ke ruang ekskul. Kalau saja pembicaraanku dengannya tadi berlangsung lebih lama lagi, bukan cuma kecemburuan yang bakal kudapat, tapi sesuatu yang lebih buruk dari itu.
  1447.  
  1448. Dan sewaktu aku sudah berada di dalam ruang ekskul, terdengar suara ketukan dari pintu. Itu cukup membuatku takut.
  1449.  
  1450. "I-ini aku, A-Ayame ...."
  1451.  
  1452. Saat tahu kalau itu dia, aku jadi lega.
  1453.  
  1454. "Masuk saja, enggak dikunci."
  1455.  
  1456. Setelah mengatakannya, dia pun menggeser pintu dengan pelan lalu masuk ke dalam.
  1457.  
  1458. ... sampai dengan minggu lalu, aku enggak pernah terpikir bisa merasa selega ini sewaktu melihat Ayame. Aku pun menghela napas sembari melihatnya.
  1459.  
  1460. "Aku melihatmu keluar dari kelas, kupikir kamu enggak mau melihatku lagi."
  1461.  
  1462. Sambil mendengarnya bicara, aku tersadar kalau ini sudah siang, dan seperti sebuah keharusan untukku makan siang berdua dengannya.
  1463.  
  1464. Seharusnya aku enggak terlalu memikirkan itu sekarang.
  1465.  
  1466. "Ada gosip yang sedang menyebar ke seluruh sekolah, dan kurasa aku bakal aman kalau menghindarinya."
  1467.  
  1468. "... maksudmu gosip tentang kamu dan Hatsushiba?"
  1469.  
  1470. "Padahal kami cuma mengobrol sebentar saja."
  1471.  
  1472. "Yang benar?"
  1473.  
  1474. Kenapa dia memandangku penuh ragu begitu?
  1475.  
  1476. "Memangnya apa lagi?"
  1477.  
  1478. "Ka-kamu dan Hatsushiba .... Aku rasa kalian berdua tampak serasi .... Seorang 'otaku' sepertimu menyukai seorang pengisi suara seperti dia .... Ja-jadi kamu ingin pacaran dengannya ...?
  1479.  
  1480. "Bukannya sudah kubilang kalau aku enggak suka dengan gadis 3D. Terserah dia seorang idola ataupun seorang pengisi suara, tetap saja dia itu gadis 3D."
  1481.  
  1482. Saat aku mengatakan itu, Ayame menghela napas lega.
  1483.  
  1484. "... begitu. Ternyata kamu belum berubah."
  1485.  
  1486. "Soal gosip tentang aku dan Hatsushiba, itu biar kuurus sendiri. Ah, omong-omong, kelihatannya hari ini kamu bawa bekal."
  1487.  
  1488. Dia lalu mengeluarkan sebuah bungkusan kain berisi bekal makan siang.
  1489.  
  1490. Tanpa sadar aku pun meneguk liurku. Yah, soalnya bekal yang dia bawa itu sangat enak. Mana mungkin aku bisa menahan diri?
  1491.  
  1492. "Mari makan!"
  1493.  
  1494. Kucoba meraih bungkusan kain itu, namun dia enggak mengizinkannya. Dia lalu membuka bungkusan tersebut dan mengeluarkan kotak bekal di dalamnya. Sesaat aku merasa kebingungan sewaktu dia membuka sendiri tutup kotaknya.
  1495.  
  1496. Kemudian dengan sumpit dia mengambil salah satu lauk di dalamnya dan berkata.
  1497.  
  1498. "Ayo buka dulu mulutnya, aaaaa ...."
  1499.  
  1500. (http://goo.gl/G8SYiR)
  1501.  
  1502. Aku mengelak, namun Ayame tetap menyodorkan sumpit itu ke depan mulutku.
  1503.  
  1504. Dia memegang sumpit dengan gemetar. Bisa kulihat kalau makanan di sumpit itu sudah mau jatuh. Jelas aku enggak mau kalau sampai makanan itu jatuh ke lantai, karena itu aku langsung menyambarnya dengan mulutku. Oh, jadi menu hari ini kubis gulung isi. Kubisnya terasa segar, dan di dalamnya diisi daging. Rasa dari bumbunya benar-benar pas.
  1505.  
  1506. Setelahnya, Ayame tanpa berkata apa-apa lagi langsung mengambil lauk lain dengan sumpitnya.
  1507.  
  1508. "Tung-tunggu sebentar! Jangan tersinggung dulu, tapi ini kayaknya berlebihan ...."
  1509.  
  1510. "Oh, kamu enggak suka, ya? Soalnya ini sering kulihat di 'Indigo Light' ....?"
  1511.  
  1512. Hah? 'Indigo Light'? Maksudnya 'game'?!
  1513.  
  1514. "Yah, sebenarnya aku enggak masalah, sih, cuma kaget saja tiba-tiba dibegitukan."
  1515.  
  1516. "Oh, kalau begitu aku minta maaf, akan kuhentikan, deh."
  1517.  
  1518. "Maksudku, biasanya yang begini itu dilakukan oleh sebuah pasangan."
  1519.  
  1520. "Eh? Tapi di dalam 'game', teman sedari kecil juga melakukannya, kok."
  1521.  
  1522. "Fiuh. Jadi begini, kamu itu seharusnya enggak boleh mencampuradukkan antara yang ada di 'game' dengan dunia nyata!"
  1523.  
  1524. "... mendengar itu dari Aramiya, rasanya jadi ragu."
  1525.  
  1526. Dia berhasil membuatku menelan kata-kata sendiri.
  1527.  
  1528. "Oke, anggap saja kalau aku malu dibegitukan, dan itu karena kita enggak punya hubungan spesial seperti yang digosipkan."
  1529.  
  1530. "Iya, kamu benar. Aku minta maaf."
  1531.  
  1532. Kurasa tadi aku sudah seperti mengasingkan dirinya, hingga terlihat jelas kalau dia sedang terisak.
  1533.  
  1534. Biarpun begitu, dia tetap menyerahkan kotak bekalnya padaku tanpa ragu.
  1535.  
  1536. "Ka-kalau begitu, bekalnya tolong dihabiskan, ya? Aku membuatnya khusus untukmu ...."
  1537.  
  1538. Duh, malah jadi enggak enak begini. Kenapa aku sampai membuatnya sedih? Jika ini di dalam 'eroge', hal seperti ini enggak akan kubiarkan terjadi.
  1539.  
  1540. Tanpa Kiriko-senpai perlu menyuruhku pun, Ayame sendirilah yang menginginkan dirinya untuk menjadi pacarku dan membuatkan bekal makan siang untukku. Aku sendiri masih tetap menerimanya.
  1541.  
  1542. Dan aku menyuruhnya agar jangan berlebihan. Pasti sikapku tadi sudah terkesan kejam.
  1543.  
  1544. Dia lalu mengambil salah satu lauk dari dalam kotak dan memakannya sendiri. Bekal yang dibuatnya itu sangat enak, dan bagiku yang sudah diberi bekal tersebut, perlakuanku padanya tadi mungkin terasa cukup kasar.
  1545.  
  1546. Oleh karena itu, mungkin aku harus menebus kesalahanku dan membalas kebaikannya atas makan siang lezat ini.
  1547.  
  1548. "Ma-masalahnya adalah karena kamu menyuapiku, dan aku enggak bisa melakukan itu denganmu."
  1549.  
  1550. Kujelaskan terlebih dulu pada Ayame inti permasalahannya, kemudian lanjut berkata.
  1551.  
  1552. "Tapi ..., mau enggak nanti kamu ke rumahku? Soalnya ada yang ingin kutunjukkan ke kamu, semoga saja itu bisa membantu."
  1553.  
  1554. "Ah, eng, ah, eng, me-memangnya kamu enggak apa-apa?"
  1555.  
  1556. Waduh, apa enggak apa-apa aku bertanya begitu? Kurasa enggak. Aku mengajaknya ke rumah bukan karena mau macam-macam, kok. Justru aku lebih khawatir dengan orang-orang di rumahku.
  1557.  
  1558. Aku bakal senang kalau saat itu rumahku sedang enggak ada orang. Aku enggak tahu kapan persisnya mereka datang, karena bagi seorang lelaki sampai mengajak seorang gadis ke rumah, hal tersebut pasti mengundang kecurigaan. Aku malah bakal kesusahan kalau mereka ada di rumah.
  1559.  
  1560. "Eng-enggak apa-apa. Ini sebagai terima kasihku karena sudah dibuatkan bekal yang sangat enak tadi."
  1561.  
  1562. "Ah, hmm, boleh, aku mau!"
  1563.  
  1564. Ayame menyetujuinya dengan penuh semangat.
  1565.  
  1566. "Si-sip."
  1567.  
  1568. ... akhirnya aku menerima reaksi positif darinya, atau bisa dibilang, akhirnya aku mampu menangani Ayame.
  1569.  
  1570.  
  1571. ♦♦♦
  1572.  
  1573.  
  1574. Sepulang sekolah, aku dan Ayame berjalan keluar dari gedung sekolah bersama. Ternyata dia tinggal di salah satu dari jajaran rumah sekitar sini. Dia menyuruhku untuk menunggu sebentar. Setelah itu dia masuk ke rumah, dan enggak sampai lima menit dia pun keluar.
  1575.  
  1576. Dia mengenakan pakaian yang santai. Sebuah blus putih dibalut dengan kardigan ungu, celana panjang model 'chino' berwarna krem dipadu sepatu kets putih, itu semua tampak cocok dengan gaya rambutnya. Penampilannya sungguh berbeda sewaktu dia diserang kemarin. Kini dia terlihat seperti gadis muda pada umumnya.
  1577.  
  1578. "Kalau saja aku punya pakaian seperti tokoh wanita dalam 'game' itu, pasti akan kupakai. Sayangnya aku enggak punya ...."
  1579.  
  1580. "Enggak apa-apa, begini saja cukup."
  1581.  
  1582. "Begitukah?"
  1583.  
  1584. Jika dia ber-'cosplay' di depan umum, aku yang susah."
  1585.  
  1586. "Wah, ini bakal berat."
  1587.  
  1588. Rasanya aku perlu terlebih dahulu mengajarkannya soal tata krama dalam kehidupan sosial dibanding memainkan 'eroge'. Walau sebenarnya mengenakan 'cosplay' itu bukanlah hal yang salah. Kalau mau ya, tinggal kenakan saja. Tapi mengenakannya di depan umum begini cukup membuatku malu juga.
  1589.  
  1590. Di saat kami dalam perjalanan menuju rumahku, terlihat segerombolan lelaki berjumlah sekitar tujuh atau delapan orang sedang tertawa keras seolah melihat hal yang lucu.
  1591.  
  1592. Dilihat dari potongan rambut, pakaian dan cara berbicara mereka, bisa dikatakan kalau mereka itu preman. Yah, kalau aku tetap tenang dan berjalan menjauh, mereka enggak bakal macam-macam.
  1593.  
  1594. Kukeluarkan ponsel lipatku untuk berjaga-jaga sebelum berpapasan dengan mereka.
  1595.  
  1596. "Hei, Ayame. Rupanya ini, toh, pacar barumu yang sering dibicarakan itu? Ternyata sama culunnya seperti yang dibicarakan."
  1597.  
  1598. "Lo, ini Ayame, toh?" "Aku sempat pangling!" "Yang kamu pakai itu benar-benar enggak cocok, tahu!" "Mau sok jadi anak baik, ya?" "Hahahahaha! Lucu banget!"
  1599.  
  1600. Cerewetnya! Apa mereka ini teman-teman Ayame? Kenapa aku sampai terbawa di situasi begini?! Apa mereka selalu bersikap begini ke semua orang? Sepertinya gawat, nih.
  1601.  
  1602. Tunggu, apa maksud mereka dengan 'pacar baru' tadi? Mendadak bulu kudukku merinding. Dari mana mereka tahu soal gosip itu? Apa mereka punya jaringan yang tersebar di mana-mana? Menakutkan.
  1603.  
  1604. "Bukan urusanmu, Songou. Pergi sana!"
  1605.  
  1606. Ayame menunjukkan sikap perlawanan dengan menaikkan alisnya. Saat dia dalam kondisi seperti ini, tampangnya cukup menakutkan.
  1607.  
  1608. Mereka kemudian membentuk lingkaran mengelilingi kami. Mau apa mereka?
  1609.  
  1610. "Kalian mau apa? Menyerang kami? Kita ini lagi di tengah kota!"
  1611.  
  1612. Kuserukan itu keras-keras, namun mereka enggak menghiraukannya.
  1613.  
  1614. "Bagaimana kalau kita lanjutkan yang belum kelar kemarin? Saat itu kita terganggu ulah seorang bocah, kan?"
  1615.  
  1616. "Lanjutkan matamu! Jangan macam-macam, pergi sana!"
  1617.  
  1618. "Lagi pula, bisa-bisanya kamu pacaran sama bocah kayak begitu?"
  1619.  
  1620. Seorang lelaki bertubuh besar yang kemungkinan pemimpin gerombolan itu, mendekat. Ternyata dia banyak bicara juga.
  1621.  
  1622. "Eh, suara dan wajah ini. Rasanya aku pernah lihat."
  1623.  
  1624. Lo, jangan-jangan ...
  1625.  
  1626. "Oh! Hei! Ini bocah yang kemarin mengganggu kita!"
  1627.  
  1628. Salah satu pesuruh dari gerombolan itu berseru. Tampaknya dia juga sadar di saat yang bersamaan denganku.
  1629.  
  1630. Ini benar-benar gawat. Tanpa pikir panjang aku langsung berteriak pada ponsel di tanganku.
  1631.  
  1632. "Tolong!"
  1633.  
  1634. Meski Ayame terbelalak saat melihatku, aku masih tetap melanjutkannya.
  1635.  
  1636. "Tolong, saya sedang diserang segerombolan preman, Pak! Posisi saya ada di persimpangan Nagata-cho blok 7-12!"
  1637.  
  1638. Aku enggak lagi merasa malu ataupun kehilangan harga diri. Jika aku merasa sedang dalam bahaya, aku akan langsung menghubungi nomor panggilan darurat.
  1639.  
  1640. Tepatnya, aku sudah menghubungi nomor tersebut sewaktu mereka menyapa kami. Sesuatu yang telat jika menunggu hingga mereka mulai menggunakan tindakan fisik.
  1641.  
  1642. "Tangkap dia!"
  1643.  
  1644. Seperti waktu itu, si pemimpin berteriak sambil menunjuk ke arahku.
  1645.  
  1646. Akan tetapi—
  1647.  
  1648. "Panggilan darurat tadi menandai lokasiku pada polisi melalui GPS! Kalau kalian enggak mau dipenjara, sebaiknya segera angkat kaki dari sini!"
  1649.  
  1650. Setelah aku menjelaskan itu, dia pun memberi aba-aba untuk mundur. Selamat, selamat! Panggilan darurat dengan fitur pelacak benar-benar membantu!
  1651.  
  1652. "Sejak kapan di—"
  1653.  
  1654. "Tindak hukum pidana pasal 106! Pelajari itu di internet!"
  1655.  
  1656. Itu adalah pasal yang mengatur tentang ancaman penyerangan terhadap orang lain oleh sekumpulan orang. Yah, ini memang enggak membuktikan apa-apa, tapi akan kugunakan segala yang kupunya ketika dalam bahaya.
  1657.  
  1658. Jika mereka memerhatikan gerak-gerikku sebelumnya, situasinya pasti bakal kacau. Untungnya mereka enggak sadar, jadi aku bisa dengan mudah diam-diam menelepon polisi. Ini cara terbaik untuk memberi tahu keadaan tanpa disadari oleh mereka. Nomor ini disiapkan untuk kondisi di mana sang penelepon enggak bisa bicara ataupun bersuara sehingga polisi enggak bakal menutupnya sampai terdengar tanda-tanda bahaya, dan segera bertindak untuk menolong sang penelepon.
  1659.  
  1660. "Bocah ini enggak malu memanggil polisi!"
  1661.  
  1662. "Untuk menangani berandal seperti kalian, buat apa malu?!"
  1663.  
  1664. Kulihat mereka sudah bakal hendak kabur, dan di saat itu juga aku memotret mereka. Kini aku punya bukti untuk diserahkan pada polisi.
  1665.  
  1666. Sewaktu mereka ragu-ragu ingin bertindak, suara sirene terdengar makin mendekat.
  1667.  
  1668. Ini suara sirene yang asli dan bukan suara buatan dari ponsel-ku seperti waktu itu. Kali ini polisi sudah melakukan tugasnya dengan baik.
  1669.  
  1670. "Awas kamu, ya! Lain kali hati-hati kamu kalau berjalan di luar!"
  1671.  
  1672. Mereka pergi setelah mengatakan itu, mirip seperti yang ada di acara-acara TV — mereka berlagak mengubah sikap saat berbalik pergi.
  1673.  
  1674. Setelah itu, aku segera memberi kesaksian laporan mengenai yang terjadi pada polisi sebelum pulang ke rumah.
  1675.  
  1676. Ayame menampakkan ekspresi khawatir sambil berkata, "Maaf sudah membuatmu susah," tapi saat kujawab, "Enggak apa-apa, aku sudah terbiasa kalau soal begini," dia pun jadi tampak lega.
  1677.  
  1678. Aku berpikir kalau dia sampai punya musuh seperti gerombolan preman tadi, berarti hidupnya itu penuh dengan bahaya. Tapi janji tetaplah janji. Aku jadi merasa enggak enak kalau meninggalkannya di sini. Lagi pula, ayahku masih kerja, ibuku belum balik dari pekerjaan paruh waktunya, dan adikku, si anak kurang ajar itu, mungkin sedang jalan-jalan sama temannya.
  1679.  
  1680.  
  1681. ♦♦♦
  1682.  
  1683.  
  1684. "Per-permisi."
  1685.  
  1686. Dengan hati-hati dia melepaskan sepatunya. Dari cara meletakkan sepatunya itu, tampak kalau dia tipe orang yang rapi.
  1687.  
  1688. "Enggak usah sungkan, rumahku ini sama seperti rumah orang kebanyakan."
  1689.  
  1690. "Sudah cukup lama aku enggak pernah berkunjung ke rumah orang lain."
  1691.  
  1692. Aku jadi berpikir, apa mungkin dia seorang penyendiri. Aku enggak pernah melihatnya bergaul bersama orang lain.
  1693.  
  1694. Dan aku pun berpikir, mereka yang disebut preman biasanya berkumpul dalam satu kelompok sesuai kalangannya. Mungkin di titik ini, antara preman dan 'otaku' memiliki sebuah kesamaan. Aku memikirkan hal yang konyol, karena pada akhirnya, itu semua tergantung dari pikiran masing-masing.
  1695.  
  1696. "Yah, selamat datang di kamarku."
  1697.  
  1698. Kubukakan pintu untuknya supaya dia bisa masuk.
  1699.  
  1700. Kalau dipikir lagi, ini pertama kalinya aku membolehkan seorang gadis masuk ke kamarku, terkecuali adik perempuanku.
  1701.  
  1702. Sekitar tahun lalu adikku pernah kemari dan berkomentar, "Kamarmu bau! Dasar Jejaka Letoi!" setelah itu dia enggak pernah lagi ke sini bahkan setelah aku rutin menyemprot kamar ini dengan pengharum ruangan. Sepertinya dia cuma ingin berkata kasar padaku saja.
  1703.  
  1704. "Wah, kudengar kalau kamar lelaki itu biasanya berantakan, tapi kamarmu ini rapi juga, ya."
  1705.  
  1706. Aku memang selalu menjaga kebersihan dan kerapian kamarku sendiri. Kusimpan baik-baik segala poster, sarung bantal, dan gulungan hiasan dinding di dalam lemari agar warnanya enggak pudar.
  1707.  
  1708. "Anggap saja kamar sendiri, ya. Aku ambil minum dulu."
  1709.  
  1710. "O-oke."
  1711.  
  1712. Aku beranjak turun ke ruang tengah.
  1713.  
  1714. Dan saat itu aku sempat terpikir, haruskah aku menyembunyikan sepatu Ayame ke dalam kamar agar enggak menimbulkan pertanyaan dari keluargaku? Tapi bagaimana kalau mereka sampai tahu? Mungkin lebih baik kubiarkan saja.
  1715.  
  1716. Kuambil sebotol teh herbal dan dua buah gelas sebelum kembali ke kamar.
  1717.  
  1718. Saat aku masuk, kulihat dirinya duduk bersimpuh dan tampak tegang.
  1719.  
  1720. "Nih."
  1721.  
  1722. "Te-terima kasih."
  1723.  
  1724. Kuserahkan terlebih dulu minuman itu padanya sebelum aku menyalakan PC. Layar monitor berkedip kemudian muncullah tampilan awal komputer.
  1725.  
  1726. "Sebentar, ya."
  1727.  
  1728. Aku lalu membuka sebuah program.
  1729.  
  1730. "Nah, ayo sini."
  1731.  
  1732. Setelah dia mendekat lalu duduk, jendela program pun terbuka.
  1733.  
  1734. Anjuran peringatan muncul sebelum tampak tampilan judul berlatar belakang pemandangan sekolah dengan logo, 'My Heart Will Go On (Till Tomorrow)'.
  1735.  
  1736. Kuakui kalau aku kini sedang membuka sebuah 'eroge'.
  1737.  
  1738. Sebelumnya, 'game' ini masih berada di dalam rak, dan aku mulai kesulitan saat mencarinya.
  1739.  
  1740. Ditambah, 'game' ini hanya bisa terdaftar pada satu PC saja, dan enggak bisa dipasang pada PC lain karena itu bakal melanggar regulasi. Karena itu aku mengajaknya kemari untuk memainkannya langsung. Walau sebenarnya aku merasa sedikit sungkan.
  1741.  
  1742. "Aku? Memainkan ini?"
  1743.  
  1744. "Iya. Beberapa tokoh wanita di 'game' ini ada yang masuk kategori gadis impianku."
  1745.  
  1746. "Wuahahahaha."
  1747.  
  1748. Dia tertawa terbahak-bahak saat aku menjawab demikian.
  1749.  
  1750. "Kamu mengajak seorang gadis untuk memainkan 'eroge'? Wuahahahaha. Kayaknya ada yang salah denganmu! Hahahahaha."
  1751.  
  1752. Sepertinya aku sudah melihat sebuah pemandangan langka. Dia enggak tersenyum seperti ini sebelumnya.
  1753.  
  1754. "Enggak perlu ketawa sekeras itu juga, 'kali."
  1755.  
  1756. Yang dia katakan tadi membuatku berpikir kalau aku memang punya masalah yang enggak pernah kuberitahukan pada siapa-siapa.
  1757.  
  1758. Sampai dengan sekarang, aku belum pernah memainkan 'eroge' yang bercerita tentang sang protagonis yang mengajak tokoh wanitanya untuk memainkan 'eroge' di kamarnya. Kalaupun ada, mungkin seperti ini gambarannya. Kurasa bagi seorang gadis, ini sudah seperti sebuah tindak pelecehan.
  1759.  
  1760. Anehnya, dia enggak begitu mempermasalahkannya, yang ada, dia malah menertawainya.
  1761.  
  1762. "Fiuh. Sudah lama aku enggak ketawa sekeras ini. Kamu memang beda."
  1763.  
  1764. "Baru tahu, ya?"
  1765.  
  1766. "Yah, hari ini aku juga memakai pakaian dalam andal—" tiba-tiba dia berhenti sejenak, kemudian langsung berkata, "Bu-bukan apa-apa!" sambil menjauhkan diriku. Wajahnya tampak memerah.
  1767.  
  1768. "Jadi kamu mau aku memainkannya?"
  1769.  
  1770. Dia berusaha menenangkan diri dan menanyakan itu.
  1771.  
  1772. "Iya. Mulai dari awal terus simpan di tempat simpanan data yang kosong, ya."
  1773.  
  1774. "Siap."
  1775.  
  1776. Dia pun mulai memainkan 'game' itu. Sang protagonis mulai bernarasi dan para tokoh wanitanya mulai bermunculan. Narasi yang diiringi musik latar tersebut terdengar lewat pengeras suara.
  1777.  
  1778. Setelah beberapa klik ....
  1779.  
  1780. "Hmm, eng, rasanya malu kalau main sambil dilihat begini."
  1781.  
  1782. Kalau dipikir lagi, aku memang enggak pernah memaksa siapa pun untuk memainkan 'eroge' sebelumnya. Jika aku ada di posisinya sekarang, pasti aku merasakan hal yang sama.
  1783.  
  1784. "Oh, ya sudah, aku main laptop di pojok sana saja, ya. Kalau ada yang bingung, jangan sungkan bertanya."
  1785.  
  1786. "Oke."
  1787.  
  1788. Kukeluarkan sebuah 'headphone' lalu kucolokkan kabelnya ke CPU kemudian kuserahkan itu padanya.
  1789.  
  1790. "Nih, biar suaranya enggak terdengar keluar."
  1791.  
  1792. "O-oke, ta-tapi jangan lihat ke sini kalau enggak kupanggil, ya?!"
  1793.  
  1794. "Iya, iya."
  1795.  
  1796. Kuambil laptopku yang ada di atas meja kemudian berbalik.
  1797.  
  1798. Yak, saatnya memainkan 'game' yang dipinjamkan Tozaki padaku.
  1799.  
  1800. Untuk seorang gadis dan lelaki duduk bersama dalam satu ruangan sambil memainkan 'eroge', ini situasi yang cukup canggung.
  1801.  
  1802. Sekitar lima jam berlalu, dan langit di luar sudah gelap. Gila! 'Game' legendaris yang dipinjamkan Tozaki ini seru banget!
  1803.  
  1804. Aku baru menyelesaikan satu rute, tapi tokoh utama wanitanya benar-benar bagus.
  1805.  
  1806. Dan tepat di saat aku sedang mencari info untuk menghilangkan rasa penasaranku akan game ini, tiba-tiba ada yang mencolekku dari belakang. Kubuka 'headphone'-ku lalu menoleh.
  1807.  
  1808. "Aku enggak bisa menamatkannya."
  1809.  
  1810. Ucap Ayame dengan nada tertekan.
  1811.  
  1812. Kulihat ke arah monitor dan di layar sudah menampakkan daftar kredit yang diiringi dengan alunan musik sedih.
  1813.  
  1814. Ini bukanlah 'game' sulit. Jika kita bisa fokus terhadap satu karakter, maka menamatkannya adalah perkara mudah seperti halnya 'game' yang lain.
  1815.  
  1816. Terkecuali untuk tokoh wanita ini.
  1817.  
  1818. Di setiap akhir rute, akan ada beberapa pilihan yang masing-masing berujung pada adegan akhir yang berbeda. Namun untuk tokoh ini, adegan akhir bisa menjadi baik atau buruk setelah melalui adegan .... Anggap saja adegan itu membutuhkan pantauan orang tua.
  1819.  
  1820. Rasanya bakal canggung kalau aku menanyakan soal ini padanya. Tapi karena ini demi kepentingannya, kurasa aku harus menanyakannya.
  1821.  
  1822. "Hmm, adegannya berakhir di sini. Oh, iya, kamu tadi memilih apa? Di-di dalam atau di lu-luar?"
  1823.  
  1824. Aku merasa malu hingga bicaraku jadi terbata-bata.
  1825.  
  1826. Bahkan jika ada orang yang enggak tahu soal itu, mereka pasti masih bisa membayangkannya.
  1827.  
  1828. "Adegan yang itu, ya?"
  1829.  
  1830. Awalnya dia tampak bingung, namun setelah akhirnya dia sadar, seluruh wajah hingga lehernya menjadi merah.
  1831.  
  1832. "E-eh?! Ke-kenapa kamu tanya itu?! Mau bahas yang jorok-jorok padaku, ya?!"
  1833.  
  1834. "Bu-bukan!"
  1835.  
  1836. Jika dia menganggap aku bakal mau berbuat mesum padanya, pasti sedari tadi aku sudah dibunuhnya saat kuundang dia ke rumahku.
  1837.  
  1838. "Kamu harus memilih 'di dalam'! Kalau kamu memilih yang lain, ya enggak bakal tamat!"
  1839.  
  1840. "Ma-ma-ma-mana mungkin aku memilih itu?! Ka-ka-ka-ka-kalau di-di-di-di dalam, nan-nan-nanti bi-bisa ha-ha-ha-hamil, 'ka-kan?"
  1841.  
  1842. Saat berbicara, suaranya makin lama makin memelan.
  1843.  
  1844. Jika aku tipe protagonis yang sadis, aku pasti akan menjawab, 'Memangnya kenapa kalau hamil?' dan membuat wajahnya makin memerah. Tapi aku enggak mau dia begitu, lagi pula aku juga bukan orang yang seperti itu. Dialog macam tadi mungkin saja sering digunakan di kehidupan nyata.
  1845.  
  1846. "Ma-mau bagaimana lagi? Nanti kamu bakal tahu sendiri."
  1847.  
  1848. Setelah berkata begitu, dia pun bergumam, "Di dalam?! Di dalam?!" lalu berbalik kembali menghadap meja.
  1849.  
  1850. Aku pun kembali fokus pada laptop, dan selang berapa lama.
  1851.  
  1852. "Yak!"
  1853.  
  1854. Dia berseru dan pada layar terpampang tulisan, 'True End'.
  1855.  
  1856. "Aku enggak menyangka kalau dia harus hamil duluan sebelum menikah supaya rutenya selesai."
  1857.  
  1858. Tokoh yang dia pilih itu dari awal sudah diatur oleh pengembang 'game'-nya agar ceritanya seperti itu. Jadi mau bagaimana lagi?
  1859.  
  1860. "Bo-boleh tanya, enggak? Kalau kamu yang ada di situasi itu, kamu bakal memilih 'di luar', ya?"
  1861.  
  1862. "Ya-ya, iya lah! Memangnya apa lagi?!"
  1863.  
  1864. "Ya-ya, enggak apa-apa, sih."
  1865.  
  1866. "Aku benar-benar khawatir soal itu! Melakukannya tanpa pengaman itu enggak baik!"
  1867.  
  1868. Ujarnya dengan sedikit tegas. Tampaknya aku perlu menyudahi ini sebelum nanti bakal ke mana-mana.
  1869.  
  1870. "Aku paham. Kita sudahi saja, ya?"
  1871.  
  1872. "Jangan! Karena sudah sejauh ini, banyak yang ingin kutanyakan! Aku penasaran soal hal-hal semacam tadi!"
  1873.  
  1874. Gawat, dia tampak menggebu-gebu sekarang.
  1875.  
  1876. "Ke-kenapa punya dia itu enggak ada bulu-bulu halusnya?! Apa ada kelainan pada tubuhnya?!"
  1877.  
  1878. Astaga! Dia mulai menanyakan yang aneh-aneh!
  1879.  
  1880. "Oh, itu sudah jadi hal 'mainstream' sekarang!"
  1881.  
  1882. Aku kesulitan mencari jawaban yang pas, hingga akhirnya aku menggunakan jawaban yang enggak semestinya kuucapkan.
  1883.  
  1884. "Kok bisa begitu, ya?"
  1885.  
  1886. Beberapa ada yang bilang kalau terlihat berantakan bakal menurunkan nafsu. Aku enggak tahu seperti apa detailnya.
  1887.  
  1888. Bagiku, itu terlihat bersih di mataku.
  1889.  
  1890. Memangnya di kehidupan nyata enggak seperti itu? Ah, aku enggak peduli! Mana mungkin aku tertarik dengan hal-hal 3D?!
  1891.  
  1892. "Terus, bukankah di dalam 'game' tadi terlalu banyak perawannya?! Oh, enggak, malah semua tokohnya itu perawan!"
  1893.  
  1894. Jleb.
  1895.  
  1896. "Ka-karena itu sudah 'mainstream' juga!"
  1897.  
  1898. Yah, bukan berarti semua orang senang yang seperti itu. Tapi ada satu insiden ketika aku bertemu tokoh yang sudah enggak perawan, ujung-ujungnya aku menendang komputerku. Bisa dibilang, kalau aku sudah termakan iklan. Mereka bilang kalau itu game tentang pasukan tentara yang semuanya berisikan gadis perawan. Jika dari awal aku tahu kalau itu bohong, enggak mungkin bakal kubeli.
  1899.  
  1900. "Kok bisa, ya? Katanya, mencari perawan itu sulit, 'kan?!"
  1901.  
  1902. "En-entahlah! Mungkin saja karena khawatir kalau nanti protagonisnya dibanding-bandingkan dengan pacar dari tokoh wanita sebelumnya! Atau bisa saja tokoh wanitanya ingin merasakan pengalaman pertamanya dengan orang yang juga belum merasakan. Yah, itu memang belum bisa menjelaskan semuanya. Alasan orang-orang yang tertarik dengan tema keperawanan sepertiku ini sebenarnya karena mereka dipenuhi dengan kasih sayang yang tulus. Dan yang membuat itu terasa berat adalah perasaan ingin bersama seseorang yang belum merasakan pengalaman pertama itu juga."
  1903.  
  1904. Aku tahu kalau kata-kataku tadi terdengar menyedihkan. Aku pun tahu kalau orang-orang sepertiku adalah mereka yang ditolak dari pergaulan. Dikatai belum dewasa, dikatai enggak punya keberanian. Bahkan di zaman sekarang dianggap bermasalah dalam komunikasi, enggak bisa membedakan dunia nyata dan 2D, suka berkhayal dan semacamnya. Biarkan orang lain berkata sesukanya. Yang penting aku ingin menemukan gadis impianku, meski itu hanya ada di dunia 2D.
  1905.  
  1906. "Jadi kamu lebih suka yang perawan?"
  1907.  
  1908. Dia menanyakan itu sambil menatap mataku. Aku tahu jawabanku ini bakal memengaruhi masa depanku, namun aku harus menjawabnya.
  1909.  
  1910. "Ya, aku suka."
  1911.  
  1912. "Begitu."
  1913.  
  1914. Ucapnya ketika mendengar jawabanku. Dia tiba-tiba tenang seolah semangatnya tadi sirna.
  1915.  
  1916. "Eh?"
  1917.  
  1918. Kalau dia ternyata enggak perawan, berarti sama saja aku berkata kalau aku enggak tertarik padanya. Atau mungkin dia yakin bisa memiliki pesona gadis 2D, tapi enggak yakin kalau orang yang sudah enggak perawan bisa kembali perawan lagi.
  1919.  
  1920. Apa dia terkejut soal ini? Atau mungkin dia—
  1921.  
  1922. "Aku pulaaaaang! Lo, sepatu ini? Oi, Jejaka Letoi! Kamu menculik seorang gadis, ya?"
  1923.  
  1924. Adikku baru saja pulang. Kenapa harus sekarang?!
  1925.  
  1926. "Ini aku bawakan teh! Lo, bukannya ini gadis yang kemarin ke sini itu?!
  1927.  
  1928. "Berisik, kembali ke kamarmu sana!"
  1929.  
  1930. "Wah, wah, jangan-jangan dia ini tokoh wanita yang keluar dari 'game'-mu, ya? Cantik banget!"
  1931.  
  1932. "Bukan! Makanya lihat yang betul! Mana poligonnya? Dia ini manusia betulan!"
  1933.  
  1934. Dengan penuh ketertarikan, Ayame memandangi kami yang sedang berdebat. Itu membuatku enggak nyaman, karena itu mengalah.
  1935.  
  1936. "Ugh, biar kuperkenalkan. Ini adik perempuanku, masih kelas satu. Namanya Kiyomi."
  1937.  
  1938. "Aramiya Kiyomi, kelas satu SMA! Salam kenal!"
  1939.  
  1940. Bertingkah sok manis dan ceria seperti itu membuatku ingin menamparnya.
  1941.  
  1942. "Ini Ayame, Ayame Kotoko."
  1943.  
  1944. "Ayame? Eh, bukannya itu nama gadis yang kabarnya pernah melawan para preman dan geng motor sendirian, ya?"
  1945.  
  1946. Jadi gosip tentang dirinya sudah menyebar sejauh itu? Dan ini pertama kalinya kudengar kalau ada geng motor di sekolah.
  1947.  
  1948. "Eng-enggak, soal geng motornya itu enggak benar."
  1949.  
  1950. "Terus kalau soal melawan lima premannya?"
  1951.  
  1952. "Anak kelas satu sampai tahu soal itu? Yah, mungkin sebagiannya benar."
  1953.  
  1954. "Sungguh?! Melawan lima preman seorang diri itu bakal jadi legenda urban!"
  1955.  
  1956. "Hebat! Terus kenapa orang sepertimu bisa bergaul dengan nih ampas?!"
  1957.  
  1958. "Jangan menunjukku! Enggak sopan! Dan 'ampas' tadi maksudmu apa?!"
  1959.  
  1960. "Eh, kenapa kamu marah? Bahkan bakteri ataupun kumbang kotoran saja enggak semarah itu."
  1961.  
  1962. Argh! Kalau saja dia terlahir sebagai lelaki, dengan senang hati aku menghajarnya.
  1963.  
  1964. "Di-dia sudah menyelamatkanku dan mengajariku banyak hal. Jadi dia bukanlah kakak yang buruk."
  1965.  
  1966. "Sungguh? Padahal menyelamatkan seseorang itu bukan hal yang biasa dia lakukan."
  1967.  
  1968. "Dia benar-benar menyelamatkanku dari ulah orang-orang jahat."
  1969.  
  1970. "Dia melakukan itu?!"
  1971.  
  1972. Dia terkejut sampai rahangnya tampak hampir mau terlepas.
  1973.  
  1974. Walau sebenarnya, yang bisa kulakukan cuma menelepon polisi. Tapi demi harga diri seorang kakak, aku harus menutup mulut anak ini.
  1975.  
  1976. "Ah, paling-paling dia cuma bisa memanggil polisi saja. Iya, 'kan?"
  1977.  
  1978. Cih. Dia sampai bisa tahu hal itu. Terserahlah, aku dan Ayame enggak ingin membahasnya. Biarkan kejadian sebenarnya enggak ada satu pun yang tahu.
  1979.  
  1980. "Anak ini bakal menyia-nyiakan waktumu. Harusnya kamu mencari lelaki yang lebih baik dari dia."
  1981.  
  1982. "Enggak, aku yang harusnya menjadi gadis yang cukup pantas buat dia."
  1983.  
  1984. Ekspresi wajah Kiyomi kini terlihat seperti habis tersambar petir.
  1985.  
  1986. "Eh?! Ini bedanya seperti surga dan neraka, lo!"
  1987.  
  1988. "Aku enggak keberatan jika ada di neraka."
  1989.  
  1990. "Pasti otakmu sudah dicuci! Oi, buka matamu!"
  1991.  
  1992. Sekarang dia yang jadi kesal sendiri.
  1993.  
  1994. "Oke, terima kasih sudah membawakan kami teh! Sudah cukup, ayo keluar!"
  1995.  
  1996. Kutarik Kiyomi dan menyeretnya keluar dari kamarku.
  1997.  
  1998. "Hei! Jangan menyentuhku, dasar maniak!"
  1999.  
  2000. "Berisik, pergi dari sini!"
  2001.  
  2002. Ketika adikku enggak lagi di kamar, keadaan menjadi lebih tenang. Yang tadi sungguh menghabiskan energiku. Aku merasa kalau masih banyak yang ingin ditanyakan Ayame, tapi lupakan saja itu dulu. Lagi pula, suasananya juga sudah enggak mendukung. Karena itu dia pun pamit kembali pulang ke rumahnya.
  2003.  
  2004.  
  2005. ♦♦♦
  2006.  
  2007.  
  2008. Esoknya, selagi aku dalam perjalanan menuju ke sekolah seperti biasa, kulihat Ayame sudah menunggu di dekat persimpangan tiga jalan.
  2009.  
  2010. Jika dia yang menjemput dari rumahku, keluarga pasti bakal heboh lagi. Aku juga enggak tega membiarkannya memutar jalan untuk sampai ke rumahku. Hal terbaik yang bisa dilakukan adalah enggak melakukan apa-apa selain berangkat sendiri-sendiri. Tapi dia tetap memaksa, hingga akhirnya aku berkata, "Nanti biar aku saja yang jemput,".
  2011.  
  2012. Jadi rencananya adalah, kalau dia tetap ingin pergi bareng denganku, maka dia harus menunggu di satu titik yang sudah ditentukan.
  2013.  
  2014. Dan sewaktu aku mengutarakan pendapatku itu, dia lalu berkata, "Wah, sama seperti 'game' yang kumainkan kemarin, dong!". Sebuah reaksi yang mirip seperti di dalam 'anime' edukasi. Jujur, sebenarnya aku enggak menginginkan ini terjadi, tapi ... begitulah.
  2015.  
  2016. "Pagi, Aramiya. Aku sudah memainkan 'Fate Arterial' dan ...."
  2017.  
  2018. Dia langsung memulai percakapan dengan pembahasan 'eroge'. Kurasa dia sudah terlalu dalam masuk ke dunia itu, tapi semua itu karena aku. Karena itu aku enggak boleh mengeluhkannya.
  2019.  
  2020. "Oh, kalau untuk tokoh itu, kamu harus mulai dari ...."
  2021.  
  2022. Kami berbincang seputar 'game' khusus dewasa ini sepanjang perjalanan menuju ke sekolah.
  2023.  
  2024. "Wah, wah."
  2025.  
  2026. Kudengar suara yang mirip seperti anak-anak itu dari sebelahku. Aku tahu siapa pemilik suara itu. Aku menoleh dan melihat Hatsushiba berlari menghampiri kami.
  2027.  
  2028. "Pagi~. Tampaknya kalian makin akrab saja, ya?"
  2029.  
  2030. "Aku enggak mau komentar."
  2031.  
  2032. Semua yang diucapkannya mengandung umpan untuk menggoda orang lain. Jadi sebaiknya aku enggak perlu menghiraukannya. Namun ketika Hatsushiba mendengar jawabanku tadi, dia mendadak murung. Aku enggak tahu kenapa dia sampai begitu, yang pasti, aku enggak menyangkanya.
  2033.  
  2034. "Sayang sekali kalau begitu ...."
  2035.  
  2036. Ucapnya sebelum masuk melewati gerbang sekolah. Ada apa dengan ucapannya tadi?
  2037.  
  2038. "Aramiya, apa gosip tentang kamu dan Hatsushiba itu ternyata benar ...?"
  2039.  
  2040. "Ke-kenapa kamu memandangiku begitu?"
  2041.  
  2042. Ayame pun kini tampak menakutkan.
  2043.  
  2044.  
  2045. ♦♦♦
  2046.  
  2047.  
  2048. Seusai pelajaran olah raga, kami semua kembali ke kelas. Aku menuju kursiku sambil menggenggam 'benda itu' dan bersiap untuk pelajaran selanjutnya. Kukeluarkan semua buku dari dalam tas ke atas meja dan mengambil buku matematika, kemudian kumasukkan kembali sisanya ke dalam tasku. Kutenangkan diriku sebelum kembali menggenggam 'benda itu'.
  2049.  
  2050. Aku bisa merasakan wujud 'benda itu' di tangan ini, tapi aku enggak menyangka kalau benda tersebut ternyata 'benda itu'.
  2051.  
  2052. Tubuhku mulai berkeringat, jantungku mulai berdebar-debar, tanganku mulai gemetaran. Seluruh sistem otomatis diriku enggak berfungsi sebagaimana mestinya. Cepat-cepat kumasukkan 'benda itu' ke dalam saku kemejaku lalu perlahan berdiri.
  2053.  
  2054. "Eh? Kamu mau ke mana?"
  2055.  
  2056. Tozaki bertanya padaku.
  2057.  
  2058. "Toilet."
  2059.  
  2060. "Kenapa enggak pas sekalian balik ke kelas saja tadi?"
  2061.  
  2062. "Sudah, ah. Aku sudah kebelet."
  2063.  
  2064. "Astaga, kayak anak-anak saja. Payah."
  2065.  
  2066. Kubiarkan Tozaki bicara sesukanya lalu pergi dari kelas.
  2067.  
  2068. Aku menuju ke toilet terdekat lalu memeriksa keberadaan orang lain di sekitar kemudian masuk ke dalam.
  2069.  
  2070. "Cih ...."
  2071.  
  2072. Detak jantungku masih melaju kencang, dan keringat mengucur deras di sekujur tubuhku.
  2073.  
  2074. Kuambil 'benda itu' dari dalam saku lalu memandanginya. 'Benda itu' adalah amplop berwarna merah muda dengan dihiasi pita di atasnya. Kuperhatikan lagi, kupandangi lagi, itu pasti surat cinta.
  2075.  
  2076. ... oke. Kita lihat, apa ini cuma ulah jahil seseorang saja.
  2077.  
  2078. Sesuatu yang sudah berdebu di dalam hatiku ini mulai mengembang, tapi .... Cukup, jangan pakai hati.
  2079.  
  2080. Sambil gemetaran, kuputuskan untuk membuka amplop itu.
  2081.  
  2082. Di dalamnya berisi selembar kertas berukuran kecil dengan gambar animasi hewan yang menggemaskan. Kertas yang ditulis tangan itu berisi pesan.
  2083.  
  2084. "<Ada yang mau Yuuka bicarakan denganmu. Nanti sepulang sekolah, datang, ya, ke ruang kosong di lantai tiga gedung ketiga. Yuuka tunggu, lo.>"
  2085.  
  2086. Isi surat ini memang terasa seperti sebuah surat cinta. Hal yang diikuti petunjuk semacam ini pun belum pernah kujumpai bahkan selama aku bermain 'game'.
  2087.  
  2088. Namun masalahnya adalah ... nama pengirimnya.
  2089.  
  2090. "<— Hatsushiba Yuuka>"
  2091.  
  2092. "... eh, apa? Bercanda, nih?"
  2093.  
  2094.  
  2095. ♦♦♦
  2096.  
  2097.  
  2098. Ada apa dengan diriku ini?
  2099.  
  2100. Sepulang sekolah, Ayame mengajakku untuk pulang bareng, namun kutolak dengan alasan kalau ada urusan yang mau kuselesaikan dulu dan menyuruhnya pulang duluan.
  2101.  
  2102. Sambil harap-harap cemas, aku pun menunggu di perpustakaan. Tapi tetap saja aku enggak bisa duduk dengan tenang.
  2103.  
  2104. Padahal ini hari Jumat yang setelahnya adalah libur akhir pekan, dan saat itu aku bisa sepuasnya bermain 'game', namun sayangnya, dia malah membuat janji bertemu di sekolah. Tunggu! Bagaimana jika ini mungkin adalah jebakan.
  2105.  
  2106. "Wah! Kena juga orang bodoh satu ini!" "Beloon banget!" "Wuahahahahahahahaha!"
  2107.  
  2108. Ada keyakinan kalau firasatku itu mungkin tepat. Tapi kalau yang dikatakan di surat ini ternyata sungguhan ...., maka aku harus menemuinya.
  2109.  
  2110. Soalnya di situ tertulis, "<Yuuka tunggu, lo.>".
  2111.  
  2112. ...
  2113.  
  2114. "<Yuuka tunggu, lo.>"
  2115.  
  2116. Kata-kata itu terus terngiang di otakku seperti sebuah kutukan. Aku membayangkan kalau ini seperti sebuah janjian untuk menyatakan cinta, namun sayangnya, di situ tertulis kalau dia cuma ingin bicara padaku. Hatsushiba yang menyatakan cinta padaku adalah hal yang mustahil. Dari awal itu sudah merupakan hal yang enggak mungkin terjadi. Tapi dari satu dibanding sejuta kemungkinan, bisa saja dia menyatakan cintanya padaku. Kalaupun itu benar, maka aku harus menolaknya. Tapi aku harus menggunakan kata-kata yang seperti apa?
  2117.  
  2118. "Yah, aku ... hanya tertarik gadis 2D saja."
  2119.  
  2120. Itu mungkin berhasil pada Ayame yang enggak pernah bergaul dengan sesamanya, tapi jika pada Hatsushiba ..., pengakuanku tadi bisa tersebar ke seluruh kelas bahkan ke seluruh sekolah. Mereka berdua berada di jangkauan yang sangat berbeda.
  2121.  
  2122. "Cih."
  2123.  
  2124. Aku terus saja berpikir dan berpikir hingga waktu yang dijanjikan itu tiba. Kusiapkan diriku ini sebelum berjalan menuju ke tempat kami bakal bertemu.
  2125.  
  2126. Kuiintip keadaan dalam ruangan, dan dia sudah menunggu di sana sambil duduk di atas meja, bukannya kursi. Ruangan itu bermandikan sinar mentari senja musim semi yang terasa begitu cocok dengan suasana saat ini.
  2127.  
  2128. Jika ini di dalam 'game', pasti ini adalah sebuah adegan penting layaknya klip video garapan Makoto Kai.
  2129.  
  2130. "Wah, datang juga~."
  2131.  
  2132. Dia menyapa seperti biasanya.
  2133.  
  2134. "Yuuka sempat berpikir, kalau kamu tidak datang, Yuuka harus bagaimana?"
  2135.  
  2136. "Aku malah berpikir kalau jangan-jangan ini jebakan."
  2137.  
  2138. "Hahaha! Kejam banget! Padahal yang mau Yuuka katakan ini adalah hal yang sangat penting."
  2139.  
  2140. Saat aku mendengar cara dan nada bicaranya itu, bisa kurasakan ada sesuatu dalam perutku yang hendak keluar sebelum dia kembali lanjut berbicara.
  2141.  
  2142. "Yuuka suka ...."
  2143.  
  2144. Dia berkata seperti sedang kerasukan sesuatu, itu tampak seperti main-main.
  2145.  
  2146. "Yuuka suka kamu, Aramiya."
  2147.  
  2148. Hah?! Yang disebutnya tadi adalah namaku, dan aku langsung merasa seperti terjerat olehnya.
  2149.  
  2150. Mungkin bakal lebih baik jika dia berkata, 'Yuuka sebenarnya menyukai Tozaki, bagaimana ini?'.
  2151.  
  2152. Suaranya yang manis hampir membuatku salah mengira kalau yang bicara itu adalan tokoh wanita dalam 'game'. Kini aku mengerti alasan kenapa Tozaki begitu ingin merekam suaranya.
  2153.  
  2154. "... bukannya ini terlalu tiba-tiba?"
  2155.  
  2156. "Memang selalu tiba-tiba. Yuuka juga sering tiba-tiba mendapat pernyataan cinta dari orang lain, kok."
  2157.  
  2158. "Jangan samakan aku dengan orang sepertimu."
  2159.  
  2160. Dia pun terkikik.
  2161.  
  2162. "Tahu, enggak? Yuuka itu sudah lama menyukaimu."
  2163.  
  2164. "... enggak, aku enggak tahu."
  2165.  
  2166. Argh. Mungkin saja ada beberapa kamera di ruangan ini. Biarpun begitu ..., aku harus memberinya sebuah jawaban.
  2167.  
  2168. "Maaf, tapi a—"
  2169.  
  2170. "Tunggu!"
  2171.  
  2172. Tepat di saat aku hampir menolaknya, dia langsung memotong.
  2173.  
  2174. Dia sedikit mengalihkan wajahnya, pipinya pun memerah lalu berkata.
  2175.  
  2176. "Yuuka tahu ... kalau kamu suka dengan 'game' semacam itu."
  2177.  
  2178. Saat mendengarnya, bicaraku langsung tergagap.
  2179.  
  2180. "Tung-tunggu, tunggu, tunggu! A-apa maksudmu?! A-aku memang suka menonton 'anime' dan main 'game' tapi soal—"
  2181.  
  2182. "Yuuka tahu dari Tozaki."
  2183.  
  2184. Tooooooooo-zaaaaaaaaaa-kiiiiiiiii!
  2185.  
  2186. Anak itu memang burung beo! Apa mulutnya itu sudah sebegitu embernya?! Kuharap dia masuk neraka jahanam!
  2187.  
  2188. "Yuuka tidak menyangka juga, sih. Tapi karena Yuuka seorang pengisi suara, jadi senang rasanya kalau kamu menyukai suara Yuuka."
  2189.  
  2190. "So ... soal tadi ..., kamu enggak cerita ... ke siapa-siapa, 'kan?"
  2191.  
  2192. "Yuuka tidak cerita ke siapa-siapa, kok. Ini tetap Yuuka simpan dalam hati."
  2193.  
  2194. Dia lalu mengepalkan kedua tangannya di depan dada seolah itu hal yang sangat berharga.
  2195.  
  2196. "A-apa sudah lama kamu tahu soal ini?"
  2197.  
  2198. Gawat, ini gawat! Aku jadi bingung. Kini rasanya seolah aku yang membenarkan sendiri kenyataan soal diriku yang menyenangi hal tersebut! Diawali dengan pernyataan cinta seperti ini, 'eroge' zaman sekarang enggak pernah menceritakan hal semacam ini. Makanya aku enggak mengerti cara menanganinya.
  2199.  
  2200. "Kira-kira sekitar setahun yang lalu. Yuuka mulai mengikutimu sejak saat itu."
  2201.  
  2202. "A-aku baru tahu."
  2203.  
  2204. "Hmm, kamu memang bodoh."
  2205.  
  2206. Enggak pernah kusangka bakal mendengar suara tokoh wanita dalam 'eroge' yang mengatai aku bodoh ....
  2207.  
  2208. Enggak, hentikan pikiran itu! Ini masih terasa aneh! Aku enggak tahu kenapa jadi begini! Untuk kasus Ayame, masih bisa dijelaskan kalau dia menyukaiku karena aku menyelamatkan dirinya. Tapi untuk kasus Hatsushiba, sama sekali enggak ada alasan maupun kejadian khusus yang melibatkan diriku dengan dirinya. Meski yang namanya masa depan itu kadang enggak bisa diprediksi, tapi yang ini benar-benar keterlaluan. Jika di dalam 'game', semua orang pasti bakal marah kalau plot sebuah serial kesukaannya, ternyata diobrak-abrik. Aku sendiri pun bakal terbawa emosi sampai di kehidupan nyata.
  2209.  
  2210. "Tapi aku kok bisa enggak sadar, ya ...."
  2211.  
  2212. "Hmm ..., Yuuka dari dulu pandai berakting. Yuuka juga takut kalau nanti kamu tolak. Jadi Yuuka merahasiakannya dan berharap kamu sendiri yang akan datang menyatakan cinta .... Yuuka memang pengecut. Hehehe."
  2213.  
  2214. Kami memang berada dalam satu kelas di tahun kemarin, biarpun begitu, apa kami pernah sekali pun saling berbicara? Apa yang sudah kuperbuat hingga dia menyukaiku? Aku pun enggak ingat jika pernah melakukan hal kecil seperti mengoper kertas ujian padanya.
  2215.  
  2216. "Tapi~"
  2217.  
  2218. Dia kemudian turun dari meja lalu berjalan mendekatiku. Aku pun tanpa sadar berjalan mundur ke belakang hingga akhirnya terpojok. Aura dominasi ini begitu menjengkelkan!
  2219.  
  2220. "Saat Yuuka melihat Aramiya bersama Ayame, keberanian Yuuka sedikit muncul. Apalagi setelah pagi tadi melihat kalian berjalan seperti sebuah pasangan."
  2221.  
  2222. "Uh, sudah kubilang kalau enggak ada apa-apa di antara aku dan Ayame."
  2223.  
  2224. "Lalu kenapa kamu tetap bersama dia?"
  2225.  
  2226. Setelah kupikir lagi, memang iya, kenapa aku mau saja terus bersama dia? Apa karena tugas dari Kiriko-senpai agar aku mengubah dirinya itu? Bukan. Itu karena dia yang selalu menempel padaku, dan ingin menjadi gadis yang aku impikan. Setelahnya, dia pun jadi menyenangi 'eroge', karena itu aku membantunya—
  2227.  
  2228. "Hei."
  2229.  
  2230. Hatsushiba mencolek wajahku dan membuyarkan pemikiranku.
  2231.  
  2232. Tercium aroma wangi jeruk dari rambutnya. Aroma yang enggak ada di dunia 2D ini mengacaukan pikiranku bagaikan butiran-butiran jagung yang sedang dibuat menjadi 'pop corn'.
  2233.  
  2234. "Kalau memang tidak ada apa-apa antara kamu dengan Ayame, kenapa tidak pacaran dengan Yuuka saja?"
  2235.  
  2236. "Eng ... Eng-enggak. Aku enggak tertarik dengan gadis 3D ...."
  2237.  
  2238. Semampunya, kufokuskan seluruh kesadaranku yang tersisa untuk menolaknya. Aku tersudut hingga hampir saja mengatakan yang enggak ingin kukatakan. Jika dia membeberkan soal hobiku ke seluruh kelas, reputasi yang selama ini kujaga bakal hancur. Cuma karena menolaknya saja, seluruh kehidupan sekolahku bakal terguncang. Tapi untukku yang memacari gadis sungguhan ..., aku benar-benar enggak bisa.
  2239.  
  2240. Namun ternyata ... Hatsushiba melakukan sesuatu yang enggak kuduga. Dia lalu tersenyum dan berkata.
  2241.  
  2242. "Yuuka sudah duga kalau kamu akan bilang begitu. Tapi asal kamu tahu~, ada yang tidak bisa dilakukan oleh gadis 2D, lo~"
  2243.  
  2244. "Me-memangnya kenapa? Lagi pula berpacaran dengan 'otaku' sepertiku ini enggak ada bagusnya buatmu."
  2245.  
  2246. "Yah~, mungkin akan lebih mudah kalau cinta itu bisa dijelaskan dengan kata-kata. Karena itu Yuuka akan mengajarimu hal-hal seru yang bisa dilakukan gadis 3D selagi kamu mengajari Yuuka tentang 'game' itu~."
  2247.  
  2248. Sumpah, aku benar-benar enggak tahu cara keluar dari situasi macam begini.
  2249.  
  2250. "Jangan-jangan~ kamu tipe yang hanya suka dengan perawan, ya?"
  2251.  
  2252. "Hah?!"
  2253.  
  2254. (http://goo.gl/cYOiEI)
  2255.  
  2256. "Yuuka sudah sering sering mengisi suara berbagai tokoh. Jadi Yuuka tahu bermacam tipe orang. Tapi jangan khawatir, Yuuka masih perawan, kok. Tidak seperti Ayame yang digosipkan itu."
  2257.  
  2258. "O-oi, tunggu, tunggu, tunggu!"
  2259.  
  2260. Apa pekerjaannya bisa membuat dirinya jadi seperti itu?! Dia sampai tahu hal sedetail itu.
  2261.  
  2262. Aku enggak menyangka dia tahu kalau aku adalah tipe yang menyukai perawan.
  2263.  
  2264. "Kumohon, hentikan saja!"
  2265.  
  2266. Setelah aku memohon dengan sangat, dia pun berbalik.
  2267.  
  2268. "Maaf, tapi Yuuka tidak akan menyerah."
  2269.  
  2270. Dia lalu menoleh dan berkedip padaku.
  2271.  
  2272. "Dadah, Aramiya. Setelah ini Yuuka akan lebih agresif lagi, karena itu, bersiaplah!"
  2273.  
  2274. Itulah yang dia ucapkan sebelum keluar dari ruangan dengan wajah berseri.
Advertisement
Add Comment
Please, Sign In to add comment
Advertisement